Career mentoring kembali digelar oleh Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni Universitas Islam Indonesia (DPKA UII) dengan menghadirkan alumni UII yang dinilai telah sukses meniti karier. Melalui kegiatan ini diharapakan alumni yang dihadirkan dapat menjadi mentor para mahasiswa dalam merancang aktivitas pengembangan kariernya sesuai dengan yang diharapkan.
Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi tuan rumah program MASUDEM (Master Studies in Sustainable Development and Management) yang digelar pada 12-15 September 2023. Penyelenggaraan program MASUDEM yang didanai oleh Erasmus+ tersebut merupakan yang ke tiga setelah sebelumnya diselenggarakan di Bratislava Slovakia dan Sevilla Spanyol. Kali ini agenda MASUDEM diisi dengan seminar internasional bertemakan “Integrasi Kurikulum Keberlanjutan dalam Institusi Pendidikan Tinggi”.
Read more

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII), menggelar seminar Kekerasan Terhadap Anak bertajuk “Pentingnya Pengetahuan tentang Kekerasan Terhadap Anak bagi Pelajar SMA”, pada Sabtu (9/9) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito UII. Seminar menghadirkan pembicara dr. M. Bherbudi Wicaksono, Sp.A. dan dihadiri siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan masyarakat umum. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran kolektif akan pentingnya memahami tindakan pencegahan kekerasan sejak usia anak-anak.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) dan Association of Chartered Certified Accountants (ACCA) menggelar selebrasi 10 tahun kerjasama yang telah terjalin di Hotel Le Meridien Jakarta pada tanggal 7 September 2023. Julia Simatupang, Country Manager dan Chief Representative ACCA Indonesia dalam sambutannya menjelaskan bahwa acara bertajuk “ACCA Indonesia Reception 2023” diselenggarakan bersamaan dengan peringatan satu dekade kerjasama UII dan ACCA. Rangkaian acara juga ditandai dengan penandatangan perpanjangan Memorandum of Understanding (MoU) antara UII dan ACCA.
Read more

Yogyakarta—Universitas Islam Indonesia (UII) and the Association of Chartered Certified Accountants (ACCA) celebrated their 10-year cooperation anniversary at the Le Meridien Hotel in Jakarta on 7 September 2023. Read more

Program Studi (Prodi) Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali meraih Juara Umum dalam Kompetisi Ilmiah Mahasiswa Psikologi (KIMPSI) Universitas Islam IV-2023. Kompetisi mahasiswa tingkat nasional ini diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Inter-Islamic University Conference on Psychology Forum (IIUCP Forum). Forum yang telah berdiri 10 tahun yang lalu ini diketuai oleh Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si, M.Ag., Psikolog. Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang bertindak sebagai tuan rumah penyelenggaraan KIMPSI Universitas Islam IV-2023 pada 25 Agustus 2023.
Read more

Jurusan Farmasi Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Kajian Islam Sains & Teknologi (KAIST) dan Kuliah Umum dengan tema “Peptidas as Targeted Drug Delivery System” pada Kamis (22/9) di Auditorium Lantai 4 Gedung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) pada Kamis (7/9). Kajian menghadirkan narasumber yakni, Prof. Teruna J. Siahaan selaku pengajar School Of Pharmacy, Kansas University, US.

Read more

Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) ang berlangsung pada Selasa lalu (5/9), Ibaraki University mengadakan sesi kuliah umum dalam rangka memperkenalkan kampusnya pada sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII). Kegiatan tersebut diadakan di Gedung K.H. Mas Mansyur, Fakultas Teknologi Industri (FTI) UII pada Kamis (7/9).

Read more

Tidak mengada-ada! Nurani akademik saya terusik ketika melihat beberapa poster undangan menulis beberapa jurnal ilmiah di Indonesia di linimasa media sosial. Poster tersebut menuliskan secara eksplisit, bahwa pengelola jurnal dapat melayani penomoran mundur untuk keperluan pengisian beban kinerja dosen (BKD) yang wajib diisi oleh dosen setiap semester.

Poster lain memuat hitung-hitungan. Meski harus membayar dalam jumlah tertentu, tetapi dosen penulis masih untung karena nominal biayanya lebih rendah dibandingkan akumulasi tunjangan sertifikasi dosen yang diterima. Ada analisis laba-rugi di sana. Elok nian!

Sekilas tidak ada yang salah. Pun tidak ada yang berpendapat miring, baik dalam kolom komentar maupun grup media media. Sialnya, saya pun tidak punya keberanian untuk mengomentari secara langsung, karena pertimbangan mudarat-maslahat. Saya berharap, saya tidak sendirian terbenam dalam kegalauan, ketika menemukan fenomena ini. Bisa jadi, sebagian dosen langsung berseloroh ini masih wilayah ‘abu-abu’.

 

Alasan pembenar

Dalam diskusi informal terbatas, isu tersebut kadang dibahas. Beberapa alasan pembenar pun bermunculan. Termasuk di antaranya adalah beban dosen yang terlalu tinggi, sehingga tidak mungkin melakukan riset dengan baik. Secara satiris, alasan ini diilustrasikan sebagai Doctor Strange, tokoh rekaan Marvel, dengan tangan banyak yang setiapnya menyimbolkan tugas dosen.

Alasan lain ikut menimpali, terkait penghasilan dosen yang rendah, sehingga sebagian harus mencari cara yang menyita waktu dan energi untuk menjamin keberlangsungan hidup. Betul, di sebagian perguruan tinggi, dosen terperhatikan dengan baik dan mendapatkan penghasilan yang mencukupi. Tetapi, tidak demikian halnya di banyak perguruan tinggi lain. Survei terkait kesejahteraan dosen di Indonesia ikut menguatkan klaim ini.

Meskipun alasan-alasan di atas merupakan fakta sosial yang tidak mudah ditampik, apakah itu dapat menjadi pembenar penggadaian integritas akademik?

Integritas akademik seharusnya berada di atas formalitas yang terlihat. Ada nilai-nilai luhur yang berhak dijaga dengan baik oleh kalangan dosen, termasuk kejujuran dan tanggung jawab.

 

Integritas akademik

Banyak aspek yang dapat didaftarkan di sini. Yang paling awal adalah motivasi atau niat dalam publikasi ilmiah. Tentu, kita sepakat, niat bersifat personal. Selain itu, juga tak ada seorang pun di muka bumi uang berhak memaksakan niat kepada orang lain. Riset menemukan bahwa dosen tidak selalu merespons baik terhadap stimulus eksternal. Motivasi intrinsiknya lebih kuat. Karenanya, di sini, kesadaran etis personal dosen menjadi sangat penting.

Beragam motivasi mulia publikasi ilmiah, dapat ditulis di sini, termasuk kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, peningkatan manfaat hasil riset, dan edukasi khalayak yang lebih luas.

Apakah tidak boleh menggunakan motivasi lain? Tidak ada yang berhak melarang. Di sana ada beragam niat. Di antaranya untuk mendapatkan insentif, mendukung karier akademik, dan meningkatkan profil personal.

Apapun motivasinya, pertanyannya sama: apakah layak menjadi alasan pelanggaran integritas akademik?

 

Godaan jalan pintas

Saya berharap, jawaban jujur atas pertanyaan di atas cenderung ‘tidak’. Meski di lapangan teriakan ‘tidak’ tersebut masih terdengar sayup-sayup. Poster yang diungkap di atas merupakan sebagian buktinya. Sikap diam yang ada pun bisa jadi juga indikasi persetujuan atau toleransi.

Kehadiran jalan pintas pun akhirnya menggoda para dosen melanggar integritas akademik.  Hal ini bisa mewujud dalam beragam trik, termasuk menjadi ‘penumpang gelap’ (free rider) dengan mengklaim kepengarangan tanpa kontribusi yang jelas dan pemilihan kanal publikasi yang tidak terjamin mutunya karena tanpa melalui proses penelaahan sejawat (peer review) yang memadai. Termasuk dalam kelompok terakhir adalah sengaja melakukan publikasi pada jurnal yang terindikasi pemangsa (predatory journals), yang biasanya mengharuskan penulis untuk membayar sejumlah uang. Meski harus dicatat, tidak semua jurnal yang mengenakan biasa, masuk ke dalam katogori ini.

Modus pelanggaran integritas akademik masih banyak, termasuk dengan fabrikasi dan falsifikasi data serta plagiarisme. Fabrikasi data dilakukan dengan memproduksi data yang sebetulnya tidak pernah ada atau dikumpulkan. Falsifikasi dilakukan dengan menambah, mengurangi, atau mengubah data supaya sesuai dengan keinginan penulis, termasuk untuk membuktikan hipotesis.

Plagiarisme atau penjiplakan sering kali dipahami sebagai isu teknis, selama tidak ketahuan oleh mesin pengecek, dianggap tidak bermasalah. Mesin pengecek plagiarisme dapat dikecoh dengan strategi tertentu.

Plagiarisme adalah isu etika. Yang paling tahu, apakah sebuah tulisan mengandung praktik plagiarisme adalah penulisnya. Proses penulisan menentukan ini semua. Yang dibutuhkan hanya kejujuran dan keberanian mengakuinya.

Menolak godaan jalan pintas tidak selalu mudah, tetapi tidak ada pilihan lain, jika kita ingin menjaga integritas akademik. Jika tidak, masihkah kita ingat pepatah: guru kencing berdiri, murid kencing berlari? Saya tidak punya keberanian untuk membayangkan.

Tulisan ini sudah tayang di Kolom Analisis Harian Kedaulatan Rakyat edisi 7 September 2023.