Jiwa mukmin - UII - berita kontrol kehamilan

Berbagai kalangan masyarakat menjadikan kegiatan bisnis sebagai pekerjaan sampingan, bahkan diantaranya menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian utama. Terlebih di saat pandemi Covid-19, berkali lipat calon wirausahawan online bermunculan untuk merintis bidang usaha yang akan digelutinya.

Read more

Peran Pemuda

Pemerintah tengah merencanakan pembaharuan kelima atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Namun, saat draft RUU KUP ini menyebar di masyarakat, ada beberapa kejanggalan yang dirasa bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat. Diantaranya ada rancangan terkait pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sembako dan pendidikan.
Read more

Kecakapan dan kompetensi mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) semakin tak diragukan baik di level nasional maupun internasional. Hal ini terbukti melalui raihan prestasi Beasiswa Mobilitas Internasional Mahasiswa Indonesia yang berhasil diperoleh 24 mahasiswa UII setelah melalui seleksi ketat. Setidaknya sekitar 2.600 lebih mahasiswa dari ratusan perguruan tinggi di Indonesia turut mengikuti ajang seleksi beasiswa ini.

Read more

Tujuan ultima dari puasa Ramadan adalah membimbing kita kepada ketakwaan. Ketakwaan yang berbuah amal salih akan menghadirkan tiga macam perolehan: kesejahteraan (lahum ajruhum inda rabbihim), kedamaian (bebas dari ketakutan) (la khaufun alaihim), dan kebahagiaan (la hum yakhzanun).

 

Fitrah sebagai karakteristik asal

Ketika merayakan Idulfitri, kita diharapkan menjadi manusia baru yang semakin sadar dengan tujuan asal penciptaan kita. Semangat kembali ke fitrah merupakan ikhtiar untuk membandingkan kondisi saat ini dengan karakteristik manusia yang seharusnya (asal).

Karakteristik asal ini dapat dirumuskan dengan melihat bagaimana Allah meminta manusia dalam bersikap. Banyak ayat Al-Qur’an yang mengindikasikan ini. Sebagian merujuk kepada fitrah personal, sebagian lain ke fitrah kolektif.

Meskipun demikian, fitrah personal dan kolektif tidak selalu mudah dipisahkan, karena tidak jarang, yang pertama juga membutuhkan objek manusia lain. Keduanya memang jangan dilihat secara terpisah, tetapi saling melengkapi.  Sebagai contoh, menjaga kejujuran adalah fitrah personal, tetapi kemudian orang mungkin akan bertanya, jujur kepada siapa? Demikian juga dengan menahan amarah, berderma, dan yang lain.

Selain fitrah personal perlu terus diikhtiarkan untuk terus dijaga, tulisan ringkas ini mengajak pembaca untuk juga menaruh perhatian kepada fitrah kolektif yang mengandaikan ada hubungan resiprokal antaraktornya.

 

Fitrah kolektif

Fitrah kolektif ini bisa kita jalankan secara bersama-sama sebagai sebuah ke sebagai keluarga, organisasi, jam’iyyah, persyarikatan, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia. Berikut adalah beberapa perintah Allah yang tersebar di beragam ayat yang mengindikasikan fitrah kolektif kita.

  1. Saling mengenal secara baik, lita’arafu (QS Hujurat 49:13).
  2. Saling menasihati untuk berpegang teguh kepada kebenaran, tawashau bi al-haq (QS Al-Ashr 103:3).
  3. Saling menasihati untuk bersabar, tawashau bi al-shabr (QS Al-Ashr 103:3; Al-Balad 90:17).
  4. Saling menasihati untuk berkasih sayang, tawashau bi almarhamah (QS Al-Balad 90:17).
  5. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan dalam melaksanakan takwa, ta’awanu ala al-birri wa al-taqwa (QS Al-Maidah 5:2).

Selain itu, kita juga dapat mendaftar larangan Allah yang akan menjauhkan kita dari fitrah kolektif. Kita, beberapa pesan berikut bisa menjadi pegangan kita menjaganya.

  1. Tidak saling mengolok-olok (la yaskhar qaumun min qaumin … wa la nisaun min nisain ((QS Hujurat 49:11).
  2. Tidak saling mencaci, la talmizu anfusakum (QS Hujurat 49:13).
  3. Tidak saling memberi nama ejekan, la tanabazu bi al-alqab (QS Hujurat 49:11).
  4. Tidak saling memata-matai keburukan orang, la tajassasu (QS Hujurat 49:12).
  5. Tidak saling mengumpat, la yaghtab ba’dlukum ba’dla (QS Hujurat 49:12).
  6. Tidak saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan, la ta’awanu ala alismi wa aludwan (QS Al-Maidah 5:2).

Tentu, daftar di atas dapat diperpanjang. Pesan-pesan Al-Qur’an di atas sebening kristal dan tak memerlukan kernyitan dahi untuk memahaminya. Hanya saja, kita sering kali terlalu sombong dan menolak pesan tersebut dengan beragam alasan, termasuk berkomentar: “tapi kan …”.

 Ikhtisar khutbah Jumat di Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada, 18 Juni 2021.

 

Universitas Islam Indonesia (UII) meresmikan kerjasama dengan Tongmyong University, Korea Selatan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) secara virtual pada Senin (14/6). MoU antar kedua universitas akan berfokus pada upaya membangun kerjasama akademik dan pendidikan. Kedua aktivitas tersebut sangat erat kaitannya untuk meningkatkan pemahaman lintas budaya antara kedua bangsa sekaligus mempromosikan kemajuan aktivitas pembelajaran.

Read more

Dosen Program Studi Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia (FMIPA UII), Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si., menerima Surat Keputusan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor dalam bidang ilmu statistika pada Selasa (15/6) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII.

Read more

Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) menyelenggarakan webminar dengan tema “Anak Muda itu Bawa Perubahan”. Webminar yang digelar pada Minggu (13/6) menjadi puncak dari rangkaian acara Islamic Youth Festival yang telah dilaksanakan sejak 14 Maret 2021. Dalam acara webminar ini FIAI UII menghadirkan Habib Husein Ja’far Al Hadar S.Fil., M.Ag. sebagai narasumber.

Read more

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) menyelenggarakan Seminar Online Pengabdian Masyarakat FK UII dengan tema “Mutasi Virus Covid-19 dan Upaya Promotif Penanganan Covid-19” pada Minggu (13/6).

Read more

Kekerasan pada anak selama pandemi mengalami peningkatan sekitar 15%. Kekerasan bisa berupa fisik maupun verbal. Terkadang orang tua tanpa sadar melakukan kekerasan tersebut. Kesiapan orang tua menjadi salah satu penyebab.

Read more

Saya membayangkan seorang profesor yang merupakan “manusia langka” di Indonesia dapat menjalankan paling tidak tiga peran. Untuk memudahkan mengingat, saya menggunakan metafora berima: pemburu, peluru, dan penjuru.

Seorang profesor adalah pemburu. Peran ini akan menjadikannya sebagai pencari rahasia alam yang belum terkuak, penyingkap ilmu Allah yang belum dipahami, dan penemu hubungan antartitik di alam yang menunggu ditegaskan. Profesor, meskipun sudah sampai pada jabatan akademik tertinggi, harus terus haus ilmu dan tidak pernah merasa cukup dengan pengetahuan yang dipunyai. Pesan Al-Qur’an sangat jelas, bahwa manusia tidak diberi ilmu, kecuali hanya sedikit.

Semangat sebagai pemburu ini harus terus dirawat. Saya yakin, selain landasan akal sehat akan pentingnya menjalankan peran ini, sebagai seorang muslim, mengembangkan ilmu  juga harus dipahami perintah agama. Dalam tataran praktis, ini bisa dilakukan dengan banyak membaca, konsisten meneliti, dan juga rajin melakukan diskusi untuk memperluas perspektif.

Peran kedua profesor adalah sebagai peluru. Peluru akan menembus sekat untuk menuju sasaran. Beberapa sekat yang ditembus termasuk sekat masa lalu, sekat disiplin ilmu, dan sekat ranah aplikasi.

Sekat masa lalu harus diruntuhkan dengan berikhtiar membuka diri mengakrabkan diri dengan perkembangan mutakhir. Bahkan tidak jarang, sampai level tertentu, kita perlu “melupakan” apa yang sudah dipelajari di masa lampau, dan menggantinya dengan pengetahuan yang lebih mutakhir. Ini mirip dengan mengganti cat tempok rumah. Supaya cat baru dapat melekat dengan baik, maka cat lama perlu dikelupas lebih dahulu. Inilah konsep learn, unlearn, relearn.

Selain itu, sekat disiplin ilmu perlu dibongkar dengan menunmbuhkan keberanian untuk memaparkan diri kepada disiplin baru, tanpa melupkan disiplin lama. Untuk memperluas cakrawala pemikiran, melompati pagar disiplin ilmu bukan sesuatu yang haram, dan bahkan perlu disemarakkan. Hanya dengan cara seperti ini, saling memahami antardisiplin dapat dikembangkan dan kerja sama yang bermakna akan dapat dijalankan.

Ilmu tidak dipelajari untuk kepentingan ilmu semata. Ilmu harus ditingkatkan manfaatnya dengan menembus sekat ranah aplikasi. Apapun ilmunya, seorang profesor perlu melakukan refleksi mendalam mencari strategi untuk meningkatkan manfaat ilmunya untuk publik. Tidak hanya publik akademik sebagai lawan sanding mengembangkan ilmu, tetapi juga publik awam yang menunggu peran seorang  profesor.

Kita tahu, peluru bahkan terus melacu di ruang hampa menuju sasasan. Profesor juga nampaknya harus demikian. Meski di jalan lengang, konsistensi harus terus dijaga untuk memastikan manfaat kehadirannya. Sasaran peluru ini adalah manfaat sebesar-besarnya untuk orang banyak.

Terakhir, peran profesor adalah sebagai penjuru. Penjuru adalah rujukan untuk banyak hal, termasuk teladan intelektual dan referensi moral. Seperti dalam baris-berbaris, penjuru menentukan kerapian dan kelurusan pasukan. Tidak salah jika banyak orang menggantungkan harapan tinggi kepada profesor. Sangat bisa dipahami.

Sebagai penjuru intelektual, lagi-lagi, konsistensinya perlu dijaga. Jika ilmuwan seperti nabi yang mendapat wahyu untuk diri sendiri dan tidak punya umat, intelektual ibarat rasul yang mempunyai kewajiban untuk menebarkan wahyu yang diterimanya, kepada umatnya.

Profesor juga harus menjadi penjuru moral. Dalam konteks ini saya teringat sebuah adagium di kalangan ahli statistika: statistika tidak bisa bohong, tapi ahli statistika bisa. Pabrikasi data, persentasi dan interpretasi data yang tidak obyektif adalah beberapa contoh pelanggaran moral yang dekat dengan ahli statistika. Jika pun tidak melakukan, keberanian meniup peluit ketika melihat pelanggaran pun perlu dilatih untuk menjaga akal sehat kolektif.

Sambutan pada acara Serah Terima Surat Keputusan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor Jaka Nugraha di Universitas Islam Indonesia pada 15 Juni 2021.