Menyambut para doktor baru di setiap penghujung tahun merupakan momen yang membahagiakan. Kali ini, sebanyak 18 dosen Universitas Islam Indonesia (UII) telah menyelesaikan studi doktor. Kehadiran mereka menggenapi dosen berpendidikan doktor menjadi 258 orang atau 32,65% dari keseluruhan 790. Saat ini, sebanyak 180 dosen masih dalam studi doktor.

Dari 18 doktor baru tersebut, 13 di antaranya mendapatkan beasiswa luar UII, baik penuh maupun parsial. Sebanyak 10 orang menempuh di berbagai universitas dalam negeri, sedang delapan menyelesaikan di beberapa negara, termasuk Taiwan,  Jepang, Austria, Australia, Malaysia. Yang lebih menggembirakan, sebanyak 5 di antara mereka adalah doktor perempuan.

 

Peran baru

Kehadiran 18 doktor baru akan memperkuat UII untuk semakin meningkatkan kualitas dalam menjalankan misinya: pembelajaran, riset, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah islamiah. Pelatihan selama menjalani program doktor tentu akan membuat mereka menjadi manusia baru. Mereka mendapatkan pengalaman akademik yang lebih kaya, perspektif yang makin luas, horizon pemikiran yang bertambah jauh, dan juga diharapkan, sensitivitasnya terhadap beragam masalah juga semakin tajam.

Untuk mencapai dan menguatkan itu semua, saya mengajak semua doktor baru, tentu juga termasuk pada doktor lama, untuk

  1. membuka diri berkolaborasi dengan dosen dan periset dari disiplin dan lembaga lain;
  2. menguatkan koneksi disiplin yang ditekuni dengan masalah nyata di lapangan;
  3. mengedukasi publik luas dengan konsep disiplin yang ditekuni dengan bahasa awam; dan
  4. meningkatkan kemampuan kepemimpinan dalam artian yang sangat luas, mulai kecakapan mengembangkan ide, adaptasi, komunikasi, mendengar, hubungan personal, eksekusi, sampai dengan berlatih merendahkan ego personal. Kemampuan kepemimpinan juga mengharuskan seseorang untuk membiasakan diri melihat hutan dan tidak hanya melihat satu pohon, melihat konteks lebih komprehensif dan tidak parsial.

 

Kemampuan adaptasi

Ada isu penting terakhir yang ingin saya sampaikan kepada semua doktor baru, yang belajar di berbagai universitas dengan keragaman tradisi dan fasilitasi. Kemampuan itu adalah adaptasi.

Tidak bisa disalahkan, ketika semuanya membayangkan UII mempunyai hal-hal baik yang ditemukan di kampus masing-masing ketika menempuh studi doktoral. Namun, semua bayangan itu tidak selalu sudah tersedia di lapangan.

Pilihannya dua: (1) kita selalu mengeluhkan tradisi dan fasilitasi yang mungkin berbeda, atau (2) terlibat aktif membuat masa depan bersama seperti yang Ibu/Bapak bayangkan.

Saya tentu berhadap yang kedua. Dengan demikian, masa proses adaptasi bisa dijalankan dalam damai dengan tetap menjaga hangat mimpi masa depan kolektif untuk bersama-sama diwujudkan. Di sini kadang perlu waktu dan momentum.

Sekali lagi selamat, dengan iringan doa semoga ilmu dan pengalaman yang didapatkan tidak hanya bermanfaat untuk pribadi tetapi bisa terpancar luas untuk menyinari kampus dan khalayak yang lebih luas.

Sambutan pada acara penyambutan doktor baru Universitas Islam Indonesia lulusan 2023 pada 21 Desember 2023.

Dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Ir. Elisa Kusrini, M.T. dan Prof. Rudy Syahputra, S.Si., M.Si., Ph.D. dikukuhkan sebagai profesor dalam Rapat Terbuka Senat Pidato Pengukuhan Profesor pada Selasa (19/12), di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII. Prof. Elisa Kusrini dikukuhknan sebagai Profesor Bidang Ilmu Manajemen Rantai Pasok, sementara Prof. Rudy Syahputra sebagai Profesor Bidang Ilmu Analisis Elektrokimia dan Remediasi Lingkungan. 

Read more

Sebagai bentuk usaha merawat akal sehat kolektif masyarakat menjelang tahun politik, Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan UIISorenyastra #2 di Selasar Utara Gedung Mohammad Hatta Perpustakaan Pusat UII (14/12). Read more

Guna mendorong proses pengembangan kerja sama, Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) menyambangi Fatih Sultan Mehmet Vakıf Üniversitesi (FSMVÜ), Turki, pada 12-13 Desember 2023. Kunjungan tersebut digelar untuk menginisiasi proses kemitraan di kedua universitas. Read more

Di tahun 2023 ini, siapa sih yang gak tau Merdeka Belajar Kampus Merdeka, atau yang biasa dikenal dengan MBKM? Pastinya, Sobat Ekis juga udah gak asing kan dengan program – program MBKM yang banyak diikuti oleh banyak mahasiswa kini. Contohnya seperti 70 Mahasiswa Program Studi Ekonomi Islam yang berhasil lolos program MSIB (Magang dan Studi Independent Bersertifikat) dari MBKM. Read more

Mahasiswa Prodi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil meraih juara I dan II pada Kompetisi International MERMC kategori enterprise di Universiti Tunku Abdul Rahman, Campar Campus Malaysia pada Kamis (30/11) hingga Sabtu (2/12) 2023. Kompetisi ini merupakan kompetisi tahunan MonsoonSIM Enterprise Resources Management Competition (MERMC) yang diikuti beberapa universitas dari berbagai negara.

Read more

Pusat Studi HAM (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) meluncurkan buku bertajuk “Metodologi Hukum Hak Asasi Manusia: Nalar, Praktik, dan Tantangannya dalam Sistem Peradilan di Indonesia” pada Selasa (12/12) di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center. Hadirnya buku ini diharapkan dapat mengembangkan diskursus tentang hukum hak asasi manusia. Read more

Dalam mempererat jalinan relasi kemitraan dan alumni, Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyelenggarakan Jumpa Mitra dan Alumni bertempat di Ballroom Kasultanan, Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, pada Sabtu (9/12). Tidak kurang dari 80 mitra dan alumni menghadiri kegiatan rutin tahunan tersebut, meliputi sesi paparan implementasi kerja sama, kealumnian, serta diskusi bersama mitra dan alumni.

Hingga kini, UII menjalin 229 kerja sama, baik domestik maupun mancanegara. Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan rasa syukur atas kerja sama yang dijalankan secara produktif selama 2023. “Kita maju bersama. Dan kami berharap, ikhtiar kolektif tersebut akan berlanjut di tahun-tahun mendatang. Untuk itu, sekali lagi kami ucapkan terima kasih. Kami hari ini patut berbangga karena punya kawan banyak,” ucapnya.

Menurut Prof. Fathul, apabila hendak pergi cepat, maka dapat pergi sendiri. Namun mengingat UII yang bertekad pergi lebih jauh, maka kemitraan menjadi bagian penting dari perjalanan tersebut. “Insyaallah banyak hal yang sudah kita jalankan bersama, dan masih banyak pekerjaan rumah yang masih bisa kita tuntaskan bersama-sama ke depan,” sebutnya.

Mengenai progres implementasi kerja sama, Ia menyampaikan bahwa UII  mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI), Direktorat Pengembangan Karier & Alumni (DPKA), hingga Pengurus Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII.

“Alhamdulillah, hubungan kami baik sekali. Ini hal yang sangat baik. Sehingga, program-program besar, program-program baik selalu didukung oleh Pengurus Yayasan Badan Wakaf dan itu bagi kami adalah modal yang sangat, sangat penting,” ungkapnya.

Meskipun pandemi sempat memperlambat perkembangan institusi, namun situasi demikian tidak menghentikan perkembangan UII. Di samping mitra, dukungan juga hadir dari alumni melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UII maupun jejaringnya di tingkat DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) dan DPD (Dewan Pimpinan Daerah).

“Sampai hari ini, sudah ada 30 DPW yang tersebar di seluruh Indonesia. Sudah ada juga di 37 kabupaten/kota, dan sudah terbentuk 8 IKA program studi. Termasuk juga ada DPW khusus, salah satunya ada di Australia. Dan kita berharap ke depan semakin banyak yang akan dibentuk, termasuk juga di wilayah Eropa. Karena alumni kami menyebar tidak hanya di pojok-pojok tanah air, tetapi juga sampai ke mancanegara,” terangnya.

Prof. Fathul berharap diskusi kerja sama tersebut dapat memberi kebermanfaatan dan keberkahan, baik bagi UII, mitra, maupun alumni. “Bisa memberikan masukan kepada kami. Apa hal-hal yang mungkin kita elaborasi ke depannya, apa poin-poin yang mungkin kita tingkatkan di masa mendatang, dan apa catatan-catatan yang ibu bapak berikan kepada kami untuk menjadi lebih baik di masa depan,” pungkasnya.

Potret Capaian Kemitraan UII

Di kesempatan yang sama, Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., memaparkan laporan implementasi kerja sama UII untuk tahun 2023 yang didasarkan pada Catur Dharma, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat, serta dakwah Islamiyah yang merujuk pada Rencana Strategis (Renstra) Periode 2022-2026, utamanya Tujuan Strategis Nomor 3, yakni “Pelebatan manfaat melalui perluasan jangkauan jejaring dan peningkatan dampak.”

Sampai sekarang, terdapat 180 perjanjian kerja sama melalui Memorandum of Understanding (MoU) dengan mitra domestik, namun yang dilanjutkan dengan Memorandum of Agreement (MoA) hanya berkisar 30 atau 17%. Hal demikian cukup timpang dengan kerja sama internasional yang berjumlah 49 dengan MoA yang berjumlah 25 atau 51%.

“Karena yang hadir di sini ini adalah mitra-mitra domestik, kami berharap kita bisa memikirkan lebih lanjut kira-kira apa sih aktivitas yang nanti bisa direalisasikan, sehingga perjanjian kerja sama ini bisa kemudian meningkat implementasinya,” harapnya.

Lebih lanjut, UII juga aktif dalam kemitraan konsorsium nasional, seperti Aptisi (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), BKSPTIS (Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia), serta NUNI (Nationwide University Network in Indonesia atau Jejaring Perguruan Tinggi Nusantara).

Mendorong Upaya Internasionalisasi

UII pula terlibat dalam sejumlah konsorsium internasional, termasuk Passage 2 ASEAN (P2A), ASEAN Sandbox Conference, ASEAN School of Business Forum, SEAMEO (Southeast Asian Ministers of Education Organizations), hingga berbagai proyek Erasmus yang didanai Komisi Eropa (European Commission).

“Contoh misalnya ada salah satu proyek Erasmus bernama Erasmus+ BUiLD (Building Universities in Leading Disaster Resilience), jadi menguatkan universitas dalam konteks kebencanaan. Itu ada 7 universitas di Indonesia ditambah dengan 4 di Eropa. Jadi sekali proyek berjalan selama 3-4 tahun, itu ada lebih dari 10 universitas bergabung di situ,” ujarnya.

Mengenai implementasi mobilitas internasional, UII cukup berpartisipasi aktif melalui program singkat (short program), pengelolaan 19 program gelar ganda (double degree) bersama universitas mitra, maupun transfer kredit. Selain itu, UII juga ikut dalam kegiatan SEA-Teacher (program pertukaran internasional untuk mengajar di sekolah mitra) maupun transfer kredit melalui ICT (International Credit Transfer) serta IISMA (Indonesian International Student Mobility Awards).

“Dari data yang kami peroleh, tahun ini total jumlah awardees (IISMA) dari UII ini ada 48, total sejak 3 tahun yang lalu. Kemudian ada 14 negara yang menjadi negara tujuan, dan jumlah Prodi-nya ada 13,” jelasnya.

 

Selain program jangka pendek, guna mendorong internasionalisasi, ditawarkan pula program gelar penuh (full degree) bagi mahasiswa asing untuk studi di UII, utamanya melalui program FGLS (Future Global Leaders Scholarships) serta KNB (Kemitraan Negara Berkembang) yang merupakan beasiswa dari Pemerintah Indonesia. Saat ini, sejumlah 135 mahasiswa internasional dari 24 negara berkuliah di UII.

Ke depan, pengembangan sistem informasi melalui layanan UIIGateway juga akan dijajaki guna mendukung rencana dan implementasi kerja sama di UII. “Cukup banyak. Yang ingin saya fokuskan di sini ada dua. UIIMobilitas, yaitu manajemen mobilitas sivitas akademika UII secara internasional, kemudian UIIKemitraan ini sedang dalam proses yang itu nanti akan merapikan pengelolaan kemitraan di UII,” pungkasnya. (JRM/RS)

Atas nama UII, saya menyambut baik penulisan dan penerbitan buku berjudul Metodologi Hukum Hak Asasi Manusia: Nalar, Praktik, dan Tantangannya dalam Sistem Peradilan Indonesia yang diluncurkan dan didiskusikan hari ini. Saya juga ingin mengajak semua hadirin untuk memberikan apresiasi yang tinggi kepada ikhtiar kolektif ini, yang melibatkan penulis lintas lembaga dan dengan dukungan penuh dari The Norwegian Center for Human Rights (NCHR) atau Norsksenter for menneskerettigheter, Universitas Oslo.

Kita semua berharap, kehadiran buku langka ini akan menjadi referensi bermakna untuk pembaruan hukum di tanah air, terutama terkait inklusi hukum hak asasi manusia dalam sistem peradilan di Indonesia.

 

Hukum kontekstual

Saya harus melakukan pengakuan di depan. Latar belakang saya sama sekali tidak terkait dengan hukum.

Saya diberi buku yang akan diluncurkan beberapa waktu lalu. Tentu, saya menyambutnya dengan antusias dan memulai membacanya. Paling tidak sebagian isi buku. Bagian epilog yang ditulis oleh Bapak Andriaan Bedner pun saya baca. Meski tidak dapat mencerna semua poin, saya sebagai orang awam hukum, menangkap banyak poin penting.

Saya pun akhirnya teringat kisah Nenek Minah yang terjadi 14 tahun lalu, pada 2009.

Nenek Minah, pada saat itu, selepas memanen kedelai di Perkebunan Rumpun Sari Antan (RSA), Purwokerto. Dalam perjalanan pulang melihat kakao matang di perkebuan tempat ia bekerja, dan dia ingin memetiknya. Tiga buah kakao dipetiknya dan diletakkan di bawah pohon.

Dia ingin mengambil biji kakao untuk disemai di kebunnya sendiri. Mandor perkebunan memergokinya. Nenek Minah langsung meminta maaf dan menyerahkan ketiga kakao tadi.

Sekitar seminggu kemudian, Nenek Minah menerima surat panggilan dari kepolisian atas dugaan pencurian. Proses hukum pun bergulir.

Akhirnya Nenek Minah dijatuhi hukuman 1 bulan 15 hari karena mencuri 3 buah kakao seberat 3 kg seharga Rp6.000, meski dia tak perlu menjalani hukuman itu, dengan catatan tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan tiga bulan.

Tentu, di luar kapasitas saya untuk membahas kasus ini lebih lanjut. Namun, hati nurani saya melihat ada yang “aneh” dalam kasus tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan kasus-kasus besar lain, seperti korupsi.

Sekilas saya lacak latar belakang Nenek Minah. Dia miskin. Untuk ongkos perjalanan menghidiri sidang dengan biaya ojek dan angkutan umum Rp50.000 juga sangat berat.

Banyak pertanyaan yang muncul di benak saya: Apakah itu yang dinamakan keadilan? Apakah hukum memang harus saklek atau kaku tanpa melihat konteks? Ataukah ada perspektif lain?

 

Tirani meritokrasi

Pekan lalu, oleh seorang kawan, saya diberi hadiah sebuah buku, berjudul The Tyranny of Merit. Penulisnya Michael J. Sandel, profesor di Harvard Law School.

Pesan besar yang diusung oleh buku ini adalah, bahwa ketika kesenjangan atau ketimpangan masih ada dan apalagi tajam, prinsip meritokrasi hanya akan mendemoralisasi atau melemahkan semangat mereka yang tertinggal.

Dalam tafsiran sederhana saya, jika hak-hak dasar manusia atau warga negara belum bisa terpenuhi maka maka lapangan permainan tidak akan menjadi landai. Akibatnya, dapat dipastikan jika ada kompetisi atau tuntutan untuk patuh kepada standar tertentu, ada pihak yang merasa diuntungkan. Iklusivitas dan keadilan kemudian dipertanyakan.

Apakah mungkin ini juga berlaku dalam hukum? Saya dengar jika dalam hukum juga ada pilitik. Pembentukan hukum sebagai “standar” bersama, juga katanya tidak selalu kalis dari kepentingan. Ada potensi hak-hak dasar manusia diabaikan.

Jika ini benar, maka paling tidak sebagian hukum positif yang berlaku mengandung ruh ketimpangan. Apakah mungkin meritokrasi dalam konteks kesetaraan di depan hukum masih valid?

Saya tidak akan masuk lebih dalam, karena di luar kapasitas saya. Saya menyerahkan kepada ahlinya untuk mendiskusikannya.

 

Epilog

Sebelum mengakhiri sambutan. Izinkan saya, atas nama UII, khusunya Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PusHAM) UII, dalam kesempatan baik ini menyampaikan terima kasih kepada Direktur The Norwegian Center for Human Rights (NCHR), Oslo University, Norway, diwakili oleh Aksel Tømte.

NCHR sudah memberi dukungan yang luar biasa kepada PusHAM UII sejak 2006 sampai saat ini, dan hanya mengalami hiatus selama dua tahun pada 2017-2018. Selama periode kerja sama tersebut, NCHR sudah mengucurkan dana sekitar Rp36 miliar untuk beragam program bersama.

Sampai saat ini, lebih dari 350 dosen dari seluruh Indonesia telah menjadi alumni pelatihan Hukum HAM yang diselenggarakan oleh PusHAM UII. Buku yang diluncurkan secara terbuka hari ini adalah yang ke-9 dengan dukungan penuh dari NCHR.

UII juga mengucapkan terima kasih kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung yang telah memberikan ruang sangat besar kepada PusHAM UII untuk belajar dan berkontribusi melalui Badan Litbangdiklatkumdil Mahkamah Agung. Insyaallah, kontribusi tersebut terus menempa dan memantapkan posisi PusHAM UII sebagai bagian institusi pembaru hukum di Indonesia.

Terima kasih sekali lagi saya sampaikan kepada semua narasumber, penulis buku, pembahas, dan hadirin sekalin. Selamat berdiskusi.

 

Referensi

Sandel, M. J. (2020). The tyranny of merit: What’s become of the common good?. Penguin UK.

Sambutan pada peluncuran buku Metodologi Hukum Hak Asasi Manusia: Nalar, Praktik, dan Tantangannya dalam Sistem Peradilan Indonesia pada 12 Desember 2023.