Menyikapi banyaknya generasi Z yang mengalami gangguan kesehatan mental, Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan diskusi panel dengan tema Interprofessional Education (IPE) dan Interprofessional Collaboration (IPC) pada Pelayanan Kesehatan Mental yang diselenggarakan pada Rabu (22/01) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.

Acara yang dihadiri sebanyak 180 mahasiswa Program Studi Kedokteran Blok 2.4 dan Profesi Psikologi Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya (FPSB) dimoderatori oleh Dr. dr. Yaltafit Abror Jeem, M.Sc sebagai dosen Fakultas Kedokteran (FK) UII yang dibersamai oleh tiga pemateri yaitu dr. Baiq Rohaslia Rhadiana, M.Sc., Sp.KJ, Dr. RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog dan dr. Retno Pramudyaningtyas R, M.Med.Sc., Sp.KJ.

Sebelum diskusi panel dimulai, peserta diberi pernyataan kasus sebagai trigger atau pemicu diskusi yang diilustrasikan tentang kisah dokter baru yang kebingungan saat didatangi oleh seorang perempuan berusia 20 tahun yang melakukan percobaan bunuh diri saat ia bertugas malam hari di sebuah instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit.

“Melihat dari kasus seperti ini, kita tidak bisa menanganinya sendiri. Selain dokter harus punya integritas, tapi juga kita harus kolaborasi. Itu salah satu kunci juga dalam menghadapi kasus seperti ini,” Ujar Dr. Jeem menimpali jawaban dari salah satu peserta.

Dr. Jeem juga menjelaskan bahwa dokter umum yang pertama kali menerima kasus ini mempunyai batasan-batasan tertentu. Peran dokter umum hanya untuk penanganan awal dan kemudian dirujuk oleh dokter yang lebih ahli. Menurutnya, kasus seperti ini juga dapat melibatkan sektor lain seperti keamanan dan polisi jika diperlukan.

Menanggapi trigger kasus diatas, dr. Lia begitu sapaan akrab dari dr. Baiq Rohaslia melansir Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 bahwa 1 dari 10 dari orang di sekitar lingkungan kita mengidap gangguan mental bahkan orang-orang zaman sekarang dengan sukarela mendatangi psikiater khususnya gen Z sebagai pasien yang paling banyak ditemui.

“Kenapa mempelajari kolaborasi itu penting? Yang perlu temen-temen pahami disini ialah kita sebagai dokter bisa melayani pasien dengan baik dan optimal,” Jelas dr. Lia.  Senada, dalam konteks ini, Dr. Jeem menyimpulkan seorang dokter hanya menjadi penghubung kepada profesi lain yang lebih spesifik agar pelayanan menjadi lebih bermutu dan optimal.

Dilanjutkan oleh Dr. RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog membahas tentang UU dan pedoman dasar untuk psikologi klinis disebut dengan PNPPK (Pedoman Nasional Pelayanan Psikologi Klinis) yang menjelaskan penanganan yang diberikan kepada pasien dengan gejala tertentu. Mengingat tingginya masalah kesehatan mental, Ia juga menyinggung profesi psikolog klinis menjadi tenaga kesehatan yang krusial sehingga harus ada di pusat kesehatan masyarakat.

 “Nah, jadi pasien dan keluarga sebagai center pelayanan dibantu dengan profesi-profesi lain yang mewujudkan bentuk kolaborasi seperti apoteker, nutrisionis, teknisi medis, terapi fisik, psikologi klinis dan ada perawat dan bidan. Semuanya saling memberikan kontribusi dan memberikan sinergi,” ungkap Dr. Retno.

Pemateri terakhir, dr. Retno Pramudyaningtyas R, M.Med.Sc., Sp.KJ. membahas implementasi Interprofessional Collaboration (IPC) di RSJ Grhasia. Ia memaparkan IPC dalam pelaksanaannya dapat melatih kerja sama tim dari profesi lain untuk menangani pasien dan di sisi lain dapat menurunkan komplikasi yang tentunya dibantu oleh tenaga kesehatan profesional seperti perawat, psikolog, apoteker, dan lain sebagainya.

Dengan pemaparan materi tentang IPC atau kolaborasi diharapkan mahasiswa dapat belajar dengan berbagai profesi agar bisa memahami peran dan keterbatasannya. Sehingga mampu menghasilkan pelayanan yang baik dan optimal khususnya bagi pasien dengan gangguan kesehatan mental. (NKA/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) peringati Milad ke-82 dengan mengangkat tema UII Mengerti Bumi. Disampaikan Rektor UII Fathul Wahid dalam Media Gathering UII 2025 pada Selasa (21/01), tema ini sarat akan banyak makna. Menurut Rektor, bumi bukan hanya tempat berpijak tetapi bumi sebagai tempat tinggal semua penghuninya harus dilestarikan dan dirawat.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar kuliah tamu yang menghadirkan dua dosen dari An-Najah National University Palestina, yakni Prof. Dr. Allam S.A. Mousa dan Dr. Waleed M.O. Sweileh. Acara ini turut didampingi oleh Duta Besar Palestina untuk Indonesia, H.E. Dr. Zuhair S.M. AlShun yang diselenggarakan oleh Direktorat Kemitraan dan Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) UII. Read more

Program Studi Profesi Arsitek (PPAr) UII sebagai mitra Pemerintah Kota Yogyakarta dalam merancang beberapa pembangunan kawasan layak huni di Kota Yogyakarta menghadiri acara peresmian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Layak Huni RT.02 RW.01 Kalurahan Terban pada Rabu (15/1) di Kawasan Permukiman Layak Huni Kalurahan Terban yang dihadiri oleh Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII, Prof. Ar. Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika dan Ketua PPAr UII, Dr. Yulianto Purwono Prihatmaji, S.T., M.T. Kegiatan ini diresmikan oleh Penjabat Walikota Yogyakarta, Sugeng Purwanto dengan penandatanganan prasasti penanda serta pemberian kunci rumah kepada perwakilan masyarakat. Read more

Jurusan Informatika Universitas Islam Indonesia (UII) resmi membuka Program Studi Informatika Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dalam rangkaian acara Informatics Expo 2024, pada Sabtu (11/1) yang digelar di Pakuwon Mall Jogja. Read more

Universitas Islam Indonesia  (UII) kembali mendapatkan doktor baru bidang studi kependidikan Islam yakni Dr. Syaiful Yusuf, S.Pd.I., M.Pd.I yang sebelumnya menamatkan jenjang sarjana pada Program Studi Pendidikan Agama Islam di UII dan jenjang magister di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hadir sebagai promotor dari Dr. Syaifulloh Yusuf yakni Prof. Dr. Hj. Marhumah, M.Pd dan Prof. Dr. Aziz Muslim, M.Pd. Sedangkan jajaran penguji terdiri dari Dr. Raden Rachmy Diana, S.Psi., M.A., Psi, Dr. Arif Rohman, M.Si., Prof. Dr. Imam Machali., S.Pd.I., M.Pd., dan Dr. Muqowim, S.Ag., M.Ag. Read more

Berapa potensi pengeluaran mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama setahun? Angka di atas adalah jawabannya: Rp15,74 triliun per tahun atau Rp1,31 triliun per bulan atau Rp43,72 miliar per hari. Angka itu setara dengan 8,71 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDBR).

 

Kontribusi mahasiswa

Kehadiran sekitar 442 ribu mahasiswa tentu sangat penting. Sekitar 75 persen dari mereka berasal dari luar DIY. Karenanya, kontribusi mereka sangat luar biasa. Pengeluaran mereka (Rp3,06 juta per bulan) lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa lokal (Rp2,15 juta). Nominal ini belum termasuk biaya pendidikan yang dibayarkan ke kampus dengan nominal bervariasi.

Data tersebut diambil dari hasil Survei Biaya Hidup Mahasiswa DIY yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY. Laporannya dirilis beberapa waktu lalu. Sulit untuk tidak bersepakat, jika kontribusi mahasiswa sangat signifikan dalam menggerakkan roda ekonomi lokal.

Banyak sektor bisnis terkait mahasiswa yang mendapatkan manfaat langsung. Sektor kuliner rata-rata menerima sekitar Rp780 ribu per mahasiswa selama sebulan. Proporsi pengeluaran untuk makan dan minum adalah yang paling tinggi, sebesar 26 persen dari belanja bulanan.

Pengeluaran besar setelahnya di sektor gaya hidup, yang meliputi antara lain perawatan kulit, berkumpul di kafe, rekreasi/hiburan, dan olah raga. Nominalnya sekitar Rp685 per bulan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan biaya tempat tinggal yang menempati urutan ketiga, dengan angka pengeluaran sekitar Rp655 ribu. Tentu ada komponen pengeluaran lain, seperti untuk transportasi, komunikasi, kesehatan, belanja keperluan pribadi, dan cuci pakaian.

 

Perhatian bersama

Melihat dampak ekonomi yang signifikan dari kehadiran mahasiswa, yang sebagian besar pendatang, perhatian serius sudah seharusnya diberikan oleh semua pemangku kepentingan terkait. Termasuk di dalamnya pemerintah dan masyarakat.

Pemerintah dapat terlibat dengan memikirkan program yang relevan untuk perguruan tinggi. Membantu promosi, memastikan keamanan, dan meningkatkan layanan transportasi publik adalah beberapa di antaranya.

Masyarakat juga serupa. Salah satu kontribusinya adalah menyambut mahasiswa pendatang dengan suka cita dan memastikan kenyamanannya. Tentu, ini bukan berarti menoleransi apa pun yang dilakukan oleh mahasiswa. Justru masyarakat bisa membantu dalam mendidik mahasiswa dengan mengenalkan nilai-nilai jogjawi yang ramah, santun, dan menghargai liyan. Lunturnya nilai-nilai jogjawi ini menjadi salah satu hal yang dikeluhkan oleh orang tua mahasiswa.

Selama ini, perguruan tinggi seakan-akan menjadi satu-satunya pihak yang paling berkepentingan dan harus bertanggung jawab untuk hal yang terkait dengan menarik mahasiswa ke DIY. Ketika ada oknum mahasiswa yang bermasalah di tempat tinggalnya, sebagai contoh, tak jarang masyarakat melayangkan komplain ke pihak kampus. Seharusnya ini menjadi tanggung bersama.

Pun, ketika dalam beberapa tahun terakhir, banyak perguruan tinggi lokal berteriak karena secara umum cacah mahasiswa barunya menurun, suaranya seakan hilang ditelan kegelapan malam. Sirna tanpa jejak. Kampus seperti berjuang sendirian.

Tentu, misi utama perguruan tinggi adalah menghasilkan lulusan yang mumpuni dan menghasilkan karya akademik yang berkualitas. Namun, perguruan tinggi juga perlu dianggap penting dalam memutar ekonomi lokal.

Sekaranglah saatnya menyatukan langkah para pemangku kepentingan dengan bingkai kesadaran kolektif yang diperbarui: bahwa di sana ada kepentingan bersama. Tulisan ini dibuat untuk memantik kesadaran tersebut, karena kampus tidak punya hak menginstruksikan pemerintah dan memerintah masyarakat. Misi utamanya adalah menguatkan DIY sebagai salah satu penjuru atau jika mungkin penjuru utama pendidikan nasional.

Tanpa langkah bersama, jangan kaget jika predikat DIY sebagai ‘kota’ pendidikan agak memudar. Semoga bukan ini yang terjadi.

 

Tulisan sudah dimuat dalam Kolom Analisis Kedaulatan Rakyat 9 Januari 2025

Fathul Wahid

Rektor Universitas Islam Indonesia

2022-2026

Program Studi Profesi Arsitek Universitas Islam Indonesia (PPAr UII) bersama dengan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta melakukan kegiatan Paparan Perencanaan Penataan Kawasan Permukiman Kelurahan Bumijo pada Selasa (07/01) di Kantor DPUPKP Kota Yogyakarta. Read more

Ikatan Keluarga Ibu-Ibu (IKI) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar pertemuan rutin yang dikemas dalam bentuk talkshow bertema “Perlindungan Hukum bagi Nasabah Pinjaman Online.” Acara ini berlangsung pada Jumat (31/1) di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.

Fakultas Hukum (FH) UII selaku penyelenggara mengangkat tema ini sebagai respons terhadap maraknya kasus pinjaman daring yang kerap merugikan masyarakat. Talkshow menghadirkan Dr. Inda Rahadiyan, S.H., M.H., dosen FH UII sebagai narasumber dan Catur Septiana Rakhmawati sebagai moderator. Selain diskusi utama, kegiatan ini juga diramaikan oleh berbagai bazar yang menawarkan makanan, layanan kesehatan, pakaian, perhiasan, hingga kosmetik.

Mengawali acara, Ketua IKI FH UII, Putri Dewi Tunggal, S.Pd.SI., M.Pd., menyampaikan rasa terima kasih dan kebanggaannya atas keberadaan IKI UII yang terus menjadi wadah silaturahmi sekaligus tempat belajar bagi para ibu-ibu.

Sementara itu, Ketua IKI UII yang diwakili oleh Prof. Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si., dalam sambutannya turut mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya pertemuan ini. Ia menekankan pentingnya tema yang diangkat mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami risiko kejahatan digital, khususnya dalam pinjaman daring.

Dalam sesi talkshow, Dr. Inda Rahadiyan menjelaskan secara singkat mekanisme pinjaman online dan dampaknya. Menurutnya, meskipun pinjaman online bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dana cepat, realitasnya banyak orang memanfaatkannya bukan untuk kebutuhan mendesak, melainkan keinginan konsumtif.

“Pinjaman online sebenarnya memiliki tujuan baik, yakni memberikan akses keuangan kepada yang membutuhkan. Namun, sering kali digunakan untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti aspek perlindungan hukum bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi pinjaman daring. Menurutnya, risiko terbesar justru berada di pihak pemberi pinjaman karena sistem pinjaman online memungkinkan siapa saja mengakses layanan tanpa jaminan.

“Yang paling berisiko mengalami kerugian sebenarnya adalah pihak pemberi pinjaman, bukan peminjam. Sebab, siapa pun bisa mengakses pinjaman online tanpa harus memberikan jaminan,” jelasnya.

Sebagai penutup, Dr. Inda menegaskan bahwa masyarakat harus lebih bijak dalam berutang, terutama jika tujuannya hanya untuk membeli barang konsumtif seperti gawai atau barang mahal lainnya.

Selain sesi talkshow, acara juga diisi dengan sesi tutorial kecantikan oleh tim jenama kosmetik wajah Make Over. Dalam sesi ini, peserta diberikan tips mengenai teknik tata rias wajah alami yang tetap membuat wajah terlihat segar dan menarik. Mereka juga diajarkan cara memilih warna bedak yang sesuai dengan warna kulit agar hasil riasan tampak lebih alami. (GRR/AHR/RS)

Agama memiliki peran yang penting dalam menciptakan kerukunan sosial. Namun demikian, agama dan demokrasi dikenal tidak senantiasa memiliki hubungan yang harmonis. Guna mendiskusikan hal tersebut, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar School of Democracy and Diversity (Sekolah Demokrasi dan Keberagaman) pada Jumat (27/12) di Hotel MM UGM.

Read more