Hari ini (05/01/2022), sebanyak 79 dokter baru (26 laki-laki dan 53 perempuan) akan diambih sumpahnya. Sampai hari ini, sejak berdirinya, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, sudah meluluskan 2.052 dokter. Atas nama Universitas Islam Indonesia, saya mengucapkan selamat atas pencapaian ini. Juga kepada keluarga para dokter baru. Semoga ini akan membuka berjuta pintu kebaikan di masa depan, ketika para dokter berkhitmad kepada sesama.

Ketika menyiapkan sambutan pelantikan  dan sumpah dokter ini, saya menemukan sebuah buku berjudul When People Come First: Critical Studies in Global Health yang disunting oleh duaantropolog João Biehl dan Adriana Petryna (2013), yang diterbitkan oleh Princeton University Press. Mereka mengumpulkan tulisan yang melihat aspek kesehatan dari kacamata yang beragam.

Buku ini memasukkan dimensi medis, sosial, politis, dan ekonomi, yang dilengkapi dengan beragam kasus. Dengan pendekatan etnografi, argumen yang dibangun adalah perlunya memunculkan pendekatan kesehatan global yang lebih komprehensif dan menempatkan manusia di tengahnya (people-centered approach).

Beragam topik yang diusung oleh tulisan memberikan gambaran pesan penting yang dilantangkan oleh buku ini. Termasuk di dalamnya, pengendalian penyakit, ekonomi moral dalam sains kesehatan global, efek tak diinginkan dari pengobatan besar-besaran di konteks dengan sumber daya terbatas. Juga, bagaimana aktivisme pembela hak-untuk-sehat bertemu dengan pengaruh dahsyat industri farmasi dalam layanan kesehatan.

Dari buku ini, kita bisa belajar, bahwa penyakit dan masalah kesehatan lain tidak pernah menjadi sesuatu yang tunggal atau berdiri sendiri. Teknologi kesehatan bukan satu-satunya solusi penyakit. Ada banyak aspek lain yang bermain di sana. Kasus demonstrasi menolak pembatasan mobilitas ketika pandemi atau gerakan anti vaksinasi menjadi ilustrasi yang sangat aktual. Sebagian publik mempunyai konsiderans yang berbeda.

Pengalaman kita selama pandemi Covid-19 ini memberikan banyak pelajaran. Kebijakan untuk menghentikan pandemi tidak selalu didasarkan pada variabel tunggal. Ada beragam konsiderans yang saling mempengaruhi di sana. Tidak hanya dimensi medis, di sana ada dimensi sosial, politis, dan bahkan agama. Itulah mengapa, tidak ada satupun kebijakan yang diterima tanpa debat di ruang publik.

Kajian seperti ini masuk ke dalam sub-disiplin dalam antropologi yang berjuluk antropologi medis (medical anthropology). Sub-disiplin ini menggunakan lensa antropologi sosial, kultural, biologikal, dan linguistik untuk memahami lebih baik faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan, penyebaran penyakit, pencegahan dan penanganan penyakit, proses penyembuhan, dan relasi sosial dalam manajemen terapi, dan penggunaan sistem medis yang beragam.

Saya tidak mempunyai legitimasi akademik untuk berbicara lebih jauh, tetapi terdapat dua pesan yang ingin saya sampaikan. Pertama, bahwa semua dokter harus menempatkan manusia, atau lebih spesifik pasien, sebagai pusat perhatian. Mereka harus dihargai dan diberi pelayanan dengan sepenuh hati. Bahkan dalam naskah sumpah tertulis bahwa dokter akan menghormati setiap insan mulai dari dalam pembuahan.

Kedua, saya mengundang semua dokter baru untuk memperluas perspektif dalam memandang isu kesehatan. Di sana banyak konsiderans yang terkait dan saling mempengaruhi. Hanya dengan demikian, setiap pendapat yang disampaikan, akan lebih komprehensif, dan tidak parsial. Tidak mudah memang, tetapi bukan berarti tidak mungkin.

Sekali lagi, selamat untuk pencapaiannya. Semoga Allah senantiasa memudahkan semua ikhtiar dokter baru dalam menjalankan misi melayani sesama sembari tak henti mengembangkan diri dan memperluas perspektif.

Referensi

Biehl, J., & Petryna, A. (Eds.). (2013). When people come first: critical studies in global health. Princeton: Princeton University Press.

Sambutan pada pelantikan dan sumpah dokter Universitas Islam Indonesia pada 5 Januari 2022.

 

Dalam mendorong kemajuan pendidikan dibutuhkan sinergi yang erat dari masing-masing perguruan tinggi di Indonesia. Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Islam Malang (UNISMA) mencoba mewujudkan sinergi yang terjalin baik antara perguruan tinggi Islam. Sebagaimana terwujud dalam acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua institusi yang berlangsung pada Rabu (5/1) di Gedung Prof. Sardjito UII. Acara MoU itu difasilitasi oleh Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional UII.

Read more

Proses pergantian tampuk kepemimpinan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) tertuang dalam Peraturan Pengurus Yayasan Badan Wakaf (PYBW) UII Nomor 06 Tahun 2021 dan Peraturan Panitia Pemilihan (PP) Nomor 01 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor UII. Seluruh rangkaian tahapan Pemilihan Rektor (Pilrek) periode ini diharapkan bisa menjadi suatu budaya yang menggembirakan bagi seluruh warga UII dengan optimalisasi platform digital untuk setiap kegiatan sosialisasi.

Read more

Memelihara bumi dan melestarikannya sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka bumi. Universitas Islam Indonesia mencoba mengoptimalkan peran tersebut melalui gerakan UII Bumi Lestari pada Jum’at (31/12) bertempat di selasar Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, kampus terpadu. UII Bumi Lestari diisi dengan kegiatan penanaman pohon tidak hanya di sekitar kampus, namun juga di seluruh wilayah Indonesia. UII juga menggandeng Ikatan Keluarga Alumni (IKA) untuk turut menanam pohon di wilayah kerja masing-masing. Perwakilan IKA UII turut menanam pohon di tempat masing-masing dan disiarkan secara daring pada saat acara.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) terus berkomitmen untuk meningkatkan sistem keamanan dan keselamatan di lingkungan kampusnya. Salah satu upaya yang diwujudkan adalah dengan memberikan pelatihan simulasi pemadaman kebakaran kepada seluruh Koordinator Satpam dari semua tingkat fakultas yang ada di UII serta pegawai PFK (Pengelola Fasilitas Kampus). Acara pelatihan ini diselenggarakan pada Senin (27/12) di Rusunawa Selatan, kampus terpadu UII. Pembicara yang hadir adalah instruktur pelatihan bernama Totok Wahyu bersama tim dari CV. Segala Safety Yogyakarta. Sesi pelatihan dilakukan dengan metode lisan atau ceramah dari para instruktur, yang kemudian diikuti demonstrasi dengan praktek secara langsung setelah sesi penyampaian materi.

Read more

Memberikan apresiasi kepada Pendidik (Dosen) dan Tenaga Kependidikan yang telah menyelesaikan pengabdiannya menjadi hal yang rutin dilaksanakan setiap akhir tahun oleh Universitas Islam Indonesia (UII). Hal ini tampak dalam acara seremoni Pelepasan Purna Tugas tahun 2021 yang digelar secara daring pada Jum’at (24/12). Pada tahun ini UII melepas 26 (dua puluh enam) purna tugas, terdiri dari 7 (tujuh) Pendidik dan 19 (Sembilan belas) Tenaga Kependidikan.

Read more

Segenap jajaran pimpinan dan staf yang terdiri dari Tenaga Kependidikan, Satpam dan Cleaning Service di lingkungan Rektorat Universitas Islam Indonesia (UII) tampak antusias mengikuti kegiatan outbound di Sambi Resort, Desa Wisata Kaliurang, Yogyakarta, pada 20-22 Desember 2021. Kegiatan yang diinisiasi oleh Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM) UII ini mengangkat tema Tumbuh Bersama, Sinergi Selamanya.

Read more

Keberhasilan 26 doktor baru Universitas Islam Indonesia (UII) adalah nikmat personal dan institusional yang harus disyukuri, karena tidak semua yang mengambil studi doktor dapat menyelesaikannya dengan berbagai alasan.

Read more

Atas nama Universitas Islam Indonesia (UII), saya mengucapkan selamat kepada 26 doktor baru. Kehadiran Ibu/Bapak doktor baru, menjadikan cacah dosen dengan pendidikan doktor di UII menjadi 241 orang (atau 30,7%) dari keseluruhan 784 dosen. Persentase ini jauh di atas rata-rata nasional. Data pada akhir 2020 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan dari 309.006 dosen, baru 51.500 (atau 16,7%) yang berpendidikan doktor.

Saat ini, sebanyak 129 dosen UII juga sedang menempuh studi doktor, baik di dalam maupun di luar negeri. Jika semuanya berhasil dalam beberapa tahun mendatang, maka proporsi dosen UII yang berpendidikan doktor akan menjadi 47,2%.

 

Variasi perguruan tinggi

Saya juga berbahagia melihat variasi asal perguruan tinggi para doktor baru. Dari 26, sebanyak 12 orang lulusan beragam perguruan tinggi di Indonesia. Sisanya (14 orang) menuntaskan studinya di Jepang (5 orang), Australia (3), Turki (2), Belanda, Malaysia, Swedia, dan Thailand, masing-masing 1 orang. Keragaman ini sangat penting untuk menjaga dinamika gagasan dan diskusi.

Mengapa hal ini penting? Adagium ide dari banyak kepala lebih baik dibandingkan dengan satu kepala hanya valid jika memenuhi beberapa syarat. Ada paling tidak empat syarat: (a) keragaman opini – setiap orang harus mempunyai informasi privat, meskipun hanya merupakan interpretasi lain atas fakta yang ada; (b) independensi – opini orang tidak ditentukan oleh opini orang-orang sekitarnya; (c) desentralisasi – orang dapat memanfaatkan pengetahuan lokal; dan (d) agregasi – adanya mekanisme yang menggabungkan informasi privat ke dalam keputusan kolektif. Perspektf ini dipaparkan oleh Surowiecki (2005) dalam bukunya yang saya baca sekitar 15 tahun lalu, The Wisdom of Crowds.

Keragaman asal perguruan tinggi doktor baru, bagi saya, merupakan awal baik sebagai syarat terciptanya iklim yang kondisif untuk tumbuh dan berkembangnya gagasan segar.

 

Tidak semua berhasil

Keberhasilan 26 doktor baru adalah nikmat personal dan institusional yang harus disyukuri, karena tidak semua yang mengambil studi doktor dapat menyelesaikannya dengan beragam alasan.

Di Amerika Utara, tingkat kegagalan studi doktor diperkirakan mencapai 40-50% (Litalien & 2015). Di Australia, sebelum pandemi Covid-19 menyerang, sekitar 20% mahasiswa program doktor tidak menyelesaikan studinya. Ketika pandemi, mereka menghadapi masalah pendanaan akut, sebanyak 45% (dari 1.020 responden) kemungkinkan akan menghentikan studi sampai akhir tahun ini (Johnson et al., 2020). Di bidang sistem informasi, bidang yang saya tekuni, sebanyak sepertiga mahasiswa doktor gagal menyelesaikan studinya (Avison & Pries-Heje, 2005). Saya belum menemukan statistik serupa di Indonesia.

Saya insyaallah sangat paham perjuangan menyelesaikan studi doktor. Selain sebagai mantan pelaku, beragam kisah juga mampir di telinga saya. Tidak semuanya menyenangkan. Sebagian cerita lain sangat menantang. Alhamdulillah, Ibu/Bapak semua berhasil melaluinya dengan pertolongan Allah.

Meski demikian, capaian yang disertai kerja keras tersebut bukan alasan untuk jumawa dan menjadi besar kepala. Sebaliknya, banyak harapan besar digantungkan dan ini berarti tugas besar menunggu ditunaikan.

Inilah saatnya kembali mengabdikan ilmu dan pengalamannya untuk bersama-sama memajukan UII, yang merupakan milik kita semua. Ini juga pengingat untuk saya dan semua Ibu/Bapak yang saat ini memegang amanah.

Saya memberi sambutan di sini, juga karena amanah yang Ibu/bapak berikan kepada saya. Tidak selamanya. Posisi kita sama, yaitu dosen. Surat lamaran yang kita kirimkan ke UII beberapa tahun silam sama: melamar posisi dosen. Menjadi rektor atau pemegang amanah lain hanya merupakan tugas tambahan, untuk melayani warga UII.

 

Refleksivitas otonom

Saya berharap para doktor baru, bersama-sama dosen yang lain, dapat membuat perubahan di bidang akademik dan kelembagaan. Untuk itu, saya berharap Saudara dapat meningkatkan refleksivitas otonom (autonomous reflexivity), mengasah sensitivitas dalam membaca keadaan. Refleksivitas ini diperlukan untuk memahami konteks dengan lebih baik.

Di sana akan ada percakapan internal (internal conversation) yaitu aktivitas mental mandiri yang dialog internal dengan diri sendiri yang intensif tanpa melibatkan orang lain (Mutch, 2007). Kita bisa sebut dengan bahasa kasual sebagai solilokui (soliloquy): berbincang dengan diri sendiri.

Namun jangan disalahpahami. Tentu, pada kesempatan lain, hasil refleksivitas ini dapat diperkaya dan dikontestasi dengan ide orang lain. Tetapi, pesan kuncinya adalah menjadi pemikir mandiri dengan ide-ide yang tulen (genuine).

Saya percaya, refleksivitas yang mendalam akan menghadirkan kesadaran yang lebih komprehensif dan gambar yang lebih utuh. Ujungnya, adalah ide yang matang, atau paling tidak setengah matang, yang sudah melibatkan beragam variabel sebagai konsiderans. Pemikir yang seperti ini akan terhindar dari sindrom “seharusnya” atau “kudune”, yang biasanya karen kegagalan memahami realitas.

Tampaknya kita tidak sulit untuk bersepakat, seringkali asumsi tidak sesuai dengan realitas. Realitas merupakan hasil kontruksi sosial yang melibatkan banyak aktor dengan bermacam-macam motivasi dan kepentingan. Seringkali yang tampak tidak mewakili keseluruhan realitas.

Kesadaran seperti ini, pada akhirnya akan melahirkan ide yang selain berangkat dari pemahaman baika tas konteks kita berpijak, juga mendalami kekuatan diri sendiri, untuk menavigasikan perubahan di tengah beragam kekangan dan keterbatasan yang ada. Jika ini yang terjadi, maka akan lahir manusia-manusia yang tidak mudah mengeluh, tetapi justru menjadi produktif dan kontributif dengan inovasi strategi untuk tumbuh dan berkembang.

Namun, ada tantangan dalam melakukan refleksivitas. Salah satunya adalah yang disebut Bourdieu (1990) —sosiolog Prancis— sebagai habitus: kebiasaan, kecakapan, dan disposisi/tendensi yang mendarah daging secara sosial. Habitus tidak selamanya sesuai dengan tuntutan zaman dan karenanya dapat berubah.

Kebiasaan baru, hasil refleksivitas dan kontektualisasinya yang dijalankan terus-menerus dan membudaya sangat menjadi habitus baru. Habitus baru dibutuhkan untuk menjemput masa depan yang penuh ketidakpastian, seperti saat ini. Suka atau tidak suka, pilihan kita tidak banyak.

 

Referensi

Avison, D., & Pries-Heje, J. (Eds.). (2005). Research in Information Systems: A Handbook for Research Supervisors and Their Students. Oxford: Butterworth-Heinemann.

Bourdieu (1990). The Logic of Practice. Cambridge: Polity.

Johnson, R. L., Coleman, R. A., Batten, N. H., Hallsworth, D., & Spencer, E. E. (2020). The Quiet Crisis of PhDs and COVID-19: Reaching the financial tipping point. Research Square. doi: 10.21203/rs.3.rs-36330/v2

Litalien, D., & Guay, F. (2015). Dropout intentions in PhD studies: A comprehensive model based on interpersonal relationships and motivational resources. Contemporary Educational Psychology, 41, 218–231.

Mutch, A. (2007). Reflexivity and the institutional entrepreneur: A historical exploration. Organization Studies28(7), 1123-1140.

Surowiecki, J. (2005). The Wisdom of Crowds. New York: Anchor.

Sambutan pada acara penyambutan 26 doktor baru Universitas Islam Indonesia, pada 27 Desember 2021.

Ketika hendak melamar pekerjaan, para jobseeker tentunya akan disibukkan dengan mengurus berkas-berkas persyaratan yang dibutuhkan oleh penyedia lowongan. Beberapa hal yang tak boleh luput dari perhatian adalah membuat surat lamaran, curriculum vitae (CV) hingga portofolio. Akan tetapi bagaimana agar berkas-berkas tersebut terlihat menonjol dan menarik di mata recruiter?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni (DPKA) Universitas Islam Indonesia menggelar Career Training kepada mahasiswa UII pada Jumat (24/12).

Read more