Di kesempatan yang membahagiakan ini, saya akan mengajak Saudara melakukan refleksi terkait dengan kehidupan yang penuh dengan transisi. Buku yang ditulis oleh Bruce Feiler yang berjudul Life is in the Transitions (Feiler, 2021) dapat menjadi pemantik untuk dielaborasi. Transisi inilah yang membentuk identitas serta pengalaman kita.
Transisi bersifat universial
Pertama, transisi bersifat universal alias bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Transisi terjadi pada setiap orang, baik dalam bentuk perubahan karier, hubungan, kesehatan, atau bahkan identitas pribadi. Feiler menyebut masa-masa ini sebagai “lifequakes”—guncangan besar yang mengubah arah hidup kita.
Hari ini juga bisa menjadi bagian transisi dari hidup Saudara, dari status menjadi mahasiswa bertransisi menjadi alumni. Tantangan bergeser, tannggung jawab berubah, dan strategi untuk menghadapinya pun berbeda. Pun demikian ketika Saudara nanti berkiprah di dunia berkarya, sebuah transisi lainnya.
Meskipun Saudara semua mengalami transisi, pengalaman dan respons terhadapnya berbeda-beda. Cerita selama dan terkhusus di akhir masa studi sangat mungkin beragam, warna-warni. Karena itu, Feiler menekankan pentingnya memahami dan menghormati keunikan perjalanan pribadi masing-masing individu.
Beragam makna transisi
Kedua, setiap transisi mengandung makna yang berbeda-beda. Karena itu susunlah narasi atas transisi hidup membantu kita memahami pengalaman, dan menempatkannya menjadi bagian dari cerita yang lebih besar.
Kehidupan disusun dari cerita-cerita kecil yang saling terkait, yang perlu dibingkai dengan sebuah perspektif. Masa kini kita merupakan akibat dari pilihan-pilihan, baik besar maupun kecil, yang kita buat di masa lampau. Masa depan pun tak beda: merupakan akibat dari preferensi kita di masa kini, baik itu dalam bentuk urutan yang menguatkan karena sejalan atau yang reaktif karena bertentangan (Mahoney, 2000).
Bisa jadi cerita masa lalu adalah tragedi yang kita tangisi. Tetapi cerita tersebut dapat berubah menjadi komedi yang akhirnya kita syukuri. Yang dibutuhkan hanyalah waktu untuk mengubah tragedi menjadi komedi (Double, 2017). Karenanya tak jarang, saat ini, kita dapat menceritakan kesulitan yang pernah dihadapi di masa lampau dengan penuh suka cita dan bahkan derai tawa.
Ketidakpastian dalam transisi
Ketiga, transisi hidup sering kali mengandung ketidakpastian. Feiler menegaskan bahwa tidak apa-apa jika kita belum memiliki jawaban untuk ketidakpastian. Alih-alih menghindarinya, kita didorong untuk menerima ketidakpastian sebagai bagian dari proses eksplorasi atau menemukan jalan baru.
Kita juga disarankan untuk melihat transisi bukan sebagai ancaman, bukan sesuatu yang menakutkan, tetapi sebagai peluang untuk bertumbuh. Dengan merangkul perubahan, terbuka jalan menuju kemungkinan dan wawasan baru. Masa-masa sulit dapat menjadi momen refleksi dan penemuan kembali diri.
Tantangan selama transisi dapat menjadi pelajaran berharga. Refleksi kita atas tantangan yang sudah kita lewati dapat menumbuhkan ketangguhan dan juga pengembangan diri.
Transisi adalah perjalanan
Keempat, transisi adalah sebuah perjalanan. Karena itu, kita disarankan untuk menghargai proses dalam transisi dan tidak hanya berfokus pada hasil akhir. Alih-alih terburu-buru menuju tujuan, ia mendorong kita untuk menemukan makna di setiap langkah perjalanan. Dengan kesadaran penuh (mindfulness), kita dapat lebih memahami emosi, kebutuhan, dan pelajaran yang hadir di tengah ketidakpastian.
Feiler juga mengingatkan kita bahwa keindahan hidup terletak pada momen-momen kecil yang sering kali diabaikan ketika kita terlalu fokus pada hasil. Ketidaksempurnaan dalam perjalanan adalah bagian alami dari proses, yang justru dapat memberikan pelajaran berharga. Peradaban manusia disusun dari berjuta ketidaksempurnaan yang ditoleransi untuk saling berinteraksi.
Dengan menghargai perjalanan itu sendiri, kita tidak hanya mencapai tujuan, tetapi juga menemukan kepuasan dan pemahaman mendalam yang memperkaya pengalaman hidup kita.
Referensi
Double, O. (2017). Tragedy plus time: Transforming life experience into stand-up comedy. New Theatre Quarterly, 33(2), 143-155.
Feiler, B. (2021). Life is in the transitions: Mastering change at any age. Penguin.
Mahoney, J. (2000). Path dependence in historical sociology. Theory and Society, 29(4), 507-548.
Sambutan acara wisuda Universitas Islam Indonesia pada 25-26 Januari 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Mengatasi Politisasi dan Meningkatkan Kepastian Hukum dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi
Penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana korupsi masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam aspek kepastian hukum. Hal ini menjadi perhatian dalam diskusi panel bertajuk “Paradigma Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi & Indikasi Muatan Politik” yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) pada Kamis (30/01) memnggandeng Jakarta Justice Forum dengan JAKTV. Diskusi ini menghadirkan narasumber ahli, yakni Zaid Mushafi, S.H., M.H., Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., dan Hadi Rahmat Purnama, S.H., LL.M.
Diskusi diawali dari kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, S.H., M.H., yang menekankan pentingnya audit yang jelas sebelum seseorang dapat dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pada kasus Tom Lembong, ia mengkritisi cara Kejaksaan Agung yang mengubah angka kerugian negara dari semula Rp400 miliar menjadi Rp578 miliar tanpa audit yang final.
“Korupsi harus menimbulkan kerugian negara yang sudah pasti (actual loss), bukan kerugian yang masih bersifat perkiraan (potential loss). Kalau auditnya saja belum fix, bagaimana bisa dijadikan dasar penetapan tersangka?” ujarnya.
Lebih lanjut, Zaid mempertanyakan apakah kasus impor gula yang menjerat Tom Lembong, yang terjadi pada 2015, dan baru diusut pada 2024 karena faktor politik. “Jika impor gula ini benar-benar merugikan negara, mengapa tidak diusut sejak awal? Apakah ada kaitannya dengan posisi politik Tom Lembong saat ini yang berada di luar pemerintahan?” katanya.
Dalam sesi lain, Dr. Mudzakkir, akademisi hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), menjelaskan bahwa terdapat permasalahan dalam penerapan UU Tipikor. Ia menyoroti bahwa UU No. 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 memiliki kelemahan dalam konsep pemberantasan korupsi.
“Pemberantasan korupsi seharusnya masuk ranah hukum administrasi, bukan pidana. Kalau seluruh kerugian negara dimasukkan ke Tipikor, semua kasus bisa dikorupsikan,” jelasnya. Ia juga menegaskan bahwa Pasal 14 UU Tipikor menjadi pintu masuk agar tindak pidana lain dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, jika terdapat ketentuan eksplisit dalam undang-undang lain yang mengaturnya.
Terkait konteks perdagangan internasional, Hadi Rahmat Purnama dari Fakultas Hukum UI menyebut bahwa Indonesia masih menghadapi banyak missed opportunity dalam sektor perdagangan akibat kebijakan yang tidak optimal.
“Setiap negara memiliki keunggulan kompetitif. Kalau kita butuh gula dan produksi dalam negeri kurang, ya solusinya impor. Persoalannya, jangan sampai regulasi justru menghambat perdagangan,” ungkapnya.
Sementara itu, Dr. Nathalina Naibaho, S.H., M.H. Ketua Peminatan Hukum dan Sistem Peradilan Pidana, Program Studi Magister Ilmu Hukum, FH Universitas Indonesia (UI) menyoroti posisi Indonesia dalam Rule of Law Index yang masih berada di peringkat 68. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum dan penerapan prinsip una via, yang dalam hal ini telah diterapkan dalam kasus perpajakan untuk menghindari penghukuman berganda.
“Di perpajakan, una via principle sudah diterapkan, tapi di sektor lain masih belum jelas. Jika tidak ada seleksi yang ketat, bisa berpotensi melanggar hak asasi manusia,” jelasnya.
Para narasumber menekankan bahwa tanpa kepastian hukum dan independensi penegakan hukum, pemberantasan korupsi di Indonesia tidak akan berjalan efektif. Multitafsir dalam regulasi dan potensi politisasi harus diatasi demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. (MANF/AHR/RS)
IKI UII Gelar Talkshow Perlindungan Hukum bagi Nasabah Pinjaman Daring
Ikatan Keluarga Ibu-Ibu (IKI) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar pertemuan rutin yang dikemas dalam bentuk talkshow bertema “Perlindungan Hukum bagi Nasabah Pinjaman Online.” Acara ini berlangsung pada Jumat (31/1) di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.
Fakultas Hukum (FH) UII selaku penyelenggara mengangkat tema ini sebagai respons terhadap maraknya kasus pinjaman daring yang kerap merugikan masyarakat. Talkshow menghadirkan Dr. Inda Rahadiyan, S.H., M.H., dosen FH UII sebagai narasumber dan Catur Septiana Rakhmawati sebagai moderator. Selain diskusi utama, kegiatan ini juga diramaikan oleh berbagai bazar yang menawarkan makanan, layanan kesehatan, pakaian, perhiasan, hingga kosmetik.
Mengawali acara, Ketua IKI FH UII, Putri Dewi Tunggal, S.Pd.SI., M.Pd., menyampaikan rasa terima kasih dan kebanggaannya atas keberadaan IKI UII yang terus menjadi wadah silaturahmi sekaligus tempat belajar bagi para ibu-ibu.
Sementara itu, Ketua IKI UII yang diwakili oleh Prof. Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si., dalam sambutannya turut mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya pertemuan ini. Ia menekankan pentingnya tema yang diangkat mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami risiko kejahatan digital, khususnya dalam pinjaman daring.
Dalam sesi talkshow, Dr. Inda Rahadiyan menjelaskan secara singkat mekanisme pinjaman online dan dampaknya. Menurutnya, meskipun pinjaman online bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dana cepat, realitasnya banyak orang memanfaatkannya bukan untuk kebutuhan mendesak, melainkan keinginan konsumtif.
“Pinjaman online sebenarnya memiliki tujuan baik, yakni memberikan akses keuangan kepada yang membutuhkan. Namun, sering kali digunakan untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti aspek perlindungan hukum bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi pinjaman daring. Menurutnya, risiko terbesar justru berada di pihak pemberi pinjaman karena sistem pinjaman online memungkinkan siapa saja mengakses layanan tanpa jaminan.
“Yang paling berisiko mengalami kerugian sebenarnya adalah pihak pemberi pinjaman, bukan peminjam. Sebab, siapa pun bisa mengakses pinjaman online tanpa harus memberikan jaminan,” jelasnya.
Sebagai penutup, Dr. Inda menegaskan bahwa masyarakat harus lebih bijak dalam berutang, terutama jika tujuannya hanya untuk membeli barang konsumtif seperti gawai atau barang mahal lainnya.
Selain sesi talkshow, acara juga diisi dengan sesi tutorial kecantikan oleh tim jenama kosmetik wajah Make Over. Dalam sesi ini, peserta diberikan tips mengenai teknik tata rias wajah alami yang tetap membuat wajah terlihat segar dan menarik. Mereka juga diajarkan cara memilih warna bedak yang sesuai dengan warna kulit agar hasil riasan tampak lebih alami. (GRR/AHR/RS)
Srawung Demokrasi #5: Menakar 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Srawung Demokrasi #5 pada Kamis (30/1) di Ruang Teatrikal Lantai 1, Gedung Prof. Dr. Sardjito UII. Dengan mengangkat tajuk “Rapor 100 Hari Pemerintahan Prabowo” acara ini sukses menarik perhatian peserta dari berbagai institusi. Srawung Demokrasi kali ini menghadirkan pengamat politik Rocky Gerung dan pemikir kebhinekaan Dr. Sukidi sebagai narasumber, dengan moderator Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Hukum (FH) UII, Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H.
Read more
Indonesia Masih Dihadapkan pada Krisis Lingkungan
Dosen Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) Dr. Hijrah Purnama, S.T., M.Eng. menyampaikan pidato ilmiah bertajuk Mengerti Bumi: Menuju Zero Waste Society yang Berdaya dan Berkelanjutan dalam Rapat Terbuka Senat Milad ke-82 UII, Kamis (30/01), di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII. Read more
UII Berkomitmen Menebar Manfaat bagi Kelestarian Alam
Universitas Islam Indonesia (UII) menegaskan komitmennya dalam menjaga kelestarian bumi dalam peringatan Milad ke-82 yang diselenggarakan pada Kamis (30/01) di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII. Mengusung tema “UII Mengerti Bumi,” pesan ini tidak hanya menjadi refleksi perjalanan institusi, tetapi juga momentum mengajak sivitas akademika UII dan masyarakat luas untuk lebih peduli terhadap pengelolaan lingkungan yang keberlanjutan. Read more
Wisudawan UII Diharapkan Dapat Memaknai Transisi Kehidupan
Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar wisuda jenjang Doktor, Sarjana, dan Diploma Periode III Tahun Akademik 2024/2025 pada Sabtu-Minggu (25-26/01) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir UII. Pada periode kali ini, UII mewisuda 713 lulusan terdiri dari 4 doktor, 73 magister, 615 sarjana, 20 sarjana terapan, serta 1 ahli madia. Sampai saat ini tercatat lebih dari 130.645 alumni UII telah berkiprah dalam berbagai peran baik di dalam negeri maupun mancanegara.
Read more
Fakultas Hukum UII Tingkatkan Kolaborasi Magang Merdeka Praktik Hukum
Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar sosialisasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Praktik Hukum pada Jumat (24/1) secara daring melalui Zoom Meeting dan diikuti oleh puluhan mahasiswa. Program ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang pengalaman langsung di dunia kerja melalui magang berbasis kurikulum.
Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum UII, Prof. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., menjelaskan bahwa program MBKM praktik hukum telah berjalan selama beberapa tahun dan terus berkembang. Program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar langsung melalui proyek nyata dengan aktivitas pembelajaran terstruktur yang dapat dikonversi menjadi Satuan Kredit Semester (SKS). Prof. Budi Agus Riswandi juga mendorong mahasiswa untuk memanfaatkan sosialisasi ini dengan baik, termasuk bertanya langsung kepada para mitra yang hadir.
Ketua Program Studi S1 Hukum, Dodik Setiawan N. H., S.H., M.H., LL.M., Ph.D., memaparkan bahwa program MBKM praktik hukum ini telah diatur dengan pedoman yang terstruktur, mulai dari proses pendaftaran hingga penyelesaian program. Mahasiswa yang memenuhi syarat administrasi, yaitu berada pada semester enam atau lebih, dengan IPK minimal 3,00 dan telah menyelesaikan 100 SKS dapat mendaftar melalui sistem daring. Setelah pendaftaran, peserta akan mengikuti seleksi administrasi, wawancara bersama mitra, dan pembekalan sebelum diterjunkan ke lembaga mitra.
“Program MBKM ini dirancang untuk mengembangkan keterampilan hukum substantif dan formil mahasiswa. Setelah program selesai, pengalaman tersebut akan dikonversi hingga 20 SKS dan diakui sebagai bagian dari mata kuliah wajib atau pilihan sesuai kurikulum berbasis Outcome-Based Education,” tambahnya.
Beberapa mitra program ini meliputi Hukumonline, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), serta mitra yang baru bergabung pada tahun 2024, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Ombudsman Republik Indonesia, dan Migrant Care. Selain itu, kerja sama dengan Biro Konsultan dan Perencanaan Wakaf Indonesia serta Pimpinan Pusat Muhammadiyah masih dalam tahap finalisasi.
Ratna Hartanto S.H., LL.M., selaku ketua tim MBKM FH UII menjelaskan bahwa program magang MBKM akan dilakukan seleksi untuk memastikan peserta yang terpilih memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Program ini juga tidak dipungut biaya, tetapi mahasiswa tetap diwajibkan melakukan key in untuk memastikan nilai dapat tercatat dalam sistem.
“Setiap peserta magang akan mendapatkan mentor di tempat mitra dan dosen pembimbing dari kampus. Lalu penilaian magang akan dilakukan oleh kedua pihak tersebut untuk memastikan hasil yang maksimal,” jelasnya.
Selain pemaparan dari pihak Fakultas Hukum, perwakilan dari mitra-mitra MBKM Praktik Hukum juga memberikan penjelasan terkait peran mereka dalam mendukung program ini.
Perwakilan Hukumonline menjelaskan bahwa mahasiswa akan terlibat langsung dalam riset hukum, analisis dokumen, hingga pelatihan teknologi hukum. “Hukumonline mengusung visi to make everyone understand the law better dan terus berinovasi, salah satunya dengan penerapan generative AI,” ungkap Indah, perwakilan Hukumonline. Sistem kerja hybridmemungkinkan mahasiswa untuk magang dari lokasi masing-masing, namun profesionalisme tetap diutamakan. Peserta magang juga akan mendapatkan pengalaman kerja yang setara dengan karyawan, dan ada pemberian uang saku selama program berlangsung.
Pemaparan selanjutnya, Ombudsman RI, memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menangani permasalahan administrasi publik, termasuk penanganan laporan masyarakat dan perancangan aturan secara langsung. “Kami mengharapkan mahasiswa siap belajar mandiri dan berkontribusi aktif selama magang,” jelas Andro, perwakilan Ombudsman RI.
Sementara itu, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat dalam diskusi kelompok terarah (FGD) bersama Badan Legislasi DPR dan penyusunan master planekonomi syariah. “Kami berharap mahasiswa bisa berkontribusi langsung dalam pengembangan kebijakan ekonomi syariah sekaligus memahami proses legislasi di tingkat nasional,” ujar Dece Kurniadi, perwakilan KNEKS.
Dengan berbagai peluang yang ditawarkan, program MBKM Praktik Hukum FH UII diharapkan tidak hanya mempersiapkan mahasiswa menjadi lulusan yang kompeten, tetapi juga memperluas relasi mereka untuk menghadapi tantangan dunia hukum. (MANF/AHR/RS)
Mahasiswa Teknik Lingkungan UII Pamerkan 46 Karya Inovatif dalam Exhibition Capstone Design Project
Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Program Sarjana Universitas Islam Indonesia (UII) sukses menggelar pameran inovatif bertajuk Exhibition Capstone design Project pada Jumat (24/01) di Auditorium Gedung Mohammad Natsir, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Kampus Terpadu UII. Kegiatan yang menampilkan koleksi 46 karya dari 8 kelas ini menjadi puncak dari mata kuliah Proyek Perancangan Akhir Teknik Lingkungan yang dirancang untuk mengintegrasikan pembelajaran teoretis dan praktis.
Dalam wawancara, Ketua Jurusan Teknik Lingkungan, Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng., menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan melatih mahasiswa untuk merancang solusi teknis terhadap permasalahan lingkungan.
“Mahasiswa melakukan survei ke lokasi untuk mengidentifikasi masalah lingkungan. Kemudian, mereka menawarkan solusi teknis yang bisa diterapkan di lapangan,” ujar Dr. Awaluddin. Ia menambahkan bahwa kegiatan ini juga melatih mahasiswa untuk bekerja dalam tim dan mengelola proyek nyata.
Selain itu, Dr. Awaluddin menekankan manfaat kegiatan ini, terutama dalam mengasah kemampuan mahasiswa untuk menggabungkan pengetahuan teoretis dengan praktik di lapangan. “Kegiatan ini juga mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja, terutama dalam mengelola proyek instalasi atau bangunan lingkungan,” imbuhnya.
Salah satu peserta, Bay Itmamul Wafa, mengungkapkan bahwa pengalaman ini sangat berharga untuk menguji kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan materi yang telah dipelajari. “Kesan saya, kegiatan ini benar-benar menguji kemampuan kami dalam mengeksekusi materi yang sudah diuji sebelumnya. Apalagi outputnya banyak dan beragam,” kata Bay.
Pameran ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain serta menunjukkan kontribusi nyata mahasiswa Teknik Lingkungan UII dalam memberikan solusi inovatif terhadap berbagai permasalahan lingkungan. Dengan kegiatan ini, Teknik Lingkungan UII semakin optimis dalam meneguhkan posisinya sebagai salah satu program studi unggulan yang mengedepankan inovasi dan kebermanfaatan bagi masyarakat. (MFPS/AHR/RS)
Transisi dalam Kehidupan
Di kesempatan yang membahagiakan ini, saya akan mengajak Saudara melakukan refleksi terkait dengan kehidupan yang penuh dengan transisi. Buku yang ditulis oleh Bruce Feiler yang berjudul Life is in the Transitions (Feiler, 2021) dapat menjadi pemantik untuk dielaborasi. Transisi inilah yang membentuk identitas serta pengalaman kita.
Transisi bersifat universial
Pertama, transisi bersifat universal alias bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Transisi terjadi pada setiap orang, baik dalam bentuk perubahan karier, hubungan, kesehatan, atau bahkan identitas pribadi. Feiler menyebut masa-masa ini sebagai “lifequakes”—guncangan besar yang mengubah arah hidup kita.
Hari ini juga bisa menjadi bagian transisi dari hidup Saudara, dari status menjadi mahasiswa bertransisi menjadi alumni. Tantangan bergeser, tannggung jawab berubah, dan strategi untuk menghadapinya pun berbeda. Pun demikian ketika Saudara nanti berkiprah di dunia berkarya, sebuah transisi lainnya.
Meskipun Saudara semua mengalami transisi, pengalaman dan respons terhadapnya berbeda-beda. Cerita selama dan terkhusus di akhir masa studi sangat mungkin beragam, warna-warni. Karena itu, Feiler menekankan pentingnya memahami dan menghormati keunikan perjalanan pribadi masing-masing individu.
Beragam makna transisi
Kedua, setiap transisi mengandung makna yang berbeda-beda. Karena itu susunlah narasi atas transisi hidup membantu kita memahami pengalaman, dan menempatkannya menjadi bagian dari cerita yang lebih besar.
Kehidupan disusun dari cerita-cerita kecil yang saling terkait, yang perlu dibingkai dengan sebuah perspektif. Masa kini kita merupakan akibat dari pilihan-pilihan, baik besar maupun kecil, yang kita buat di masa lampau. Masa depan pun tak beda: merupakan akibat dari preferensi kita di masa kini, baik itu dalam bentuk urutan yang menguatkan karena sejalan atau yang reaktif karena bertentangan (Mahoney, 2000).
Bisa jadi cerita masa lalu adalah tragedi yang kita tangisi. Tetapi cerita tersebut dapat berubah menjadi komedi yang akhirnya kita syukuri. Yang dibutuhkan hanyalah waktu untuk mengubah tragedi menjadi komedi (Double, 2017). Karenanya tak jarang, saat ini, kita dapat menceritakan kesulitan yang pernah dihadapi di masa lampau dengan penuh suka cita dan bahkan derai tawa.
Ketidakpastian dalam transisi
Ketiga, transisi hidup sering kali mengandung ketidakpastian. Feiler menegaskan bahwa tidak apa-apa jika kita belum memiliki jawaban untuk ketidakpastian. Alih-alih menghindarinya, kita didorong untuk menerima ketidakpastian sebagai bagian dari proses eksplorasi atau menemukan jalan baru.
Kita juga disarankan untuk melihat transisi bukan sebagai ancaman, bukan sesuatu yang menakutkan, tetapi sebagai peluang untuk bertumbuh. Dengan merangkul perubahan, terbuka jalan menuju kemungkinan dan wawasan baru. Masa-masa sulit dapat menjadi momen refleksi dan penemuan kembali diri.
Tantangan selama transisi dapat menjadi pelajaran berharga. Refleksi kita atas tantangan yang sudah kita lewati dapat menumbuhkan ketangguhan dan juga pengembangan diri.
Transisi adalah perjalanan
Keempat, transisi adalah sebuah perjalanan. Karena itu, kita disarankan untuk menghargai proses dalam transisi dan tidak hanya berfokus pada hasil akhir. Alih-alih terburu-buru menuju tujuan, ia mendorong kita untuk menemukan makna di setiap langkah perjalanan. Dengan kesadaran penuh (mindfulness), kita dapat lebih memahami emosi, kebutuhan, dan pelajaran yang hadir di tengah ketidakpastian.
Feiler juga mengingatkan kita bahwa keindahan hidup terletak pada momen-momen kecil yang sering kali diabaikan ketika kita terlalu fokus pada hasil. Ketidaksempurnaan dalam perjalanan adalah bagian alami dari proses, yang justru dapat memberikan pelajaran berharga. Peradaban manusia disusun dari berjuta ketidaksempurnaan yang ditoleransi untuk saling berinteraksi.
Dengan menghargai perjalanan itu sendiri, kita tidak hanya mencapai tujuan, tetapi juga menemukan kepuasan dan pemahaman mendalam yang memperkaya pengalaman hidup kita.
Referensi
Double, O. (2017). Tragedy plus time: Transforming life experience into stand-up comedy. New Theatre Quarterly, 33(2), 143-155.
Feiler, B. (2021). Life is in the transitions: Mastering change at any age. Penguin.
Mahoney, J. (2000). Path dependence in historical sociology. Theory and Society, 29(4), 507-548.
Sambutan acara wisuda Universitas Islam Indonesia pada 25-26 Januari 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Pentingnya IPE dan IPC pada Pelayanan Psikologi Klinis
Menyikapi banyaknya generasi Z yang mengalami gangguan kesehatan mental, Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan diskusi panel dengan tema Interprofessional Education (IPE) dan Interprofessional Collaboration (IPC) pada Pelayanan Kesehatan Mental yang diselenggarakan pada Rabu (22/01) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.
Acara yang dihadiri sebanyak 180 mahasiswa Program Studi Kedokteran Blok 2.4 dan Profesi Psikologi Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya (FPSB) dimoderatori oleh Dr. dr. Yaltafit Abror Jeem, M.Sc sebagai dosen Fakultas Kedokteran (FK) UII yang dibersamai oleh tiga pemateri yaitu dr. Baiq Rohaslia Rhadiana, M.Sc., Sp.KJ, Dr. RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog dan dr. Retno Pramudyaningtyas R, M.Med.Sc., Sp.KJ.
Sebelum diskusi panel dimulai, peserta diberi pernyataan kasus sebagai trigger atau pemicu diskusi yang diilustrasikan tentang kisah dokter baru yang kebingungan saat didatangi oleh seorang perempuan berusia 20 tahun yang melakukan percobaan bunuh diri saat ia bertugas malam hari di sebuah instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit.
“Melihat dari kasus seperti ini, kita tidak bisa menanganinya sendiri. Selain dokter harus punya integritas, tapi juga kita harus kolaborasi. Itu salah satu kunci juga dalam menghadapi kasus seperti ini,” Ujar Dr. Jeem menimpali jawaban dari salah satu peserta.
Dr. Jeem juga menjelaskan bahwa dokter umum yang pertama kali menerima kasus ini mempunyai batasan-batasan tertentu. Peran dokter umum hanya untuk penanganan awal dan kemudian dirujuk oleh dokter yang lebih ahli. Menurutnya, kasus seperti ini juga dapat melibatkan sektor lain seperti keamanan dan polisi jika diperlukan.
Menanggapi trigger kasus diatas, dr. Lia begitu sapaan akrab dari dr. Baiq Rohaslia melansir Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 bahwa 1 dari 10 dari orang di sekitar lingkungan kita mengidap gangguan mental bahkan orang-orang zaman sekarang dengan sukarela mendatangi psikiater khususnya gen Z sebagai pasien yang paling banyak ditemui.
“Kenapa mempelajari kolaborasi itu penting? Yang perlu temen-temen pahami disini ialah kita sebagai dokter bisa melayani pasien dengan baik dan optimal,” Jelas dr. Lia. Senada, dalam konteks ini, Dr. Jeem menyimpulkan seorang dokter hanya menjadi penghubung kepada profesi lain yang lebih spesifik agar pelayanan menjadi lebih bermutu dan optimal.
Dilanjutkan oleh Dr. RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog membahas tentang UU dan pedoman dasar untuk psikologi klinis disebut dengan PNPPK (Pedoman Nasional Pelayanan Psikologi Klinis) yang menjelaskan penanganan yang diberikan kepada pasien dengan gejala tertentu. Mengingat tingginya masalah kesehatan mental, Ia juga menyinggung profesi psikolog klinis menjadi tenaga kesehatan yang krusial sehingga harus ada di pusat kesehatan masyarakat.
“Nah, jadi pasien dan keluarga sebagai center pelayanan dibantu dengan profesi-profesi lain yang mewujudkan bentuk kolaborasi seperti apoteker, nutrisionis, teknisi medis, terapi fisik, psikologi klinis dan ada perawat dan bidan. Semuanya saling memberikan kontribusi dan memberikan sinergi,” ungkap Dr. Retno.
Pemateri terakhir, dr. Retno Pramudyaningtyas R, M.Med.Sc., Sp.KJ. membahas implementasi Interprofessional Collaboration (IPC) di RSJ Grhasia. Ia memaparkan IPC dalam pelaksanaannya dapat melatih kerja sama tim dari profesi lain untuk menangani pasien dan di sisi lain dapat menurunkan komplikasi yang tentunya dibantu oleh tenaga kesehatan profesional seperti perawat, psikolog, apoteker, dan lain sebagainya.
Dengan pemaparan materi tentang IPC atau kolaborasi diharapkan mahasiswa dapat belajar dengan berbagai profesi agar bisa memahami peran dan keterbatasannya. Sehingga mampu menghasilkan pelayanan yang baik dan optimal khususnya bagi pasien dengan gangguan kesehatan mental. (NKA/AHR/RS)