Sudah jamak diyakini bahwa meritokrasi adalah pendekatan yang paling pas untuk proses seleksi atau pengakuan di banyak konteks. Ini berlaku untuk konteks keluarga, kelas di sekolah sampai dengan negara, dan bahkan global.
Meritokrasi dan kesetaraan
Meritokrasi adalah suatu sistem atau filosofi yang didasarkan pada prinsip bahwa keunggulan individu dan prestasi mereka seharusnya menjadi dasar utama untuk pengakuan, promosi, dan penghargaan dalam suatu masyarakat atau organisasi.
Pendekatan ini sering kali dihadapkan dengan pendekatan lain yang didasarkan pada pertimbangan emosi atau preferensi personal. Dalam pendekatan kedua ini terdapat nuansa subjektivitas karena favoritisme, ketidaksukaan, dan sejenisnya.
Sistem seleksi atau pengakuan berbasis meritokrasi diharapkan akan memberikan keadilan untuk semua, karena prinsip kesetaraan. Semua orang mempunyai kesempatan dan akses yang sama.
Namun, perlu dipahami bahwa sistem tersebut valid hanya ketika asumsi awal terpenuhi. Jika tidak, maka ada beberapa konsekuensi yang perlu mendapatkan perhatian mereka penganut meritokrasi ‘buta’ yang tidak melihat konteks.
Cacatan meritokrasi
Beragam kritik atau paling tidak catatan diberikan kepada sistem meritokrasi ini (Sandel, 2020).
Berikut adalah beberapa di antaranya:
Pertama terkait dengan ketidaksetaraan awal. Meritokrasi berasumsi bahwa setiap individu memiliki akses yang sama terhadap peluang pendidikan dan pengembangan keterampilan. Namun, di banyak masyarakat, faktor-faktor seperti latar belakang ekonomi, etnis, dan geografi dapat menciptakan ketidaksetaraan awal yang sulit diatasi.
Kedua adalah soal pelanggengan ketidaksetaraan. Sistem meritokrasi dapat menjadikan ketidaksetaraan tetap ada dan bahkan membesar, karena individu yang sudah memiliki keunggulan awal memiliki peluang lebih besar untuk mencapai keberhasilan dan keunggulan berkelanjutan.
Ketiga berhubungan dengan kecenderungan mengabaikan aspek kemanusiaan. Fokus yang terlalu besar pada hasil dan keunggulan dapat mengabaikan aspek kemanusiaan seperti keadilan sosial, perawatan terhadap individu yang kurang beruntung, dan kebutuhan sosial yang lebih luas.
Keempat berkaitan dengan jebakan fokus pada hasil singkat. Sistem meritokrasi sering kali fokus pada hasil akhir, seperti pencapaian kinerja atau penilaian kinerja karyawan. Hal ini dapat mengabaikan proses atau metode yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan perilaku tidak etis atau penyalahgunaan.
Ilustrasi dan pertanyaan
Beberapa ilustrasi bisa diberikan. Misalnya, membandingkan kualitas sekolah di kota besar dengan fasilitas yang lengkap dengan sekolah di pedalaman yang bahkan atap gedungnya bocor, seharusnya menimbulkan pertanyaan.
Ketika seleksi sekolah didasarkan pada prestasi, tidak sulit memprediksi, dengan favoritisme, siswa yang pandai akan cenderung mengumpul di sekolah tertentu. Tentu sebaliknya, sekolah lain akan berisi siswa yang kurang pandai.
Jika kualitas sekolah pun timpang, bisa dibayangkan apa yang terjadi pada tahapan sekolah di tingkat yang lebih tinggi. Kesenjangan sangat mungkin akan semakin melebar, termasuk dalam akses ke dunia kerja, partisipasi ekonomi, dan juga keterlibatan dalam politik.
Pertanyaan besar: Bagaimana prinsip meritokrasi bisa diadopsi dengan mengurangi masalah ikutannya? Salah satunya dengan pendekatan afirmasi.
Afirmasi dalam banyak konteks bisa menjadi mandat moral untuk menjamin adanya keseteraan karena asumsi awal sistem meritokrasi tidak valid. Unjungnya adalah inklusivisme, ketika tidak ada orang yang tertinggal di belakang.
Bagaimana konsep ini relevan dengan disiplin masing-masing. Ini ada pekerjaan rumah setiap doktor baru dalam bentuk refleksi yang agak mendalam.
Elaborasi ringan poin sambutan pada acara penyambutan doktor baru Universitas Islam Indonesia lulusan 2023, 21 Desember 2023.
UII Sambut 18 Doktor Baru
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyambut dosennya yang telah menyelesaikan studi pada jenjang doktoral. Di tahun 2023 ini, sejumlah 18 dosen berhasil lulus dari berbagai universitas di dalam maupun luar negeri. Hingga saat ini tercatat cacah doktor UII sebesar 32,65 persen, atau sebanyak 258 dari total 790 dosen aktif.
Read more
Jebakan Meritokrasi
Sudah jamak diyakini bahwa meritokrasi adalah pendekatan yang paling pas untuk proses seleksi atau pengakuan di banyak konteks. Ini berlaku untuk konteks keluarga, kelas di sekolah sampai dengan negara, dan bahkan global.
Meritokrasi dan kesetaraan
Meritokrasi adalah suatu sistem atau filosofi yang didasarkan pada prinsip bahwa keunggulan individu dan prestasi mereka seharusnya menjadi dasar utama untuk pengakuan, promosi, dan penghargaan dalam suatu masyarakat atau organisasi.
Pendekatan ini sering kali dihadapkan dengan pendekatan lain yang didasarkan pada pertimbangan emosi atau preferensi personal. Dalam pendekatan kedua ini terdapat nuansa subjektivitas karena favoritisme, ketidaksukaan, dan sejenisnya.
Sistem seleksi atau pengakuan berbasis meritokrasi diharapkan akan memberikan keadilan untuk semua, karena prinsip kesetaraan. Semua orang mempunyai kesempatan dan akses yang sama.
Namun, perlu dipahami bahwa sistem tersebut valid hanya ketika asumsi awal terpenuhi. Jika tidak, maka ada beberapa konsekuensi yang perlu mendapatkan perhatian mereka penganut meritokrasi ‘buta’ yang tidak melihat konteks.
Cacatan meritokrasi
Beragam kritik atau paling tidak catatan diberikan kepada sistem meritokrasi ini (Sandel, 2020).
Berikut adalah beberapa di antaranya:
Pertama terkait dengan ketidaksetaraan awal. Meritokrasi berasumsi bahwa setiap individu memiliki akses yang sama terhadap peluang pendidikan dan pengembangan keterampilan. Namun, di banyak masyarakat, faktor-faktor seperti latar belakang ekonomi, etnis, dan geografi dapat menciptakan ketidaksetaraan awal yang sulit diatasi.
Kedua adalah soal pelanggengan ketidaksetaraan. Sistem meritokrasi dapat menjadikan ketidaksetaraan tetap ada dan bahkan membesar, karena individu yang sudah memiliki keunggulan awal memiliki peluang lebih besar untuk mencapai keberhasilan dan keunggulan berkelanjutan.
Ketiga berhubungan dengan kecenderungan mengabaikan aspek kemanusiaan. Fokus yang terlalu besar pada hasil dan keunggulan dapat mengabaikan aspek kemanusiaan seperti keadilan sosial, perawatan terhadap individu yang kurang beruntung, dan kebutuhan sosial yang lebih luas.
Keempat berkaitan dengan jebakan fokus pada hasil singkat. Sistem meritokrasi sering kali fokus pada hasil akhir, seperti pencapaian kinerja atau penilaian kinerja karyawan. Hal ini dapat mengabaikan proses atau metode yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan perilaku tidak etis atau penyalahgunaan.
Ilustrasi dan pertanyaan
Beberapa ilustrasi bisa diberikan. Misalnya, membandingkan kualitas sekolah di kota besar dengan fasilitas yang lengkap dengan sekolah di pedalaman yang bahkan atap gedungnya bocor, seharusnya menimbulkan pertanyaan.
Ketika seleksi sekolah didasarkan pada prestasi, tidak sulit memprediksi, dengan favoritisme, siswa yang pandai akan cenderung mengumpul di sekolah tertentu. Tentu sebaliknya, sekolah lain akan berisi siswa yang kurang pandai.
Jika kualitas sekolah pun timpang, bisa dibayangkan apa yang terjadi pada tahapan sekolah di tingkat yang lebih tinggi. Kesenjangan sangat mungkin akan semakin melebar, termasuk dalam akses ke dunia kerja, partisipasi ekonomi, dan juga keterlibatan dalam politik.
Pertanyaan besar: Bagaimana prinsip meritokrasi bisa diadopsi dengan mengurangi masalah ikutannya? Salah satunya dengan pendekatan afirmasi.
Afirmasi dalam banyak konteks bisa menjadi mandat moral untuk menjamin adanya keseteraan karena asumsi awal sistem meritokrasi tidak valid. Unjungnya adalah inklusivisme, ketika tidak ada orang yang tertinggal di belakang.
Bagaimana konsep ini relevan dengan disiplin masing-masing. Ini ada pekerjaan rumah setiap doktor baru dalam bentuk refleksi yang agak mendalam.
Elaborasi ringan poin sambutan pada acara penyambutan doktor baru Universitas Islam Indonesia lulusan 2023, 21 Desember 2023.
Peran Doktor
Menyambut para doktor baru di setiap penghujung tahun merupakan momen yang membahagiakan. Kali ini, sebanyak 18 dosen Universitas Islam Indonesia (UII) telah menyelesaikan studi doktor. Kehadiran mereka menggenapi dosen berpendidikan doktor menjadi 258 orang atau 32,65% dari keseluruhan 790. Saat ini, sebanyak 180 dosen masih dalam studi doktor.
Dari 18 doktor baru tersebut, 13 di antaranya mendapatkan beasiswa luar UII, baik penuh maupun parsial. Sebanyak 10 orang menempuh di berbagai universitas dalam negeri, sedang delapan menyelesaikan di beberapa negara, termasuk Taiwan, Jepang, Austria, Australia, Malaysia. Yang lebih menggembirakan, sebanyak 5 di antara mereka adalah doktor perempuan.
Peran baru
Kehadiran 18 doktor baru akan memperkuat UII untuk semakin meningkatkan kualitas dalam menjalankan misinya: pembelajaran, riset, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah islamiah. Pelatihan selama menjalani program doktor tentu akan membuat mereka menjadi manusia baru. Mereka mendapatkan pengalaman akademik yang lebih kaya, perspektif yang makin luas, horizon pemikiran yang bertambah jauh, dan juga diharapkan, sensitivitasnya terhadap beragam masalah juga semakin tajam.
Untuk mencapai dan menguatkan itu semua, saya mengajak semua doktor baru, tentu juga termasuk pada doktor lama, untuk
Kemampuan adaptasi
Ada isu penting terakhir yang ingin saya sampaikan kepada semua doktor baru, yang belajar di berbagai universitas dengan keragaman tradisi dan fasilitasi. Kemampuan itu adalah adaptasi.
Tidak bisa disalahkan, ketika semuanya membayangkan UII mempunyai hal-hal baik yang ditemukan di kampus masing-masing ketika menempuh studi doktoral. Namun, semua bayangan itu tidak selalu sudah tersedia di lapangan.
Pilihannya dua: (1) kita selalu mengeluhkan tradisi dan fasilitasi yang mungkin berbeda, atau (2) terlibat aktif membuat masa depan bersama seperti yang Ibu/Bapak bayangkan.
Saya tentu berhadap yang kedua. Dengan demikian, masa proses adaptasi bisa dijalankan dalam damai dengan tetap menjaga hangat mimpi masa depan kolektif untuk bersama-sama diwujudkan. Di sini kadang perlu waktu dan momentum.
Sekali lagi selamat, dengan iringan doa semoga ilmu dan pengalaman yang didapatkan tidak hanya bermanfaat untuk pribadi tetapi bisa terpancar luas untuk menyinari kampus dan khalayak yang lebih luas.
Sambutan pada acara penyambutan doktor baru Universitas Islam Indonesia lulusan 2023 pada 21 Desember 2023.
Elisa Kusrini dan Rudy Syahputra Dikukuhkan Sebagai Profesor UII
Dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Ir. Elisa Kusrini, M.T. dan Prof. Rudy Syahputra, S.Si., M.Si., Ph.D. dikukuhkan sebagai profesor dalam Rapat Terbuka Senat Pidato Pengukuhan Profesor pada Selasa (19/12), di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII. Prof. Elisa Kusrini dikukuhknan sebagai Profesor Bidang Ilmu Manajemen Rantai Pasok, sementara Prof. Rudy Syahputra sebagai Profesor Bidang Ilmu Analisis Elektrokimia dan Remediasi Lingkungan.
Read more
Jelang Tahun Politik, UII Suarakan Suara Kritis Melalui UIISorenyastra #2
Sebagai bentuk usaha merawat akal sehat kolektif masyarakat menjelang tahun politik, Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan UIISorenyastra #2 di Selasar Utara Gedung Mohammad Hatta Perpustakaan Pusat UII (14/12). Read more
Psikologi UII Jajaki Kemitraan dengan FSMVÜ Turki
Guna mendorong proses pengembangan kerja sama, Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) menyambangi Fatih Sultan Mehmet Vakıf Üniversitesi (FSMVÜ), Turki, pada 12-13 Desember 2023. Kunjungan tersebut digelar untuk menginisiasi proses kemitraan di kedua universitas. Read more
Mahasiswi Program Studi Ekonomi Islam UII Berhasil Lolos Pertukaran Mahasiswa Merdeka
Di tahun 2023 ini, siapa sih yang gak tau Merdeka Belajar Kampus Merdeka, atau yang biasa dikenal dengan MBKM? Pastinya, Sobat Ekis juga udah gak asing kan dengan program – program MBKM yang banyak diikuti oleh banyak mahasiswa kini. Contohnya seperti 70 Mahasiswa Program Studi Ekonomi Islam yang berhasil lolos program MSIB (Magang dan Studi Independent Bersertifikat) dari MBKM. Read more
Mahasiswa Akuntansi UII Borong Juara Internasional Simulasi Bisnis
Mahasiswa Prodi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil meraih juara I dan II pada Kompetisi International MERMC kategori enterprise di Universiti Tunku Abdul Rahman, Campar Campus Malaysia pada Kamis (30/11) hingga Sabtu (2/12) 2023. Kompetisi ini merupakan kompetisi tahunan MonsoonSIM Enterprise Resources Management Competition (MERMC) yang diikuti beberapa universitas dari berbagai negara.
Read more
UII Luncurkan Buku Metodologi Hukum Hak Asasi Manusia
Pusat Studi HAM (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) meluncurkan buku bertajuk “Metodologi Hukum Hak Asasi Manusia: Nalar, Praktik, dan Tantangannya dalam Sistem Peradilan di Indonesia” pada Selasa (12/12) di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center. Hadirnya buku ini diharapkan dapat mengembangkan diskursus tentang hukum hak asasi manusia. Read more
Pernyataan Sikap Universitas Islam Indonesia Kemunduran Demokrasi di Indonesia