Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Syawalan dan Pelepasan Jamaah Calon Haji Tahun 1440 H, yang sekaligus menandai berakhirnya masa libur Idulfitri 1440 H. Momen silaturahmi yang berlangsung di Auditorium Prof. KH. Abdulkahar Mudzakkir, pada Kamis (13/6), dihadiri para dosen, tenaga kependidikan, perwakilan lembaga mahasiswa, Ikatan Keluarga Ibu-Ibu UII, satpam, pensiunan serta sejumlah perwakilan dari instansi mitra UII.

Read more

Alhamdulillah, Allah telah memudahkan kita dalam menyelesaikan puasa Ramadan dan mengisi Ramadan dengan amalan-amalan terbaik lainnya.

Idulfitri adalah momentum untuk mengevaluasi yang sudah kita lakukan selama bulan Ramadan dan melanjutkan serta meningkatkannya di masa mendatang. Sebuah misi yang tidak selalu mudah, tetapi dengan ikhtiar terbaik dan pertolongan Allah, insyallah kemudahan akan selalu hadir.

Misi akhir puasa seperti dipesankan oleh Allah adalah menjadi orang yang bertakwa. La’allakum tattaqun.

Hanya saja, tak satu ayat pun dalam Alquran yang memberikan previlese atau hak kepada kita untuk menilai takwa orang lain dan menghakiminya. Yang dipesankan oleh Alquran adalah sederet tanda atau ciri yang bisa kita jadikan indikator atau barometer ketakwaan kita. Kata takwa (termasuk derivasinya) muncul lebih dari 200 kali dalam Alquran.

Berikut adalah beberapa ayat yang menggambarkan ciri orang bertakwa, yang terekam dalam Alquran.

Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Albaqarah 2: 177)

 (133) Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (134) (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan, (135) dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzhalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (QS Ali Imran 3: 133-135)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Alhasyr 59: 18).

Tentu, masih banyak ayat yang menggambarkan ciri orang bertakwa.  Berdasar ketiga ayat di atas, kita bisa membuat daftar singkat ciri tersebut sebagai pengingat bersama.

Menurut Alquran, orang yang bertakwa itu

  1. dermawan, suka berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit;
  2. penyabar, penahan amarah;
  3. pemaaf, jika orang lain membuat kesalahan kepada kita dan meminta maaf;
  4. penepat janji, jika berjanji termasuk janji profesional sebagai pemimpin/manajemen, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa;
  5. pemohon ampun kepada Allah, jika berbuah zalim kepada diri sendiri; dan
  6. berpikir jauh ke depan, visioner, dan tidak terjebak pada kekinian, apalagi masa lampau.

Ciri tersebut di atas terkait dengan aspek hubungan antarmanusia (hablun minannas) (poin 1-4 di bawah), hubungan dengan Allah (hablun minallah) (poin 5), dan kesadaran akan masa depan (poin 6). Hubungan antarmanusia adalah dimensi menyamping, hubungan dengan Allah adalah dimensi mengatas, dan kesadaran akan masa yang akan datang adalah dimensi mengedepan.

Semoga kita dimudahkan Allah untuk menapak jalan terjal untuk menjadi orang yang bertakwa sesungguhnya. Yang menjadikan takwa menantang adalah dimensi yang menyertainya. Takwa tidak bersifat kadang-kadang. Takwa tidak terbatas waktu dan ruang.  Takwa adalah ikhtiar sepanjang hayat, selama nyawa masih melekat dan nafas belum tersedat. Takwa dilakukan di mana pun kita berada.

Semoga kita dimudahkan Allah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dermawan, lebih sabar, lebih murah dalam memberikan maaf, lebih menepati janji, lebih mudah memohon ampunan kepada Allah jika berbuat zalim, dan berorientasi pada masa depan.

Semoga Idulfitri kali ini menjadi momentum untuk menemukan kembali fitrah kita dan menjadikannya sebagai acuan dan mewarnai semua aktivitas kita. Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu meridai dan memudahkan langkah kita dalam beribadah kepadaNya. Amin.

Disarikan dari sambutan pada Syawalan Universitas Islam Indonesia pada 13 Juni 2019.

 

Idulfitri hari kemenangan yang membahagiakan bagi orang beriman yang telah berhasil menjalankan perintah suci puasa selama Ramadan. Sebagian dari kita  mungkin merasa bahwa dalam Ramadan tahun ini, sangat berat untuk menjaga kesucian hati karena bertepatan dengan rangkaian pemilu yang dihelat oleh bangsa ini. Alhamdulillah, pemenangnya adalah bangsa Indonesia. Kita semua.

Selama Ramadan, dan bahkan jauh hari sebelumnya, tidak jarang kata yang keluar dari mulut, sulit kita kendalikan, dan lebih sering lagi, jari-jemari kita kadang ringan untuk memroduksi dan membagikan informasi yang berpotensi menghinakan saudara kita, menyebarkan kebencian kepada kelompok lain, dan merobek ukhuwah yang telah terjalin. Kita bahkan bisa jadi tidak sadar bahwa yang kita lakukan memberikan dampak yang buruk bagi orang lain dan mengoyak perdamaian.

Allah sudah menurunkan pesan terkait masalah ini kepada Nabi Muhammad belasan abad yang lalu, yang kadang kita lupa untuk mentadabburinya. Kita berlindung kepada Allah, semoga tidak termasuk orang yang menolak pesan ini.

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu (QS Al-Hujurat 49:6).

Hubungan antarmukmin

Idulfitri kali ini, sungguh tepat kita jadikan momentum untuk kembali merajut kerukunan dan melantangkan pesan perdamaian. Pesan Allah dalam Alquran sangat jelas, sebening kristal.

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (QS Al-Hujurat 49:10).

Orang Mukmin itu bersaudara. Karenanya, ketika terjadi perselisihan, kita diperintahkan Allah untuk mendamaikan. Kita bersyukur jika dapat menjadi bagian dari juru damai, bagian dari solusi. Tetapi, tanpa sadar, tidak jarang justru kita adalah pihak yang perlu didamaikan. Kita telah menjadi bagian dari masalah. Semoga Allah menjauhkan kita dari yang demikian.

Bahkan Rasulullah Muhammad memberikan metafor:

Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, bagaikan satu tubuh, Ketika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan tidak bisa tidur dan demam. (HR Al-Bukhari [6011] dan Muslim [2586]).

Pesan di atas sudah lebih dari cukup sebagai landasan moral membina perdamaian. Indonesia yang damai dan maju merupakan dambaan semua anak bangsa. Indonesia damai berarti pula umat Muslim damai, karena sebagian penduduk Indonesia adalah Muslim.

Namun, fakta berikut nampaknya bisa menjadi bahan tadabbur. Islam tidak mengajarkan kekerasan dan mencintai konflik, tapi kita tidak dapat mengabaikan fakta munculnya konflik di negara-negara Muslim. Jemaah yang hadir di sini pun akan tidak nyaman atau bahkan marah ketika ada yang mengatakan bahwa Islam mengajarkan kekerasan.

Dalam sejarah modern sampai saat ini, banyak negara Muslim di Timur Tengah, saudara-saudara kita, mendapatkan ujian berupa konflik, yang beberapa di antaranya sudah berlangsung lama dan nampak tak berkesudahan. Korban jiwa sudah mencapai jutaan.

Karenanya, dua orang peneliti dari Peace Research Institute di Oslo (PRIO)[i] memunculkan pertanyaan besar: apakah negara-negara Muslim lebih rentan terhadap kekerasan? Data yang mereka kumpulkan dari 1946-2014 menunjukkan bahwa dari 49 negara yang mayoritas penduduknya Muslim, 20 (atau 41%) di antaranya mengalami perang sipil (perang sesama anak bangsa), dengan total durasi perang 174 tahun atau sekitar 7% dari total umur kumulatif semua negara tersebut (2.467 tahun).

Pasca Perang Dingin, sebagian besar perang adalah perang sipil dan proporsi terbesar terjadi di negara-negara Muslim. Bukan hanya karena perang sipil di negara-negara Muslim meningkat, tetapi juga karena konflik di negara lain berkurang. Fakta yang lebih dari cukup untuk membuka mata kita.

Semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa menurunkan rahmatnya untuk menjadikan negara-negara saudara kita diliputi kedamaian.

Alhamdulilah, catatan optimis masih ada. Empat dari lima negara dengan penduduk Muslim terbesar, tidak terjebak dalam perang sipil. Indonesia salah satunya. Kita semua tentu berharap kedamaian tetap terjaga di Bumi Pertiwi ini.

Satu pertanyaan besar yang sangat mungkin kita ajukan adalah: mengapa kekerasan dan bahkan perang masih terjadi di negara Muslim, padahal Islam mengajarkan perdamaian. Pesan perdamaian melekat dengan Islam sejak kelahirannya. Islam sendiri berarti damai.

Strategi menjaga perdamaian

Bagaimana menghadirkan dan menjaga perdamaian? Mari kita melakukan tadabbur beberapa pesan suci Allah dalam Alquran, terkait bagaimana sesama Mukmin berinteraksi.

Pertama, kerukunan dan perdamaian nampaknya sulit terwujud tanpa adanya sikap yang saling menghargai. Pesan Allah sangat jelas:

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS Al-Hujurat 49:11).

Dalam beberapa tahun terakhir, kita menjadi saksi bahwa masyarakat Indonesia telah kehilangan sensitivitasnya dan menikmati dalam menghinakan saudaranya. Hadirnya media sosial yang tidak digunakan secara bertanggung jawab telah menjelma menjadi kanal penerus pesan kebencian.

Tidak sulit menemukan bukti bahwa sesama Mukmin telah saling mengolok, saling mencela, dan memanggil dengan panggilan yang buruk (fasik). Padahal, kata Allah, jika kita tidak bertaubat dari ketiga akhlak buruk ini, kita dimasukkan ke dalam golongan orang yang zalim. Na’udzu billahi min dzalik.

Kedua, perdamaian nampaknya sulit dihadirkan ketika rasa saling percaya tidak ada. Saling curiga dan saling mencari kesalahan bukanlah basis yang benar untuk membangun perdamaian. Allah berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang (QS Al-Hujurat 49:12).

Bahkan Allah memberi metafor yang sangat menjijikkan, bahwa berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan, dan mengunjing ibarat memakan daging mayit saudara kita.

Lagi-lagi, kita menjadi saksi maraknya saling curiga dan ringannya mencari-cari kesalahan saudara Mukmin kita. Dan bahkan, seringkali, tanpa sadar, sebagian dari kita  menjadi bagian pelaku. Na’udzu billahi min dzalik.

Ketiga, selalu berikhtiar menghadirkan keadilan. Tanpa keadilan, perdamaian juga nampaknya sulit terwujud. Kita tentu tidak hanya menuntut orang lain adil kepada kita, tanpa kita sendiri berusaha sekuat tenaga untuk bersikap adil, meski kepada orang yang kita benci sekalipun. Adil akan mendekatkan diri kita kepada takwa. Allah berpesan:

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan (QS Al-Maidah 5:8).

Keempat, mengakui dan menghargai perbedaan sebagai fakta sosial. Ketika Allah mengganti panggilan ‘Wahai orang-orang yang beriman!, seperti dalam Al-Hujurat ayat 1, 2, 6, 11, dan 12,, dengan ‘Wahai manusia!‘ pada ayat 13, tentu bukanlah kebetulan.

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS Al-Hujurat 49:13)

Manusia oleh Allah diciptakan berbeda-beda, beda bangsa, beda suku, dan diperintahkan untuk saling mengenal. Dalam mengenal memerlukan komunikasi yang jujur dan  saling menghargai. Tanpanya, apa yang kita ketahui dari bangsa atau suku lain, akan bersifat kosmetik dan tidak otentik. Dan sebaliknya.

Namun, di akhir ayat, yang terbaik, kata Allah, sangat jelas, yaitu yang paling bertakwa, persis dengan tujuan akhir perintah puasa.

Penutup

Jika keempat hal di atas:

1.    Mengembangkan sikap saling menghargai dan menjauhi sikap saling menghinakan

2.    Menghindari sikap saling curiga dan mengembangkan sikap saling percaya

3.    Mengikhtiarkan keadilan, bahkan kepada orang yang kita benci

4.    Menerima perbedaan dan mengembangkan komunikasi

kita ikhtiarkan untuk dilakukan secara berjemaah, maka insyallah kita akan mudah dalam merekatkan kerukunan dan bangsa Indonesia dan sesama Mukmin akan senantiasi diliputi kedamaian. Amin Allahumma amin.

Mari momentum Idulfitri ini kita jadikan untuk memperbaiki diri. Semoga puasa dan semua amalan terbaik yang kita jalankan selama Ramadan menjadikan kita pribadi-pribadi yang suci, pribadi-pribadi yang lebih khusyuk dalam beribadah, pribadi-pribadi yang lebih menghargai orang lain, pribadi-pribadi yang menjauhi prasangka buruk kepada sesama saudaranya, dan pribadi-pribadi yang berikhtiar menegakkan keadilan.

Semuanya, kita ikhtiarkan dalam rangka meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah, status yang akhirnya menentukan posisi kita di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

Semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa memudahkan kita untuk selalu istikamah, konsisten, dalam menapaki jalan yang diridaiNya. Dan, semoga kita dipertemukan dengan Ramadan tahun depan. Amin ya rabbal alamin.

Disarikan dari Khutbah Idulfitri 1440 di Alun-alun Selatan, Kraton, Yogyakarta.

[i] Gleditsch, N. P., & Rudolfsen, I. (2016). Are Muslim countries more prone to violence?. Research & Politics, 3(2), 1-9.

 

Mahasiswi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (FPSB UII) berpartisipasi dalam konferensi ilmiah internasional di Rangsit University Thailand. Konferensi bertajuk 4th Rangsit University National And International Research Conference On Science And Technology, Social Science, And Humanities 2019 dan UII ini diadakan pada 25-26 April 2019. Kedua mahasiswa UII atas nama Dian Annisa (Ilmu Komunikasi 2015) dan Pratiwi Mulido (Hubungan Internasional 2015) mempresentasikan penelitian penelitian Products Brand Image mengenai Modern Liberalism.

Read more

Bertepatan dengan bulan Ramadan yang penuh berkah, keberkahan turut menghampiri Universitas Islam Indonesia (UII) dengan bertambahnya jumlah Guru Besar di lingkungannya. Yakni, Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si., berhasil menyandang predikat Guru Besar di bidang Ilmu Kimia dan menjadikannya sebagai Guru Besar yang ke-19 di lingkungan UII.

Pengangkatan Is Fatimah sebagai Guru Besar ditandai dengaan penyerahan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI, Nomor 13955/M/KP/2019 oleh Kepala LLDIKTI Wilayah V, Prof. Dr. Didi Achjari, S.E, M.Com, Akt., kepada Rektor UII, Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., dan diserahkan kepada Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si., pada Rabu (29/5) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus UII Terpadu.

Read more

Mastercard-Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019 menempatkan Indonesia pada peringkat teratas destinasi wisata halal dunia. Yogyakarta menjadi salah satu kota dengan destinasi wisata paling diminati. Tercatat sekitar 1,8 juta orang berkunjung ke Yogyakarta pada tahun 2018. Sementara Menurut GMTI, Yogyakarta masih terpaut jauh dari Lombok yang menempati posisi pertama dalam hal destinasi wisata halal di Indonesia, disusul Aceh dan Sumatera.

Hal inilah yang melatarbelakangi pelaksanaan diskusi bertajuk “Pariwisata Halal Kota Yogyakarta: Peluang dan Tantangan,” yang diadakan oleh Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional UII.
Kegiatan yang menghadirkan beberapa lembaga dan instansi terkait seperti delegasi pemerintah kota Yogyakarta, delegasi Masyarakat Ekonomi Syariah (MES DIY), serta delegasi pelaku usaha industri pariwisata ini, dilaksanakan di Hotel Tentrem, Yogyakarta, pada Selasa (28/5).

Read more

Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam budaya. Kultur ini dibangun dari banyak hal seperti dari keberagaman suku, budaya, golongan, dan agama. Dari banyaknya golongan agama yang ada tentunya memiliki nilai yang sama-sama menyebarkan kebaikan. Menyikapi hal ini, prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) dalam kegiatan Sekolah Pemikiran Islam pada (27/5) di Gedung K.H.A. Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII. Kajian membahas tema tentang Islam Inklusif: Membangun Ukhuwah Islamiyah dalam Merespon Keberagamaan.

Read more

SURAT EDARAN REKTOR
No. 1475 /Rek/10/SP/V/2019


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dalam rangka menyambut Idulfitri 1440 H / 2019 M, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Libur Idulfitri 1440 H dilaksanakan mulai tanggal 31 Mei 2019 sampai dengan 12 Juni 2019 sesuai kalender  Universitas Islam Indonesia.
  2. Kegiatan Akademik, Administrasi dan Kemahasiswaan aktif kembali pada Kamis, 13 Juni 2019.
  3. Acara Syawalan dan Pelepasan Jamaah Calon Haji Keluarga Besar Universitas Islam Indonesia tahun 2019, diselenggarakan pada :
    Hari, Tanggal : 13 Juni 2019
    Jam                  : 08.30 WIB s.d. selesai
    Tempat           : Auditorium KH. Abdulkahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII
    Jalan Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta.
    Seluruh pegawai, dan Ketua Lembaga Kemahasiswaan UII diundang hadir pada acara tersebut.
  4. Pimpinan unit di lingkungan UII diharapkan untuk mensosialisasikan edaran ini pada unit yang dipimpin, selanjutnya agenda kegiatan akademik di lingkungan UII menyesuaikan dengan jadwal tersebut.

Demikian, untuk menjadikan perhatian sebagaimana mestinya, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yogyakarta , Ramadan 1440 H/Mei 2019 M
Rektor,

Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.

 

Surat Edaran Rektor dapat diunduh disini

 

 

 

Keberadaan dan peran kaum Rois atau Modin di tengah masyarakat memerlukan aktualisasi. Tugas pokok dan fungsi modin yang terkenal dalam bagian keagamaan semakin bergeser karena perubahan zaman. Dalam menjalankan tugasnya sebagai perangkat desa dalam bidang keagamaan tentu saja modin juga melakukan kegiatan dakwah Islamiyah. Untuk itu, diperlukan berbagai langkah untuk kembali menguatkan peran modin di masyarakat.

Maka dari itu Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII bersama dengan Kementerian Agama Kabupaten Sleman menyelenggarakan Forum Silaturahmi Modin se-Sleman pada Sabtu (25/5) di Ruang Audiovisual Gedung Perpustakaan UII. Kegiatan itu bertemakan Peran “Kaum Rois (modin) dalam Menegakkan Nilai-nilai Keislaman dan Kearifan Lokal di Indonesia”.

Read more

Muhammad Afifudin, mahasisawa FK UII meraih prestasi dalam ajang Nasional Winslow Scientific Paper Competition 2019 dengan meraih juara I. Kompetisi yang diadakan pada 4-7 April 2019 di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin ini diikuti oleh berbagai universitas di Indonesia. Ia bersama mahasiswa prodi Kimia UII, Rifqi Novalino Riksawan terjun mewakili UII dalam kompetisi tersebut. Para peserta diajak menjawab tantangan polemik kesehatan di era revolusi industry 4.0.

Read more