Saudara adalah generasi yang tumbuh dalam era informasi dan terkoneksi secara global. Saudara memiliki wawasan unik dan pemahaman mendalam tentang berbagai isu sosial dan lingkungan. Saudara adalah generasi yang cerdas, inovatif, dan siap untuk menghadapi tantangan yang ada di luar sana.

 

Tantangan masa depan

Namun, di balik semua potensi dan kemampuan yang Saudara miliki, ingatlah bahwa perjalanan ini tidaklah selalu mudah. Dunia berkarya tidak selalu mulus. Banyak rintangan yang akan Saudara hadapi. Tapi jangan biarkan rintangan-rintangan tersebut menghalangi. Jadikanlah mereka sebagai batu loncatan menuju kesuksesan.

Saat Saudara memasuki dunia berkarya, selalu pertahankan semangat untuk belajar dan berkembang. Dunia terus berubah. Saudara harus siap untuk beradaptasi dan terus meningkatkan kemampuan. Apa yang cukup untuk kemarin, belum tentu serupa untuk hari ini. Apa yang relevan untuk hari, bisa jadi sudah kedaluwarsa di masa depan. Karenanya, jangan pernah berhenti bertanya, mengejar pengetahuan baru, dan menjelajahi peluang baru.

Selain itu, jadilah pribadi yang memiliki integritas tinggi dan memegang erat nilai-nilai abadi. Dunia tidak hanya butuh profesional yang kompeten, tetapi juga individu yang jujur, penuh empati, dan bertanggung jawab.

Saudara memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat. Dan, semua itu dimulai dari diri Saudara sendiri.

 

Berpikir ulang

Izinkan saya menitipkan pesan yang insyaallah bermanfaat untuk masa depan Saudara. Pesan ini juga insyaallah valid untuk semua hadirin.

Saat berdiri di ambang perubahan besar, ada satu kata kunci yang ingin saya sampaikan kepada Saudara: “berpikir ulang”. Selalu tantang asumsi yang kita gunakan dalam melihat banyak hal. Jangan-jangan, asumsi yang selalu ini kita pilih telah membatasi kita untuk melihat banyak hal dengan kaca mata lain.

Berpikir ulang adalah seni merenungkan kembali jalan yang sudah ditempuh, menelaah pengalaman yang telah dihayati, dan menggali makna dalam setiap langkah. Inilah momen bagi Saudara untuk merenungkan tujuan, nilai-nilai yang diyakini, dan arah yang ingin  ditempuh.

Dalam dunia yang terus berubah, berpikir ulang adalah peta navigasi untuk menemukan jalan di tengah kompleksitas. Hal ini memerlukan kemampuan untuk melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, untuk mencari solusi yang lebih baik, dan untuk terus belajar serta bertumbuh.

Ikhtiar ini juga melibatkan pembebasan dari pola pikir yang telah mapan serta eksplorasi ide, solusi, dan kemungkinan baru. Di sini, diperlukan inovasi, pikiran terbuka, pengambilan risiko, adaptasi, ketangguhan, dan penerimaan terhadap kegagalan.

Berpikir ulang juga merupakan panggilan untuk merenungkan dampak dari tindakan kita. Apakah kita telah memberikan kontribusi positif kepada masyarakat? Apakah kita telah memanfaatkan potensi kita sebaik mungkin? Pertanyaan-pertanyaan ini mengingatkan kita untuk tidak hanya menjalani hidup, tetapi juga untuk memberikan arti dalam hidup.

Berpikir ulang tentu bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru menjadi bukti kebijaksanaan. Itu adalah tindakan dari mereka yang berani menghadapi diri sendiri dengan jujur. Ketika berpikir ulang, kita memberikan diri sendiri, kesempatan untuk berkembang dan menjadi versi yang lebih baik dari diri kita.

Berpikir ulang adalah manifestasi dari keingintahuan yang kuat, sensitivitas terhadap perubahan, dan kemauan untuk terus tumbuh.

Sambutan rektor pada wisuda doktor, magister, sarjana, dan diploma Universitas Islam Indonesia, 30 September 2023 dan 1 Oktober 2023.

 

Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan dari delegasi Australia-Indonesia Muslim Exchange Program (AIMEP) 2023 pada Rabu (27/9), di Kampus Terpadu UII. Sebagai negara Muslim terbesar dunia, komunitas Muslim di Indonesia memiliki identitas unik yang sangat multikultural dan terbuka. Hal ini yang melatarbelakangi AIMEP berkunjung ke Indonesia dan salah satunya ke UII.
Read more

Sejumlah 25 mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) mendapat Beasiswa Inspirasi Muamalat setelah berhasil lolos pada tahap seleksi. Program Beasiswa yang diinisiasi oleh PT Bank Muamalat Indonesia TBk (BMI) ini merupakan program yang diperuntukkan bagi mahasiswa UII dari berbagai jenjang pendidikan.
Read more

Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang sangat umum terjadi di Indonesia bahkan dunia. Berdasarkan The Global Burden of Disease Study tahun 2016 masalah kesehatan gigi dan mulut khususnya karies gigi merupakan penyakit yang dialami hampir dari setengah populasi penduduk dunia, yaitu 3,58 miliar jiwa. Di Indonesia sendiri, sebanyak 57,6% populasinya didapati memiliki masalah kesehatan gigi dan mulut serta 45,3% mengalami karies gigi. Didapati pula hanya 10,2% yang mendapati pelayanan medis (Riskesdas, 2018).
Read more

Sebagai bentuk upaya meningkatkan kualitas pendidikan unggul bertaraf internasional, Badan Penjaminan Mutu Universitas Islam Indonesia (BPM UII) bekerjasama dengan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Belmawa Dikti) menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kurikulum Outcome-Based Education (OBE) dan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Berorientasi Internasional. Bimbingan teknis ini dirancang untuk memberikan wawasan mendalam tentang Kurikulum OBE dan SPMI yang berfokus pada standar Internasional.

Read more

Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) Universitas Islam Indonesia (UII) sukses menggelar International Day 2023 pada Kamis (21/9), bertempat di pelataran Gedung Moh. Hatta, Kampus Terpadu UII. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong partisipasi civitas akademika UII dalam mengeksplorasi keberagaman budaya dari sejumlah negara. Selain juga menggambarkan hadirnya komunitas di UII yang sangat multikultural, terutama dari kalangan mahasiswa internasional.

Read more

Menemukan makna baru merupakan tantangan dan tuntutan bagi setiap universitas. Baik di setiap kegiatan rutin harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan. Acara rutin tahunan seperti halnya Rapat Koordinasi Kerja (Rakorja) kerap kali dinilai sebagai kegiatan formalitas, namun hal ini bukan alasan untuk kehilangan makna dari acara tersebut. Hal ini dikemukakan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dalam pelaksanaan Rakorja UII Tahun 2023, di Yogyakarta Marriott Hotel, 19-20 September 2023.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) berupaya mendukung implementasi penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk masa depan. Sehubungan dengan hal itu, UII bersama Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII dan PT Surya Nuansa Utama (SUN) Energy melaksanakan agenda UII Solar System Inauguration Ceremony pada Senin (18/9). Kegiatan yang berlangsung di Gedung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII ini sebagai bagian dari agenda peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kampus UII.

Read more

Masyarakat diharapkan dapat lebih selektif akan informasi yang bersebaran di media massa baik online maupun cetak. Terlebih menghadapi masa-masa menjelang pemilu di tahun 2024. Sebab, semakin banyak hoaks atau berita palsu yang menggiring diskursus publik ke arah yang cenderung negatif.

Read more

Salah satu tugas negara, sesuai amanah konstitusi, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahasa teknisnya, termasuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dan merata untuk semua anak bangsa. Semua anak bangsa seharusnya mendapatkan peluang yang sama untuk mengakses pendidikan.

Ini adalah tugas peradaban. Tak ada satupun negara maju di muka bumi yang bangsanya tidak terdidik. Anak bangsa yang cerdas merupakan modal penting kemajuan.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan, bahwa tangan negara tidak cukup untuk menjalankan tugasnya. Masyarakat yang tercerahkan pun memberikan uluran tangan, dengan memperluas jangkauan pendidikan, di semua tingkatan dan di segala penjuru. Bahkan, banyak di antaranya yang sudah berdiri sebelum Republik ini diproklamasikan. Semuanya didasarkan pada sebuah kesadaran yang melampaui zaman.

Karenanya, makin banyak anak bangsa yang terfasilitasi dan kian luas pojok Indonesia yang terlayani pendidikan. Tak terkecuali di ranah pendidikan tinggi. Ribuan perguruan tinggi swasta (PTS) yang bertumbuh di Bumi Pertiwi adalah bukti nyata. PTS telah membantu negara menjalankan amanah yang seharusnya diembannya.

Kehadiran PTS karenanya perlu disambut dengan gembira dan dilihat sebagai mitra negara. Pertanyaannya, apakah hal ini telah terjadi?

 

PTS di Mata Negara

Dalam dokumen dan banyak forum resmi, posisi PTS cukup terhormat: setara dengan perguruan tinggi negeri (PTN). Tetapi, dalam praktik di lapangan dan obrolan tidak resmi para petinggi di belakang panggung publik, kisahnya dapat berbeda. Perspektif ini tentu akan sangat mempengaruhi beragam kebijakan yang akan diambil.

Betul, semua PT harus mampu bersaing. Tidak ada yang menampik pendapat ini. Tetapi, pemahaman akan konteks yang beragam juga sangat penting. Indonesia bukan hanya Jakarta atau Pulau Jawa.

Selain itu, setiap kebijakan yang dibuat, tidak hanya untuk melayani PTN atau PTS yang sudah mapan, tetapi juga untuk PTS yang sedang berkembang yang cacahnya sangat banyak. Banyak dari mereka yang bahkan masih berjuang untuk menggaji para dosennya. Eit, jangan dulu bertanya soal kualitas kesejahteraan dosennya.

PTS yang sekarang mapan pun, sebagian besar berangkat dari PTS kecil. Hanya sedikit PTS yang lahir dalam keadaan bongsor.

Mungkin sebagian dari kita langsung berkomentar, “Mengapa PTS kecil tidak ditutup saja?”. Tidak sesederhana itu, Ferguso! Di setiap pendirian PTS, ada nilai-nilai yang mendasari. Tidak selalu berbau uang. Sebagaian digerakkan oleh tanggung sosial sebagai anak bangsa, karena tangan negara belum dapat menjangkau. Meski kita tidak bisa menutup mata, ada juga yang kapitalistik. Tetapi, cacahnya tidak banyak.

Saya personal masih ingat betul fragmen percakapan dengan beberapa pejabat di bidang pendidikan tinggi. Sebagian masih menjabat. Ketika saya sampaikan masalah di PTS yang memerlukan perhatian negara, seorang pejabat berujar, “Siapa yang menyuruh untuk mendirikan PTS”. Ketika saya sampaikan kritik terkait akreditasi, ada pejabat lain yang berkomentar: “Kan, tidak semua PTS harus unggul”. Mungkin pejabat yang mengucapkannya sudah lupa, tapi fragmen menyedihkan tersebut tidak mungkin saya hilangkan dari ingatan.

Inilah yang saya khawatirkan: PTS tidak masuk dalam radar setiap pembuat kebijakan karena bermula dari pandangan yang sumir terhadapnya. Pejabat adalah representasi negara.

 

Dukungan ke PTS

Saya mendengar teriakan banyak pimpinan PTS, baik yang tergabung di Aptisi maupun BKSPTIS. Ini jelas bukan teriakan untuk dikasihani oleh negara, tetapi justru mengingatkan negara untuk menjalankan tugasnya.

Jangan sampai, perspektif “kasihan” muncul dari benak para pejabat negara. Jika ini yang terjadi, saya khawatir, kebijakan yang diambil tidak sepenuh hati dan hanya menjadi katarsis tanpa ketulusan.

Tentu, PTS berterima kasih terhadap beberapa kebijakan yang lebih adil dan sensitif terhadap konteks yang beragam. Meski, sebagian kebijakan baru itu muncul setelah beragam kritik yang mengemuka.

Namun, sebagian teriakan PTS rasanya seperti dianggap angin lalu. Salah satunya terkait dengan admisi mahasiswa baru. Di masa kritis, akhir musim admisi seperti ini, banyak PTS yang mengeluhkan penurunan minat publik untuk mendaftar di PTS. Keluhan ini bahkan juga disampaikan oleh PTS mapan.

Mengapa ini terjadi? Sebabnya mungkin beragam. Namun, admisi mahasiswa baru di PTN (tidak hanya yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) menjadi salah satu sebabnya. Ini terkait dengan penambahan kuota yang fantastis, jadwal admisi yang selalu mundur, dan pembukaan jalur mandiri.

Alasan pembenarnya yang saya pernah dengar sayup-sayup adalah karena anggaran yang diberikan negara semakin kecil. Alasan serupa juga digunakan oleh PTN untuk membuka program studi yang siap menjadi “sapi perah”, seperti kedokteran, meski amanah awal negara kepada PTN tersebut bukan di ranah itu.

 

PTS dan APK PT

Saya pernah mendengar pada sebuah forum terbatas, dari 20% anggaran pendidikan yang diamanahkan oleh konstitusi, yang sampai pada sektor pendidikan tinggi hanya sekitar 1%. Jika saya salah dengar, mohon ada yang mengoreksi. Tetapi, jika ini valid, maka pengambil kebijakan di tingkat hulu, termasuk parlemen, perlu mencari solusi. Data proporsi alokasi dana yang terbatas itu untuk PTS pun tidak mudah didapatkan.

Jika alasan penurunan alokasi anggaran ini dibenarkan, maka kebijakan negara yang semakin “lepas tangan” kepada banyak PTN mungkin perlu dikaji ulang. Padahal, kebijakan yang sering dibingkai dengan “kemandirian PTN” ini menjadi salah satu program unggulan Kampus Merdeka.

Saya tidak tahu, seberapa kalis kebijakan negara dari beragam perspektif PTN yang sudah “disapih” ini. Saya tidak mungkin naif dan sangat sadar bahwa setiap lembaga mempunyai kepentingan yang diperjuangkan. Variabel ini tidak bisa diabaikan begitu saja dalam konteks relasi kuasa antara negara dan PTN. Tetapi, apapun alasannya, kepentingan publik tetap harus berada di posisi tertinggi.

Karena itulah, besar anggaran yang dikucurkan ke PT (PTN dan PTS) menjadi penting. Ini menjadi salah satu bukti perhatian negara untuk pendidikan tinggi.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Angka Partisipasi Kasar (APK) PT secara nasional 39,37%. Namun, ada versi lain. Badan Pusat Statistik menulis 31,16%. Itu pun dengan disparitas yang luar biasa. APK di Provinsi Yogyakarta mencapai 75,59%, tetapi di Kepulauan Bangka Belitung baru mencapai 14,85%. Itu pun sudah dengan bantuan PTS.

Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, APK nasional ini sangat rendah. APK PT Singapura melebihi 90%, Thailand mendekati 50%, dan Malaysia di atas 40%.

Indonesia masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk dituntaskan. Untuk mengerjakannya memerlukan anggaran. Ribuan PTS, yang tersebar di segala penjuru negeri, sekali lagi, hadir untuk membantu negara.

Namun, kisah banyak PTS kini tidak seindah misi mulianya untuk berandil mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga negara segera mengambil tindakan nyata.

Tulisan ini telah tayang di Republika.id pada 19 September 2023.