Tiga Mahasiswa UII yang terdiri dari Muhammad Tri Nur Pamungkas (Teknik Elektro 2016), Hayuno Sukmo Nur Prajanto (Teknik Lingkungan 2017), dan Gayuh Ajeng Wandasari (Teknik Lingkungan 2017) berhasil mendapatkan juara 2 lomba paper dan poster Mahadaya Mineral yang diadakan oleh Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta pada 27 September 2019.

Read more

Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) UII yang tergabung dalam Forum Kajian Penulisan Hukum (UKM FKPH) meraih prestasi pada Kompetisi Constitutional Law Festival Nasional yang diselenggarakan oleh FH Universitas Brawijaya Malang bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi RI. Tim FH UII berhasil mendapatkan juara 2 dan Kategori Berkas Terbaik.

Dalam kompetisi ini FH UII mengirimkan dua tim masing-masing di cabang artikel ilmiah dan legal drafting terdiri dari Elfian Fauzy 2017, Kanza Latunhi Rayes 2016, Reza Zubarita 2016, dan Zihan Tasya 2017. Untuk tim artikel ilmiah terdiri dari Rahmadina Bella 2017, Yustika 2017, dan Arrival 2018. Gagasan yang ditawarkan oleh untuk legal drafting berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Peradilan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sedangkan artikel ilmiah mengenai Penguatan Putusan MK dalam Sistem Hukum Nasional.

Read more

Mendapatkan beasiswa ketika kuliah merupakan suatu kenikmatan besar yang patut disyukuri. Adapun cara mensyukuri perolehan beasiswa tersebut adalah dengan berusaha mempersembahkan yang terbaik melebihi mahasiswa-mahasiswa lainnya. Oleh karena itu, bertempat di Gedung Kuliah Umum (GKU) Dr. Sardjito Universitas Islam Indonesia (UII) pada hari Sabtu (19/10), Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan UII menyelenggarakan orientasi dasar mahasiswa beasiswa UII angkatan 2019. Acara yang diikuti oleh 118 mahasiswa penerima beasiswa UII meliputi beasiswa hafidz Al-Quran, beasiswa dhuafa, beasiswa unggulan UII, dan beasiswa bidikmisi. Adapun tema yang diangkat pada orientasi tersebut adalah “Implementasi visi UII di masa kini”.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) bekerja sama dengan Bidang Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Badan Wakaf UII menyelenggarakan Forum Silaturrahim dengan pemilik kos di sekitar kampus. Kegiatan dilaksanakan di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito lantai 2, Kampus terpadu UII, Sabtu (19/10).

Read more

Saudara boleh percaya atau tidak, terhadap judul di atas. Begini argumennya.

Mencari ilmu wajib hukumnya untuk semua kaum Muslim. Para pencari ilmu, kata Rasulullah, berada di jalan Allah sampai dia kembali. Para mahasiswa ketika berangkat sampai pulang dari majelis ilmu (kuliah) selalu berada di jalan Allah. Mereka yang indekos, mulai keluar dari kampung halaman sampai kembali lagi, juga berada di jalan Allah.

Tetapi para pencari ilmu tersebut harus meluruskan niat, untuk menggapai rida Allah. Bisa jadi, tanpa dilandasi niat yang lurus, mereka bukan ahli ilmu alias orang yang berhak mendapatkan ilmu. Jika ini yang terjadi, Rasulullah sudah mengatakan, “memberikan ilmu kepada orang yang tidak berhak (bukan ahli ilmu) seperti mengalungkan permata, mutiara, dan emas kepada leher babi”. Tidak berguna, dan bahkan nista.

Bahkan dengan bahasa lebih keras lagi, Rasulullah mengatakan, “barang siapa mencari ilmu untuk bersaing dengan para ahli ilmu (ulama) lain, atau berdebat dengan orang bodoh, atau untuk mendapatkan mendapatkan kemuliaan di hadapan manusia, maka akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka”. Dari perspektif sebaliknya, Rasulullah mengatakan, “barang siapa yang mengambil jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga”. Menuntut ilmu juga dapat menghapus dosa yang telah lewat.

Para pencari ilmu dengan niat yang lurus adalah para mujahid, orang yang berjihad di jalan Allah.

Di hadis lain, Rasulullah bersabda, “barang siapa membantu persiapan orang yang akan berjuang di jalan Allah, maka dia dapat pahala seperti pejuang, dan barang siapa yang memelihara dengan baik properti yang ditinggalkan oleh pejuang maka dia dapat pahala serupa”. Karenanya, saya percaya, bahwa para pemilik indekos yang lurus niatnya membantu para pencari ilmu, para mujahid di jalan Allah, maka akan mendapatkan pahala yang serupa. Ini adalah jalan menuju surga.

Jika Saudara masih belum percaya, saya pun tetap percaya, karena Allah pernah berfirman yang terekam dalam sebuah hadis kudsi: “Aku sesuai dengan apa yang disangkakan hambaKu kepadaKu”. Saya mempunyai persangkaan baik kepada Allah. Insyaallah akan dikabulkan.

Sari sambutan pada pertemuan dengan pemilik indekos di lingkungan kampus Universitas Islam Indonesia pada 19 Oktober 2019.

Berkunjung ke tanah suci yakni Mekkah dan Madinah, sudah menjadi impian setiap umat muslim di dunia. Setiap tahunnya ratusan ribu umat muslim dari seluruh penjuru dunia berbondong-bondong memenuhi baitullah di Mekkah untuk menunaikan rukun islam ke-5 yaitu ibadah haji. Sayangnya, kebanyakan di kalangan masyarakat Indonesia dalam menunaikan ibadah haji dilakukan di saat kondisi fisik yang kian rentan seiring bertambahnya usia.

Menanggapi tantangan tersebut, Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII menggelar kuliah umum dengan topik pembicaraan “Ayo Haji Muda” di Ruang Aula Utara Gedung Prof. Dr. Ace Partadiredja Fakultas Ekonomi UII, Rabu (16/10). Pada kuliah umum ini diisi oleh perwakilan Badan Pengelola Keuangan Haji Indonesia (BPKH RI) A. Iskandar Zulkarnain, Dosen Ilmu Ekonomi FE UII, Mohammad Bekti Hendri Anto dan Ustadz Erick Yusuf.

Read more

Metode berpikir deduktif merupakan metode yang populer dikembangkan dalam pendidikan tinggi. Melalui metode ini, mahasiswa dituntut berpikir untuk mencari solusi masalah yang dihadapi saat ini. Padahal, dibutuhkan pola pikir induktif dalam menghadapi masa depan, agar kemampuan memetakan solusi dapat dilakukan guna membaca dan menyelesaikan masalah di masa mendatang.

Demikian disampaikan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. sebagai pembicara utama di hadapan ratusan mahasiswa yang berasal dari 12 universitas di Indonesia dalam Konferensi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) 2 bertema “karya anak bangsa untuk Indonesia maju 2025” di Kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Jumat (18/10).

Read more

Tanpa merasa mempunyai legitimasi, tulisan ini dibuat sebagai titipan pemimpin universitas kepada guru besar (profesor), baik yang baru diangkat maupun yang sudah lama menduduki jabatan tersebut. Guru besar adalah jabatan akademik tertinggi di dunia akademik. Jabatan ini memberikan kuasa baru: kewenangan akademik tertinggi. Tersemat di sana, tanggung jawab yang lebih besar.

Puluhan tahun lalu, Oscar Handlin, seorang guru besar dari Harvard University menantang warga universitas dengan ungkapan: “A troubled universe can no longer afford the luxury of pursuits confined to an ivory tower…. Scholarship has to prove its worth not on its own terms, but by service to the nation and the world.” Arti bebasnya: dunia sedang menghadapi masalah ini tidak sanggup lagi menanggung kemewahan pencarian yang terjebak di menara gading…. Kecendekiawanan harus membuktikan maknanya, tidak untuk dirinya, tetapi memberikan layanan kepada bangsa dan dunia. Inilah yang disebut dengan kecendekiawanan yang membabit (scholarship of engagement atau engaged scholarship), menurut Ernest Boyer, mantan presiden the Carnegie Academy for the Advancement of Teaching and Learning.

Universitas dengan kawalan para guru besarnya harus membabit aktif dalam meningkatkan kualitas hidup, dan tidak hanya berceramah dari menara gading. Kecendekiawanan yang membabit melibatkan ikhtiar untuk menghubungkan aktivitas akademik (riset dan pembelajaran) dengan manusia dan lokasi di luar kampus dengan tujuan utama mengarahkan kerja lembaga untuk mencapai manfaat terbesar. Hubungan timbal balik diharapkan untuk memproduksi pengetahuan secara bersama-sama (knowledge co-production). Sudah seharusnya, misi ini tertanam dalam benak setiap guru besar.

Beragam pendekatan kecendekiawanan yang membabit dapat dipilih oleh guru besar. Bisa selektif, dapat kumulatif. Pertama, para guru besar dapat mengembangkan kecendekiawanan publik (public scholarship) yang ditujukan untuk memecahkan masalah publik yang rumit dan membutuhkan rembukan. Guru besar dapat membabitkan diri di sini.

Kedua, mengembangkan pendekatan riset partisipatif (participatoty research), terutama dengan melibatkan kelompok khusus yang cenderung terpinggirkan dalam menemukan solusi atas masalah yang ada. Kata kunci dalam pendekatan ini adalah inklusivitas. Ketiga, para guru besar dalam mewujudkan kecendekiawanan yang membabit dapat mengembangkan kemitraan dengan komunitas (community partnership). Tujuannya adalah perubahan sosial dan transformasi struktural.

Keempat, pengembangan jejaring informasi publik (public information networks) dapat dipilih untuk meningkatkan akses publik terhadap basisdata sumber daya yang bermanfaat bagi publik. Sebagai contoh, para guru besar dapat mewakafkan data mentah yang dikumpulkan dari beragaman risetnya untuk diakses secara luas untuk membuka pintu interpretasi baru.

Kelima, para guru besar juga dapat memilih jalan kecendekiawanan literasi warga (civic literacy scholarship) dengan mengenalkan diskursus yang dapat mengajak publik terlibat untuk memikirkan. Media popular yang banyak diakses publik seperti koran dan majalah, dapat menjadi pilihan. Untuk meningkatkan keberhasilannya, para guru besar dituntut untuk cakap mengemas isu dalam bahasa yang mudah dicerna beragam kalangan. Ini membutuhkan keahlian tersendiri. Tidak mudah. Tetapi bukan berarti tidak mungkin.

Kelima pilihan jalan di atas, semuanya ditujukan untuk mendekatkan diskursus akademik dengan masalah riil dan aktor di lapangan. Ujungnya adalah meningkatkan relevansi kehadiran para guru besar (termasuk universitas) untuk berandil membawa perubahan. Semoga.

Elaborasi ringan dari sari sambutan rektor pada acara penyerahan SK Guru Besar Prof. Is fatimah pada 29 Mei 2019. 

Prof. Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si. was inaugurated as Professor in Chemistry in Open Senate Hearing, Universitas Islam Indonesia (UII) at Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, UII Integrated Campus, Thursday (17/10). In her inauguration speech, Prof. Is Fatimah presented her title “the Development of Advanced Material to Support Environment-friendly and Sustainable Chemistry Development.” The Senate Hearing is led by UII’s Rector, Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.

Prof. Is Fatimah explained that the rapid development of science, technology and industry has made human life easier. Yet, beyond easiness from these developments, adverse effects from these activities, especially from chemical industries are inevitable. Water and soil contamination and air pollution are impacts that require special attention. For instance, the report on Jakarta’s air quality indicated it as the worst in the world, which is a sensitive issue for a state as part of a global community. 

“Chemical industries are often considered as the culprit for these negative impacts. However, it is undeniable that our activities are inseparable from chemicals. Basic human needs from clothing, food, housing and even communication devices are products of billions of chemical reactions. Chemistry is all around us,” Prof. Is Fatimah said. 

Prof. Is Fatimah argued that in the history of chemical industry, productivity factor was more directed towards earning synthesis output as much as possible without considering the effects like residue, chemical waste and toxic effect at the end of production. On another aspect, energy consumption for some reactions is enormous. 

“The number and variation of chemical product used in daily life has grown rapidly. To produce new materials, new compounds generated unknown or even detrimental effect on health,” she elaborated. 

Prof. Is Fatimah further asserted that in current development, Green Chemistry plays a crucial role in implementing sustainable development in various sectors, based on 12 principles: Waste Prevention, Atom Economy, Less Hazardous Chemical Synthesis, Designing Safer Chemicals, and Safer Solvents and Auxiliaries. 

In addition to that, there are also Design for Energy Efficiency, the Use of Renewable Feedstocks, Reducing Derivatives, Catalysis, Design for Degradation, Real-Time Analysis for Pollution Prevention, and Inherently Safer Chemistry for Accident Prevention. 

”Of all these twelve principles, as part of a wider scientific community in Indonesia, especially in UII and the Department of Chemistry, we made endeavors in developing Green Chemistry, through the Advanced Material for Energy and Environment (MEE) Research Laboratory,” she said. 

“The focus of our research is on the development of mineral-based and natural advanced material on catalysis preparation, adsorbent, and nanoparticles for applications in various reactions whether in the provision of essential chemicals, renewable energy and organic waste or coloring waste processing,” Prof. Is Fatimah added. 

Furthermore, Prof. Is Fatimah stated that the success of clay-based material modification had supported many genuine environmental remedy technology, for example, the combination of clay material with Ti2O and ZnO in the form of ceramic membrane material, which can be used as disinfectant materials in drinking water. Photocatalysis mechanism supported by adsorption has the ability to eliminate bacterial cells in water for disinfection. 

“Other than publications in reputable journal articles, four patents have been registered from research schemes developed by Advanced Material for Energy and Environment Research Group, Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, UII,” she revealed.

Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) yang tergabung dalam Tim Bukuy, berhasil meraih prestasi pada ajang kompetisi ide bisnis tingkat nasional. Dalam kompetisi bertema “Pameran Startup Teknologi & Inovasi Industri Anak Negeri 2019“ yang diselenggarakan Kemenristekdikti di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, 3-6 Oktober, mereka mendapat juara II. Anggota tim Bukuy terdiri dari Idznila Shabrina Kartika Wulandari, Ery Dwi Pantari, Kunti Saptasari, dan Hana Nafita Fella.

Read more