Universitas Islam Indonesia (UII) berkomitmen untuk terus meraih prestasi di berbagai bidang, di antaranya atlet dan seni. Dalam upaya mengembangkan prestasi mahasiswa ke kancah internasional, Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII mengundang Wakil Ketua Ikatan Psikologi Olahraga, Prof. Dr. Dimyati, M.Si., sebagai narasumber dalam seminar bertajuk Strategi dalam Membangun Mental Juara Atlet Mahasiswa yang digelar di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII pada Sabtu (2/3). Read more

Dosen dari Program Studi (Prodi) Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dra. Sri Wartini, S.H., M.H., Ph.D., dan Prodi Arsitektur UII, Prof. Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, MA., IAI., dikukuhkan sebagai profesor dalam Rapat Terbuka Senat Pidato Pengukuhan Profesor, pada Senin (4/3), di Auditorium Prof. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII. Read more

Dalam rangka menyambut Ramadan 1445 H, Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar kajian keislaman bertajuk Cahaya Ramadhan Menyongsong Perubahan Menjadi Pelopor Unggul dalam Beriman pada Jumat (1/3). Acara yang diselenggarakan di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII tersebut merupakan Grand Opening Safari Iman Ramadhan 1445 H. Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan dari Majelis Dewan Guru Besar (MDGB) Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) pada Sabtu (02/03). Delegasi yang berjumlah sekitar 35 Guru Besar dari 17 PTNBH se-Indonesia tersebut mengunjungi Candi Kimpulan dan Museum UII yang berlokasi di Gedung Mohammad Hatta, Kampus Terpadu UII, Jl. Kaliurang 14,5 Ngemplak Sleman.

Read more

Program Sarjana Terapan Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Islam Indonesia (UII) sukses menggelar Seminar Internasional Literasi dan Inklusi Sekolah Pasar Modal bersama PT. Kiwoom Sekuritas Indonesia dan IDX Yogyakarta. Mellisa Fitri Adriyani Muzakir, S.E., M.M., mengungkapkan bahwa seminar ini bertujuan sebagai edukasi mahasiswa mengenai investasi dan pasar modal di Indonesia serta perantara terlahirnya para investor muda. Read more

Delapan mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia Universitas Islam Indonesia diterima Program Kampus Mengajar Angkatan 7 tahun 2024. Kampus Mengajar adalah platform pendidikan yang memungkinkan mahasiswa menjalani satu semester di luar lingkungan kampus, di mana mereka dapat mengasah keterampilan menyelesaikan masalah kompleks dengan berperan sebagai mitra guru. Tujuannya adalah untuk berkolaborasi dalam inovasi pembelajaran, pengembangan strategi, serta menciptakan model pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menarik. Read more

Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Lecture Series and Workshop: Maqasid Methodology dengan menghadirkan narasumber Prof. Dr. Jasser Auda selaku President of Maqasid Institute dan Executive Director of Maqasid Institute Indonesia, Dr. Addiarrahman. Acara berlangsung selama dua hari ini, Senin-Selasa (26-27/2) di Gedung Wahid Hasyim Kampus Terpadu UII. Read more

Program Studi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia kembali mengadakan kegiatan Sosialisasi Program IISMA (Indonesian International Student Mobility Awards) pada Selasa 6 Februari 2024 yang bertepatan pada pukul 15.00 WIB via Online Zoom serta disiarkan langsung melalui Youtube. Selain sosialisasi terkait dengan program IISMA 2024 yang telah resmi dibuka pada 23 Januari 2024, PSHPS juga melakukan Sharing Session dengan 2 mahasiswa yang lolos mengikuti program IISMA pada tahun 2023, yaitu Muhammad Rifqi Abiyyu (Co-Funding IISMA – Warsaw University) dan Dhiva Athalla Mazaya Yuva (Co-Funding IISMA – Lancaster University). Sosialisasi yang dilaksanakan secara Online via Zoom ini merupakan bagian dari kegiatan Sosialisasi dan Pendampingan IISMA bagi Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS), sehingga diharapkan semakin banyak mahasiswa FH UII akan tertarik dan mengikuti program IISMA 2024. Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) untuk kali pertama menerima enam mahasiswa Kazakhstan dalam program International Credit Transfer (ICT), pada Selasa (20/2). Program ini merupakan tindak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) anatara UII dengan Nur-Mubarak University, Kazakhstan yang telah ditandatangani pada 2021. Dua peserta program di antaranya mengikuti perkuliahan di Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) Program Internasional. Sedangkan empat mahasiswa lainnya bergabung di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI). Read more

Persentase di atas tidak terkait dengan perolehan kontestan pemilihan umum. Angka tersebut adalah proporsi lulusan SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagian besar adalah warga asli, yang melanjutkan ke pendidikan tinggi. Dari 100 lulusan, hanya 9 yang berkesempatan kuliah. Sangat rendah.

Boleh tidak percaya, tapi itulah data yang dikoleksi oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) DIY. Fakta ini tentu pahit dan karenanya diharapkan menjadi pencelik mata.

Setelah mengetahui fakta ini, sekitar dua tahun lalu, beberapa upaya telah penulis dilakukan. Niat awalnya sederhana: membuat isu ini mendapatkan perhatian bersama secara serius. Penulis  menyampaikan isu ini di beragam forum formal dan informal. Termasuk di antaranya dengan para pimpinan perguruan tinggi swasta, anggota parampara praja, Ketua DPRD, dan bupati. Masalah ini juga penulis sampaikan ke anggota DPD RI yang pekan lalu berkunjung ke UII.

Tingkat partisipasi pendidikan tinggi yang rendah ini seakan terkubur di bawah angka partisipasi kasar pendidikan tinggi (APK PT) DIY yang mencapai 74,08 persen (Susenas 2023). Dari 100 pemuda berusia 19 sampai 24 tahun yang tinggal di DIY, 74 orang di antaranya mengenyam bangku kuliah. Tapi, APK PT ini dapat mengecoh. Proporsi ini tidak hanya memasukkan warga asli DIY.

Untuk simulasi, kita anggap angka 9 persen sebagai data 2022. Lulusan SMA di DIY pada tahun tersebut sekitar 53.000. Artinya, kurang dari 4.800 yang kuliah, dan sisanya, lebih dari 48.000 tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka memilih bekerja, berwirausaha, atau aktivitas lain.

Kita bisa bertanya: Apakah mereka tidak melanjutkan kuliah itu pilihan merdeka atau dipaksa keadaan? Tidak ada informasi spesifik soal ini, meski patut diduga, berkaitan dengan masalah ekonomi.

Karenanya, penulis sangat bersyukur, ketika kemarin (20/02/24) Dinas Dikpora DIY meluncurkan beasiswa berkelanjutan untuk pemuda DIY. Memang cacahnya masih kecil, tetapi ini merupakan langkah konkret yang perlu diapresiasi.

Beasiswa kuliah bisa diakses oleh pemuda berusia 18-24 tahun. Besaran beasiswa adalah Rp10 juta per tahun. Pada 2024 ini tersedia 150 paket. Cacah paket ini bertambah jika inisiatif serupa yang dilakukan oleh kabupaten dimasukkan, meski secara agregat sulit dikatakan cukup jika dibandingkan dengan angka 48.000 pemuda yang tidak kuliah setiap tahun.

Kita bisa bayangkan dampak jangka panjang jika masalah ini tidak diatasi. Termasuk di antaranya adalah kemungkinan warga asli terpinggirkan dalam kompetisi untuk mendapatkan beragama akses, termasuk dalam bidang ekonomi dan politik. Salah satu dampaknya lanjutannya adalah ketimpangan sosial antara warga asli dan warga pendatang. Ini menakutkan.

Jalan keluar permanen perlu dicari bersama-sama. Program intervensi harus menjadi gerakan kolektif. Perguruan tinggi negeri dan swasta yang mampu dapat terlibat. UII, misalnya, mulai 2024, mengenalkan skema beasiswa afirmasi pembebasan uang kuliah untuk warga asli yang tidak mampu. Untuk sementara tersedia 29 paket, satu orang per program studi jenjang diploma dan sarjana.

Sambil menunggu gayung bersambut, pertanyaan banyak pimpinan perguruan tinggi swasta yang sering dititipkan kepada penulis perlu juga disampaikan: Apakah mungkin sebagian dana keistimewaan dialokasikan untuk memperbesar cacah paket beasiswa?

Mari kita simulasikan untuk 1.000 paket per tahun menggunakan standar Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Besar uang kuliah tengahan per semester Rp4 juta. Ini artinya perguruan tinggi tetap harus berkontribusi. Bantuan biaya hidup kluster terendah Rp800.000 per bulan.

Untuk 1.000 paket, pada tahun pertama dibutuhkan Rp17,60 miliar. Pada tahun keempat dan seterusnya Rp70,40 miliar untuk 4.000 penerima beasiswa aktif. Bandingkan dengan dana keistimewaan yang sebesar Rp1,42 triliun. Sebanyak Rp1,07 triliun (75,37%) dialokasikan untuk bidang kebudayaan. Kalau pendidikan tinggi dianggap sebagai bagian penting dari bidang ini, maka sudah sangat klop.

Tulisan sudah tayang sebagai Kolom Analisis Kedaulatan Rakyat pada 23 Februari 2024.