Fareed Zakaria, seorang jurnalis dan pemikir global, dalam bukunya Ten Lessons for a Post-Pandemic World menyatakan, bahwa salah satu pelajaran penting yang kita dapat selama pandemi adalah bahwa kita harus mendengarkan pendapat para ahli dan sekaligus juga publik biasa. Yang pertama diperlukan untuk memastikan bahwa setiap pilihan yang kita ambil mempunyai basis sains. Yang kedua dilakukan untuk menjaga sensitivitas kita, untuk tetap mempunyai empati.
Oleh Zakaria, para ahli diminta untuk bisa menjelaskan kepada publik. Mereka harus diedukasi untuk berpikir secara saintifik. Tentu ini bukan perkara mudah bagi para ahli. Mereka harus belajar dan menjelma menjadi intelektual publik.
Intelektual publik secara umum adalah mereka yang terdidik dalam disiplin ilmu tertentu tetapi memutuskan untuk menulis dan berbicara ke audiens yang lebih luas, di luar komunitas disiplin ilmunya. Mereka tidak harus berasal di perguruan tinggi. Semua orang dari kalangan terdidik dapat menjadi intelektual publik.
Menjadi intelektual publik bisa didorong beragam motivasi termasuk sebagai bentuk tanggung jawab sosial ataupun akuntabilitas intelektual.
Sejarah bangsa ini memberikan pelajaran sangat berharga. Kaum terdidik selalu hadir, dan bahkan dalam posisi terdepan, dalam setiap perubahan besar bangsa ini. Tentu ini bukan peran musiman di setiap tikungan sejarah, tetapi ini adalah peran untuk setiap kesempatan.
Saya percaya, peran intelektual publik tersebut tetap valid, termasuk untuk saat ini.
Seorang profesor, saya yakin, sudah mempunyai bekal yang lebih dari cukup untuk menjelma menjadi intelektual publik.
Mari, di dalam tulisan singkat ini, kita upayakan konseptualisasi sederhana.
Tingkat intelektual publik
Intelektual publik bisa kita bedakan berdasar tingkat hirarkinya. Pembedaan ini terkait dengan “keberanian” dari pagar disiplin ilmu dan pengakuan khalayak.
Pertama, mereka yang menulis dan berbicara kepada publik hanya dalam disiplin ilmunya. Mereka mengemasnya menjadi bahasa yang mudah dipahami publik. Kerumitan itu menjadi urusan para ahli, tetapi semuanya harus disajikan dalam kemasan sederhana dan dapat dicerna dan dinikmati publik.
Kedua, mereka yang menulis dan berbicara kepada publik tentang disiplin ilmunya tetapi dikaitkan dengan dunia sosial, kultural, dan budaya di sekitarnya. Intelektual publik yang memilih tingkat ini perlu memahami sampai level tertentu beragam aspek di luar disiplin ilmunya. Mereka berpikir kontekstual. Kehadiran disiplin ilmu yang ditekuninya didefinisikan ulang relevansinya dengan konteks kekinian.
Ketiga, mereka yang menjadi simbol dan tokoh yang berdiri tidak hanya untuk disiplin ilmu yang digelutinya. Intelektual publik tingkat ini menulis dan berbicara beragam isu publik, bahkan yang tidak terkait dengan disiplin ilmu asal. Mereka dalam tingkat ini sudah membuktikan mempunyai perspektif yang luas dan horison pemikiran yang jauh. Mereka juga mempunyai semangat untuk mempelajari disiplin lain untuk terus bisa menjaga komunikasi antardisiplin.
Peran intelektual publik
Karena keragaman tingkat di atas, peran intelektual publik menjadi sangat beragam. Peran merupakan konsep relasional yang mengandaikan hubungan intelektual publik dengan objek atau aktor lain.
Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Intelektual publik sebagai ahli. Sebagai seorang ahli, pendapat intelektual publik didengarkan, sarannya pun diperhatikan, dan mendapatkan posisi terhormat di dalam komunitas disiplin ilmu yang sangat menghargai kepakaran.
2. Intelektual publik sebagai penjaga gerbang pengetahuan. Penjaga gerbang pengetahua diharuskan selalu berikhtiar menjadi yang terdepan dan rujukan pengetahuan. Untuk itu, intelektual publik juga tak lelah mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir. Menjaga tetap aktif dalam komunitas disiplin ilmu terkait dapat menjadi salah satu ikhtiarnya.
3. Intelektual publik sebagai pemikir. Sebagai pemikir, intelektual publik akan terus gelisah atas kondisi yang tidak sesuai dengan yang dicita-citakan. Karenanya, ia pun akan mencari penjelasan atas beragam masalah yang dihadapinya. Intelektual publik pun kerap terlibat dalam diskusi lintasdisiplin untuk memahami masalah secara lebih utuh. Pemahaman atas masalah yang baik menjadi basis untuk menawarkan beragam solusi.
4. Intelektual publik sebagai selebritas media. Keakraban dengan media menjadi salah satu penanda sebagai selebritas. Kemunculan pendapatnya pun ditunggu media karena penting untuk mengedukasi publik. Intelektual publik seharusnya melatih diri untuk semakin piawai menyederhanakan konsep rumit supaya bisa dipahami oleh publik. Selain itu, ia juga sensitif dengan masalah mutakhir yang terjadi.
5. Intelektual publik sebagai pengungkap kebenaran. Pengungkapan kebenaran dilakukan melantangkan pesan secara utuh dan tidak parsial dengan bingkai kepentingan. Intelektual publik, karenanya harus menjaga integritasnya untuk tidak terbeli untuk kepentingan sesaat atau kelompok tertentu dan mengorbankan kebaikan publik.
Daftar peran di atas tentu tidak lengkap. Beragam peran lain terbuka untuk dimunculkan dan didefinisikan.
Sambutan pada acara serah terima surat keputusan jabatan akademik profesor, Prof. Drs. Agus Widarjono, M.A., Ph.D. di Universitas Islam Indonesia pada 21 Juli 2022.
UII Gelar Dialog Kebangsaan Imaji Satu Abad Indonesia
Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Republika menggelar dialog kebangsaan bertemakan Imaji Satu Abad Indonesia pada Selasa (26/7) di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII. Bekerjasama dengan Republika, dialog kebangsaan menghadirkan narasumber, Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D. (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia RI), K.H. Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), dan Prof. Musa Asy’arie (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2010-2014).
Read more
Menjadi Sosok Creative Content Creator Yang Menginspirasi
Edu Talk Series UII menggelar webinar dengan topik yang hangat di tengah masyarakat mengenai media sosial pada Minggu (24/7). Webinar bertema “Muda Berkarya Lewat Social Media” ini menghadirkan Aulion, seorang Creative Content Creator yang namanya sudah tak asing di kalangan pengguna media sosial. Ia membagikan tips terkait pembuatan konten, menurut Aulion ide-ide sederhana dan abstrak jangan ragu untuk dikembangkan. Bisa melalui diskusi dengan orang lain atau lewat sosial media.
“Riset adalah segalanya,” jelasnya mengawali webinar. Dia menjelaskan bahwa dalam membuat konten adalah fakta itu sendiri. Maka sebelum mengunggah sebuah konten maka penting untuk mencari tahu kebenarannya karena ada tanggung jawab di setiap konten yang dibuat.
Read more
Revolusi Taqwa 7.0 vs Revolusi Society 5.0
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) menyelenggarakan Seminar Nasional Revolusi Taqwa 7.0 vs Revolusi Society 5.0 dalam Rangka Menyambut Tahun Baru Islam 1444 H pada Minggu (24/07).Acara yang digelar secara daring melalui zoom meeting dan disiarkan di kanal YouTube ini mengundang berbagai ekspert keilmuan di bidang agama dan kesehatan.
Read more
UII Tuan Rumah Gowes Jogjaversitas
Universitas Islam Indonesia (UII) yang saat ini mengemban amanah sebagai Ketua Pengurus Harian Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah V DIY, menjadi tuan rumah penyelenggaraan Gowes Jogjaversitas. Kegiatan bersepeda bersama ini diikuti oleh pimpinan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V DIY, dan para pimpinan perguruan tinggi anggota APTISI di Wilayah V DIY dan Wilayah VI Jawa Tengah. Kegiatan yang di helat pada Sabtu (23/7) di Kampus Terpadu UII ini, juga dalam rangka menyemarakkan Milad ke-79 UII.
Read more
Aktif Berorganisasi dan Mengabdi, Tak Halangi Iga Raih Summa Cumlaude
Iga Nur Ramdhani, mahasiswi Program Magister Prodi Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) memang dara serba bisa. Pasalnya, mahasiswi asal Kalimantan Timur ini berhasil menyabet predikat summa cumlaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4,00 (empat koma nol) ketika merampungkan jenjang magister. Ia pun juga menyelesaikan studi dengan waktu kurang dari 2 tahun.
Read more
Gelar Workshop, UII Harapkan Pengelolaan Jurnal Berkualitas
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar workshop Indeksasi Jurnal UII ke Sinta pada hari Rabu (20/7). Sinta atau kepanjangan dari Science and Technology Index adalah portal ilmiah daring yang dikelola oleh Kemdikbud Ristek RI. Acara yang dihadiri oleh staf dan dosen pengelola Jurnal UII itu diadakan di Ruang Sidang Datar Lt. 2 Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito. Turut hadir Yoga Dwi Arianda, ST dan Rizki Prasetya, S.Kom sebagai pemateri.
Read more
Menguliti Isu-Isu Sosial Dengan Olah Data dan Ilmu Komputasi
Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar webinar internasional bertajuk “Making Sense of Societal Issue Through Data and Computational Science” pada Rabu (20/7). Webinar yang diadakan melalui platform Zoom dan kanal YouTube UII itu merupakan salah satu agenda menyemarakkan Milad UII ke-79. Beberapa pembicara yang hadir seperti Steven S. Skiena, Ph.D. dan Firman M. Firmansyah, Ph.D. dari Stony Brook University Amerika Serikat. Serta pembicara dari tanah air; Ahmad R. Pratama, Ph.D. dari UII dan Ismail Fahmi, Ph.D. dari Media Kernels Indonesia.
Read more
Agus Widarjono, Menambah Jumlah Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi
Dosen Program Studi Imu Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII), Drs. Agus Widarjono, M.A., Ph.D. resmi menyandang Jabatan Akademik Profesor dalam Bidang Ilmu Ekonomi. Diraihnya jabatan tertinggi akademik ini disampaikan oleh Kepala Lembaga Layanan Dikti Wilayah V DIY Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D., pada Kamis (22/7), di Gedung Kuliah Umum Sardjito, Kampus UII Terpadu. Hingga saat ini, tercatat UII telah memiliki 26 Profesor (Guru Besar) dari beragam rumpun keilmuan.
Read more
Menyelisik Intelektual Publik
Fareed Zakaria, seorang jurnalis dan pemikir global, dalam bukunya Ten Lessons for a Post-Pandemic World menyatakan, bahwa salah satu pelajaran penting yang kita dapat selama pandemi adalah bahwa kita harus mendengarkan pendapat para ahli dan sekaligus juga publik biasa. Yang pertama diperlukan untuk memastikan bahwa setiap pilihan yang kita ambil mempunyai basis sains. Yang kedua dilakukan untuk menjaga sensitivitas kita, untuk tetap mempunyai empati.
Oleh Zakaria, para ahli diminta untuk bisa menjelaskan kepada publik. Mereka harus diedukasi untuk berpikir secara saintifik. Tentu ini bukan perkara mudah bagi para ahli. Mereka harus belajar dan menjelma menjadi intelektual publik.
Intelektual publik secara umum adalah mereka yang terdidik dalam disiplin ilmu tertentu tetapi memutuskan untuk menulis dan berbicara ke audiens yang lebih luas, di luar komunitas disiplin ilmunya. Mereka tidak harus berasal di perguruan tinggi. Semua orang dari kalangan terdidik dapat menjadi intelektual publik.
Menjadi intelektual publik bisa didorong beragam motivasi termasuk sebagai bentuk tanggung jawab sosial ataupun akuntabilitas intelektual.
Sejarah bangsa ini memberikan pelajaran sangat berharga. Kaum terdidik selalu hadir, dan bahkan dalam posisi terdepan, dalam setiap perubahan besar bangsa ini. Tentu ini bukan peran musiman di setiap tikungan sejarah, tetapi ini adalah peran untuk setiap kesempatan.
Saya percaya, peran intelektual publik tersebut tetap valid, termasuk untuk saat ini.
Seorang profesor, saya yakin, sudah mempunyai bekal yang lebih dari cukup untuk menjelma menjadi intelektual publik.
Mari, di dalam tulisan singkat ini, kita upayakan konseptualisasi sederhana.
Tingkat intelektual publik
Intelektual publik bisa kita bedakan berdasar tingkat hirarkinya. Pembedaan ini terkait dengan “keberanian” dari pagar disiplin ilmu dan pengakuan khalayak.
Pertama, mereka yang menulis dan berbicara kepada publik hanya dalam disiplin ilmunya. Mereka mengemasnya menjadi bahasa yang mudah dipahami publik. Kerumitan itu menjadi urusan para ahli, tetapi semuanya harus disajikan dalam kemasan sederhana dan dapat dicerna dan dinikmati publik.
Kedua, mereka yang menulis dan berbicara kepada publik tentang disiplin ilmunya tetapi dikaitkan dengan dunia sosial, kultural, dan budaya di sekitarnya. Intelektual publik yang memilih tingkat ini perlu memahami sampai level tertentu beragam aspek di luar disiplin ilmunya. Mereka berpikir kontekstual. Kehadiran disiplin ilmu yang ditekuninya didefinisikan ulang relevansinya dengan konteks kekinian.
Ketiga, mereka yang menjadi simbol dan tokoh yang berdiri tidak hanya untuk disiplin ilmu yang digelutinya. Intelektual publik tingkat ini menulis dan berbicara beragam isu publik, bahkan yang tidak terkait dengan disiplin ilmu asal. Mereka dalam tingkat ini sudah membuktikan mempunyai perspektif yang luas dan horison pemikiran yang jauh. Mereka juga mempunyai semangat untuk mempelajari disiplin lain untuk terus bisa menjaga komunikasi antardisiplin.
Peran intelektual publik
Karena keragaman tingkat di atas, peran intelektual publik menjadi sangat beragam. Peran merupakan konsep relasional yang mengandaikan hubungan intelektual publik dengan objek atau aktor lain.
Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Intelektual publik sebagai ahli. Sebagai seorang ahli, pendapat intelektual publik didengarkan, sarannya pun diperhatikan, dan mendapatkan posisi terhormat di dalam komunitas disiplin ilmu yang sangat menghargai kepakaran.
2. Intelektual publik sebagai penjaga gerbang pengetahuan. Penjaga gerbang pengetahua diharuskan selalu berikhtiar menjadi yang terdepan dan rujukan pengetahuan. Untuk itu, intelektual publik juga tak lelah mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir. Menjaga tetap aktif dalam komunitas disiplin ilmu terkait dapat menjadi salah satu ikhtiarnya.
3. Intelektual publik sebagai pemikir. Sebagai pemikir, intelektual publik akan terus gelisah atas kondisi yang tidak sesuai dengan yang dicita-citakan. Karenanya, ia pun akan mencari penjelasan atas beragam masalah yang dihadapinya. Intelektual publik pun kerap terlibat dalam diskusi lintasdisiplin untuk memahami masalah secara lebih utuh. Pemahaman atas masalah yang baik menjadi basis untuk menawarkan beragam solusi.
4. Intelektual publik sebagai selebritas media. Keakraban dengan media menjadi salah satu penanda sebagai selebritas. Kemunculan pendapatnya pun ditunggu media karena penting untuk mengedukasi publik. Intelektual publik seharusnya melatih diri untuk semakin piawai menyederhanakan konsep rumit supaya bisa dipahami oleh publik. Selain itu, ia juga sensitif dengan masalah mutakhir yang terjadi.
5. Intelektual publik sebagai pengungkap kebenaran. Pengungkapan kebenaran dilakukan melantangkan pesan secara utuh dan tidak parsial dengan bingkai kepentingan. Intelektual publik, karenanya harus menjaga integritasnya untuk tidak terbeli untuk kepentingan sesaat atau kelompok tertentu dan mengorbankan kebaikan publik.
Daftar peran di atas tentu tidak lengkap. Beragam peran lain terbuka untuk dimunculkan dan didefinisikan.
Sambutan pada acara serah terima surat keputusan jabatan akademik profesor, Prof. Drs. Agus Widarjono, M.A., Ph.D. di Universitas Islam Indonesia pada 21 Juli 2022.
Mahasiswa UII Raih Pendanaan dan Pendampingan Wirausaha Kemendikbud
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil memperoleh hibah dana Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW) 2022 yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Mereka terdiri dari Ainun Na’im, Ahmad Rudy Chamid, dan Risky Safira Rosada. Pada ajang perlombaan tersebut, ketiganya memilih bidang usaha jasa dan perdagangan pada bisnis laundry untuk dilombakan. Usaha laundry tersebut merupakan milik salah satu anggota tim, Ainun Na’im. P2MW sendiri merupakan program pengembangan usaha mahasiswa yang telah memiliki usaha. Peserta P2MW akan mendapat bantuan dana pengembangan dan pembinaan, pendampingan serta pelatihan (coaching) usaha.
Read more