Beberapa bulan lalu, pada November 2024, Pew Research Center merilis laporan hasil survei di Amerika, untuk melihat bagaimana kepercayaan publik terhadap saintis (Tyson & Kennedy, 2024). Pew melakukan survei ini berkala. Kepercayaan publik Amerika terhadap saintis sempat menurut ketika pandemi Covid-19. Tetapi, meski sudah menaik, skor terakhir masih jauh lebih rendah dibandingkan ketika sebelum pandemi yang pernah mencapai 87%.
Variasi kepercayaan
Survei pada akhir 2024 tersebut menemukan bahwa kepercayaan publik semakin naik. Sebanyak 76% publik Amerika percaya bahwa saintis akan bertindak untuk kepentingan publik. Kepercayaan ini jauh di atas kepercayaan publik terhadap politisi terpilih (33%), pemimpin bisnis (40%), jurnalis (45%), dan bahkan pemimpin agama (55%).
Publik juga melihat bahwa saintis sebagai mereka yang cerdas (89%) dan fokus pada penyelesaian masalah nyata (65%). Lebih dari separuh (51%) publik Amerika menginginkan saintis terlibat dalam debat pengambilan kebijakan publik.
Namun, di saat yang sama, hanya 45% publik yang melihat bahwa saintis adalah komunikator yang baik. Sisi ini menjadi kelemahan saintis. Sisi yang menjadi catatan lainnya adalah bahwa 47% publik Amerika melihat para saintis merasa superior dibandingkan orang lain.
Bagaimana dengan konteks Indonesia? Laporan yang dimuat oleh Nature Human Behaviour bulan lalu, pada Januari 2025, bisa menjadi rujukan (Cologna et al., 2025). Laporan ini membandingkan kepercayaan publik terhadap saintis di 68 negara. Skor Amerika pada laporan ini adalah 3,86 (1=sangat rendah; 5=sangat tinggi). Indonesia tepat di bawahnya dengan skor 3,84. Artinya, kepercayaan publik Indonesia terhadap saintis masih tinggi. Tentu, ini merupakan kepercayaan yang sayang sekali jika disia-siakan.
Skor tertinggi diperoleh Mesir (4,30) dan India (4,26). Skor terendah dimilik oleh Albania (3,05) dan Kazakhstan (3,13). Artinya, publik Mesir dan India mempunyai kepercayaan yang sangat tinggi terhadap saintis. Namun, tidak demikian halnya di Albania dan Kazakhstan.
Mencari penjelas
Beragam faktor dianalisis untuk menjelaskan fenomena ini.
Misalnya, studi menemukan bahwa pendidikan sampai tingkat pendidikan tinggi mempunyai hubungan positif terkait kepercayaan terhadap saintis, tetapi sangat kecil. Bahkan di beberapa negara, tidak ditemukan korelasinya (Cologna et al., 2025).
Temuan menarik lainnya adalah bahwa religiositas berhubungan positif dengan tingkat kepercayaan terhadap sains. Hal ini berbeda dengan temuan studi sebelumnya di konteks Eropa dan Amerika, yang justru sebaliknya (Azevedo & Jost, 2021; Rutjens & van der Lee, 2020).
Di negara-negara muslim, kepercayaan terhadap saintis berkorelasi dengan religiositas. Kepercayaan bahwa Al-Qur’an juga memuat prinsip-prinsip sains memberi konteks untuk temuan ini.
Tentu masih banyak faktor penjelas dalam laporan tersebut yang tidak semuanya saya bahas di sini.
Harapan publik
Pertanyaan selanjutnya adalah: apa yang diinginkan publik terhadap saintis terkait dengan pengambilan kebijakan publik? Studi Cologna et al. (2025) mengungkap beberapa temuan menarik.
Sebanyak 83% publik mengharapkan saintis dapat berkomunikasi dengan kalangan awam. Selain itu, 54% publik juga menginginkan saintis bekerja sama dengan politisi untuk mengintegrasikan sains dalam perumusan kebijakan. Soal aktivisme saintis, 49% publik juga berharap saintis terlibat dalam advokasi kebijakan.
Dalam bahasa yang lebih lugas: publik berharap saintis tidak hanya duduk di singgasananya, tetapi mau turun dan terlibat dalam urusan publik. Bukan untuk memenuhi kepentingan saintis semata, tetapi terlebih untuk kepentingan publik.
Intelektual publik
Dalam konteks ini, gagasan untuk mengajak setiap dosen menjadi intelektual publik mendapatkan bukti saintifik. Itu adalah kehendak publik.
Beragam bingkai bisa kita hadirkan dalam konteks ini.
Intelektual publik harus memiliki tawaduk intelektual (intellectual humility). Tawaduk ini menghadirkan kesadaran bahwa ada ruang kesalahan dalam kerja intelektualisme. Karenanya, penemuan sains terus dilakukan dan diskusi senantiasa dijalankan.
Sains berkembang dengan verifikasi dan falsifikasi. Temuan baru bisa menguatkan yang sebelumnya, tetapi dapat juga sebaliknya.
Selain itu, tawaduk ini juga mengharuskan pembukaan diri terhadap bukti atau temuan baru. Ini salah satu indikator perangai saintifik (scientific temper).
Di era pascakebenaran seperti saat ini, menjaga perangai saintifik menjadi lebih menantang karena orang sering kali lebih menyuka kata perasaan dan opini dibandingkan fakta saintifik.
Di sinilah, intelektual publik perlu memainkan perannya, untuk mendekatkan kajiannya dengan kepentingan publik, mengedukasi publik dengan narasi alternatif yang saintifik, dan jika diperlukan terlibat dalam advokasi isu yang berkenaan dengan urusan publik.
Referensi
Azevedo, F., & Jost, J. T. (2021). The ideological basis of antiscientific attitudes: Effects of authoritarianism, conservatism, religiosity, social dominance, and system justification. Group Processes & Intergroup Relations, 24(4), 518-549.
Cologna, V., Mede, N. G., Berger, S., Besley, J., Brick, C., Joubert, M., … & Metag, J. (2025). Trust in scientists and their role in society across 68 countries. Nature Human Behaviour, 1-18.
Rutjens, B. T., & van der Lee, R. (2020). Spiritual skepticism? Heterogeneous science skepticism in the Netherlands. Public Understanding of Science, 29(3), 335-352.
Tyson, A. & Kennedy, B. (2024). Public trust in scientists and views on their role in policymaking. Tersedia di: https://www.pewresearch.org/science/2024/11/14/public-trust-in-scientists-and-views-on-their-role-in-policymaking/
Sambutan penerimaan lima surat keputusan jabatan akademik profesor untuk Prof Sholeh Ma’mun, Prof Subhan Afifi, Prof Vitarani Dwi Ananda Ningrum, Prof Eko Siswoyo, dan Prof Suci Hanifah, di Universitas Islam Indonesia pada 18 Februari 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia
2022-2026
UII Menjadi Pelopor Sekolah Lansia Berbasis Perguruan Tinggi
Universitas Islam Indonesia (UII) selalu berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pengabdian masyarakat yang salah satunya diwujudkan dengan menjadi pionir pertama sekolah lanjut usia (Sekolah Lansia) berbasis perguruan tinggi di Indonesia. Menyusul diluncurkannya Sekolah Lansia Maharani hasil kolaborasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta.
Kegiatan yang bersamaan dengan pameran hasil kuliah kerja nyata (KKN) tematik pendampingan layanan lansia terintegrasi (LLT) Angkatan 70 ini sekaligus menjadi rangkaian kegiatan pengabdian Milad ke-82 UII secara resmi diluncurkan oleh Rektor UII, Fathul Wahid dan Kepala BKKBN DIY, M. Iqbal Apriansyah, SH., M.PH. pada Rabu (26/02) di Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) Bumen, Kelurahan Purbayan, Kotagede.
Fathul Wahid dalam sambutannya sangat mengapresiasi langkah BKKBN yang menggandeng UII dalam pelaksanaan Sekolah Lansia ini. Kemudian, dalam pelaksanaan KKN Tematik, UII telah mendampingi lebih dari 100 desa yang tersebar pada 7 kabupaten yang tersebar di Jawa Tengah dan DIY.
“Kami selalu melihat desa Ibu/Bapak sebagai desa mitra bukan desa binaan karena kami (UII -red) sejajar, kami ingin semua berkembang dengan semua potensi yang ada di desa tersebut termasuk masalah di desa tersebut. Sehingga kami ingin KKN yang dilakukan UII sesuai dengan kebutuhan yang ada,” ungkap Fathul Wahid.
Fathul Wahid mengatakan dengan peluncuran kegiatan ini sebagai bukti bahwa UII mampu memahami potensi dan masalah yang ada pada setiap desa. “Bisa jadi belum sempurna, tetapi Insyaallah sepanjang waktu bisa diperbaiki dan dilengkapi lebih baik lagi. Mudah-mudahan yang kami dilakukan bisa diterima. Sehingga bisa dieskalasi dan ditingkatkan,” harap Rektor UII ini.
Lebih lanjut, saat ini jumlah lansia di Kelurahan Purbayan mencapai angka 1000 bahkan 58 lansia diantaranya butuh pendampingan rutin dan perawatan jangka panjang karena pada dasarnya lansia perlu sahabat dan teman yang mendampingi.
“Sehingga, ada ekosistem lingkungan lansia yang mendukung, semua orang akan menua secara nyaman karena memang lansia ini merupakan fakta sosial yang sifatnya alami, semuanya akan mengalami,” jelas Fathul Wahid.
Senada, Iqbal Apriansyah juga mengapresiasi UII yang selalu mendukung program BKKBN dan terus berkolaborasi dalam penyelenggaraan program kerja yang berjalan.
“Saya sangat bangga kepada UII yang terus memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk berkolabroasi dalam berbagai bidang terutama dalam bidang pendidikan, pengajaran, pengabdian masyarakat . Kami berharap kerjasama ini terus berlanjut sehingga bisa betul-betul memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk masyarakat,” harap Kepala BKKBN DIY ini.
Melansir Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Provinsi DIY merupakan provinsi dengan angka prevalensi lansia paling tinggi di Indonesia sekitar 16,6% atau sejumlah 652 ribu orang.
“Sehingga, dari angka ini, BKKBN harus bisa memberikan program yang langsung menyentuh masyarakat dan harus berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan yang salah satunya diimplementasikan dengan sekolah lansia berbasis perguruan tinggi dan layanan lansia terintegrasi ini,” terang Iqbal.
Iqbal menerangkan sekolah lansia saat ini memiliki 16 sekolah yang berbasis APBN, APBD, dan komunitas. Namun, sekolah lansia berbasis perguruan tinggi baru pertama kali ada di Kelurahan Purbayan yang dipandu oleh UII.
“Saya izin kepada pak rektor untuk bisa mengkampanyekan sekolah ini ke tingkat nasional untuk bisa diterapkan juga oleh provinsi lain. Hal ini juga merupakan sebuah legacy yang sangat baik yang diberikan oleh UII, Kelurahan Purbayan, dan Kotagede, dan DIY,” terang Kerala BKKBN DIY ini.
Lebih lanjut, sekolah lansia ini menerapkan kurikulum sebanyak 12 materi yang terbagi dalam 12 pertemuan sesuai dengan kesepakatan mentor dan peserta yang terdiri dari materi aktivitas fisik khusus lansia dan keterampilan maupun terkait dengan refleksi kehidupan lansia.
“Dalam sekolah lansia ini, para siswa bisa menemukan teman untuk ngobrol sehingga bisa bercerita. Kondisi siswa lansia setelah mengikuti sekolah lansia ada perubahan yang positif secara signifikan menjadi lebih ceria, jadi bisa ngobrol, jadi terbuka bahkan secara fisik jadi bisa lebih aktif beraktivitas,” ungkap Iqbal
Rangkaian kegiatan peluncuran Sekolah Lansia dan Pameran KKN Tematik ini ditutup dengan pemaparan empat bidang proker unggulan, penyerahan luaran hasil program kerja unggulan, dan penampilan Tari Srandul dari Sanggara RTHP Bumen. Selain itu, kegiatan ini memberikan bantuan sosial lansia PJP Mustahik dan tur pameran program kerja serta pemeriksaan kesehatan gratis. (AHR/RS)
UII Ikuti ASEAN Universities Exhibition and Forum 2025
Universitas Islam Indonesia (UII) selalu berkomitmen untuk menjalin kemitraan baik dalam maupun luar negeri yang salah satunya diwujudkan dengan ikut berpartisipasi dalam kegiatan ASEAN Universities Exhibition and Forum 2025 yang diselenggarakan pada Senin-Selasa (24-25/02) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia ini bermitra dan berkolaborasi dengan sekretariat ASEAN sebagai fasilitator kerjasama dan integrasi region ASEAN, SEAMEO Rihed sebagai wadah dalam mempromosikan kerjasama dan pengembangan pendidikan, serta ASEAN University Network (AUN) sebagai wadah untuk meningkatkan kolaborasi antar universitas di ASEAN.
Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D mengatakan kegiatan ini menjadi kesempatan baik untuk mempromosikan UII dalam program students exchange, short program, double degree, dan beasiswa bergelar penuh yang fokus pada mobilitas mahasiswa di wilayah ASEAN khususnya dan penguatan kerja sama dengan mitra perguruan tinggi di ASEAN.
“Harapannya forum seperti bisa diteruskan dengan scope yang lebih luas tidak hanya untuk anak SMA tapi dikuatkan lagi dengan pembukaan sesi-sesi untuk menguatkan jaringan,” harap Ir. Wiryono.
Kegiatan yang melibatkan 244 universitas yang ada di ASEAN ini tidak hanya dikemas dengan pameran dan seminar pendidikan tetapi juga ada peluncuran Asean Global Exchange for Mobility and Scholarship (GEMS) yang memberikan kesempatan mahasiswa di ASEAN untuk melanjutkan pendidikan dan pengalaman di universitas yang ada di ASEAN, peluncuran ASEAN Student Mobility Programme 2025, hingga penandatanganan nota kesepahaman untuk kerjasama antar universitas di ASEAN. (AHR/RS)
Kepercayaan Publik Terhadap Saintis
Beberapa bulan lalu, pada November 2024, Pew Research Center merilis laporan hasil survei di Amerika, untuk melihat bagaimana kepercayaan publik terhadap saintis (Tyson & Kennedy, 2024). Pew melakukan survei ini berkala. Kepercayaan publik Amerika terhadap saintis sempat menurut ketika pandemi Covid-19. Tetapi, meski sudah menaik, skor terakhir masih jauh lebih rendah dibandingkan ketika sebelum pandemi yang pernah mencapai 87%.
Variasi kepercayaan
Survei pada akhir 2024 tersebut menemukan bahwa kepercayaan publik semakin naik. Sebanyak 76% publik Amerika percaya bahwa saintis akan bertindak untuk kepentingan publik. Kepercayaan ini jauh di atas kepercayaan publik terhadap politisi terpilih (33%), pemimpin bisnis (40%), jurnalis (45%), dan bahkan pemimpin agama (55%).
Publik juga melihat bahwa saintis sebagai mereka yang cerdas (89%) dan fokus pada penyelesaian masalah nyata (65%). Lebih dari separuh (51%) publik Amerika menginginkan saintis terlibat dalam debat pengambilan kebijakan publik.
Namun, di saat yang sama, hanya 45% publik yang melihat bahwa saintis adalah komunikator yang baik. Sisi ini menjadi kelemahan saintis. Sisi yang menjadi catatan lainnya adalah bahwa 47% publik Amerika melihat para saintis merasa superior dibandingkan orang lain.
Bagaimana dengan konteks Indonesia? Laporan yang dimuat oleh Nature Human Behaviour bulan lalu, pada Januari 2025, bisa menjadi rujukan (Cologna et al., 2025). Laporan ini membandingkan kepercayaan publik terhadap saintis di 68 negara. Skor Amerika pada laporan ini adalah 3,86 (1=sangat rendah; 5=sangat tinggi). Indonesia tepat di bawahnya dengan skor 3,84. Artinya, kepercayaan publik Indonesia terhadap saintis masih tinggi. Tentu, ini merupakan kepercayaan yang sayang sekali jika disia-siakan.
Skor tertinggi diperoleh Mesir (4,30) dan India (4,26). Skor terendah dimilik oleh Albania (3,05) dan Kazakhstan (3,13). Artinya, publik Mesir dan India mempunyai kepercayaan yang sangat tinggi terhadap saintis. Namun, tidak demikian halnya di Albania dan Kazakhstan.
Mencari penjelas
Beragam faktor dianalisis untuk menjelaskan fenomena ini.
Misalnya, studi menemukan bahwa pendidikan sampai tingkat pendidikan tinggi mempunyai hubungan positif terkait kepercayaan terhadap saintis, tetapi sangat kecil. Bahkan di beberapa negara, tidak ditemukan korelasinya (Cologna et al., 2025).
Temuan menarik lainnya adalah bahwa religiositas berhubungan positif dengan tingkat kepercayaan terhadap sains. Hal ini berbeda dengan temuan studi sebelumnya di konteks Eropa dan Amerika, yang justru sebaliknya (Azevedo & Jost, 2021; Rutjens & van der Lee, 2020).
Di negara-negara muslim, kepercayaan terhadap saintis berkorelasi dengan religiositas. Kepercayaan bahwa Al-Qur’an juga memuat prinsip-prinsip sains memberi konteks untuk temuan ini.
Tentu masih banyak faktor penjelas dalam laporan tersebut yang tidak semuanya saya bahas di sini.
Harapan publik
Pertanyaan selanjutnya adalah: apa yang diinginkan publik terhadap saintis terkait dengan pengambilan kebijakan publik? Studi Cologna et al. (2025) mengungkap beberapa temuan menarik.
Sebanyak 83% publik mengharapkan saintis dapat berkomunikasi dengan kalangan awam. Selain itu, 54% publik juga menginginkan saintis bekerja sama dengan politisi untuk mengintegrasikan sains dalam perumusan kebijakan. Soal aktivisme saintis, 49% publik juga berharap saintis terlibat dalam advokasi kebijakan.
Dalam bahasa yang lebih lugas: publik berharap saintis tidak hanya duduk di singgasananya, tetapi mau turun dan terlibat dalam urusan publik. Bukan untuk memenuhi kepentingan saintis semata, tetapi terlebih untuk kepentingan publik.
Intelektual publik
Dalam konteks ini, gagasan untuk mengajak setiap dosen menjadi intelektual publik mendapatkan bukti saintifik. Itu adalah kehendak publik.
Beragam bingkai bisa kita hadirkan dalam konteks ini.
Intelektual publik harus memiliki tawaduk intelektual (intellectual humility). Tawaduk ini menghadirkan kesadaran bahwa ada ruang kesalahan dalam kerja intelektualisme. Karenanya, penemuan sains terus dilakukan dan diskusi senantiasa dijalankan.
Sains berkembang dengan verifikasi dan falsifikasi. Temuan baru bisa menguatkan yang sebelumnya, tetapi dapat juga sebaliknya.
Selain itu, tawaduk ini juga mengharuskan pembukaan diri terhadap bukti atau temuan baru. Ini salah satu indikator perangai saintifik (scientific temper).
Di era pascakebenaran seperti saat ini, menjaga perangai saintifik menjadi lebih menantang karena orang sering kali lebih menyuka kata perasaan dan opini dibandingkan fakta saintifik.
Di sinilah, intelektual publik perlu memainkan perannya, untuk mendekatkan kajiannya dengan kepentingan publik, mengedukasi publik dengan narasi alternatif yang saintifik, dan jika diperlukan terlibat dalam advokasi isu yang berkenaan dengan urusan publik.
Referensi
Azevedo, F., & Jost, J. T. (2021). The ideological basis of antiscientific attitudes: Effects of authoritarianism, conservatism, religiosity, social dominance, and system justification. Group Processes & Intergroup Relations, 24(4), 518-549.
Cologna, V., Mede, N. G., Berger, S., Besley, J., Brick, C., Joubert, M., … & Metag, J. (2025). Trust in scientists and their role in society across 68 countries. Nature Human Behaviour, 1-18.
Rutjens, B. T., & van der Lee, R. (2020). Spiritual skepticism? Heterogeneous science skepticism in the Netherlands. Public Understanding of Science, 29(3), 335-352.
Tyson, A. & Kennedy, B. (2024). Public trust in scientists and views on their role in policymaking. Tersedia di: https://www.pewresearch.org/science/2024/11/14/public-trust-in-scientists-and-views-on-their-role-in-policymaking/
Sambutan penerimaan lima surat keputusan jabatan akademik profesor untuk Prof Sholeh Ma’mun, Prof Subhan Afifi, Prof Vitarani Dwi Ananda Ningrum, Prof Eko Siswoyo, dan Prof Suci Hanifah, di Universitas Islam Indonesia pada 18 Februari 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia
2022-2026
UII Tambah Lima Profesor Baru
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menambah cacah profesor. Di awal tahun 2025 ini sebanyak lima dosen yang mendapat kenaikan jabatan akademik tertinggi yakni Dr. Subhan Afifi, S.Sos., M.Si dari Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Sholeh Ma’mun, S.T., M.T., Ph.D dari Fakultas Teknologi Industri (FTI), apt. Suci Hanifah, S.F., M.Si., Ph.D dan apt. Dr. Vitarani Dwi Ananda Ningrum, S.Si., M.Si dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Hingga saat ini, UII tercatat memiliki 54 dosen dengan jabatan akademik tertinggi.
Prosesi serah terima SK Menteri Perguruan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia secara resmi diberikan oleh Ketua Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah V, Prof. Setyabudi Indartono, M.M.., Ph.D kepada Rektor UII, Fathul Wahid dan kemudian diserahkan kepada lima guru besar baru UII.
Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas diterimanya SK Profesor oleh lima dosen UII yang mana penambahan profesor dalam satu waktu penyerahan SK ini merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah. Fathul Wahid juga menyampaikan profesor sebagai intelektual publik harus memiliki tawaduk intelektual yang menghadirkan kesadaran bahwa ada ruang kesalahan dalam kerja intelektualisme
“Karenanya, penemuan sains terus diakukan dan diskusi senantiasa dijalankan. Sains berkembang dengan verifikasi dan falsifikasi. Temuan baru bisa menguatkan yang sebelumnya tetapi dapat juga sebaliknya,” ungkap Fathul Wahid.
Selain itu, tawaduk ini juga mengharuskan pembukaan diri terhadap bukti atau temuan baru. Ini salah satu indikator perangai saintifik (scientific temper). Fathul Wahid menambahkan pada era pasca kebenaran seperti saat ini, menjaga perangai saintifik menjadi lebih menantang karena orang sering kali lebih menyukai kata perasaan dan opini dibandingkan fakta saintifik.
Di sinilah, intelektual publik perlu memainkan perannya, untuk mendekatkan kajiannya dengan kepentingan publik, mengedukasi publik dengan narasi alternatif yang saintifik, dan jika diperlukan terlibat dalam advokasi isu yang berkenaan dengan urusan publik,” jelas Rektor UII ini.
Ditambahkan oleh Ketua Pengembangan Pendidikan Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII, Prof. Drs. Allwar, M.Sc., Ph.D memberikan selamat kepada selalu sivitas akademika UII yang telah mendorong dan memotivasi dosen-dosen UII untuk mendapatkan jabatan akademik tertinggi ini. Prof Allwar menerangkan bahwa profesor merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas kampus. Sehingga profesor baru harus berusaha semaksimal mungkin agar UII selalu berkualitas tidak hanya tingkat nasional maupun internasional.
“Menjadi profesor juga bukanlah hal yang mudah penuh perjuangan dan energi yang besar yang saya yakin bukan karena imbalan uangnya, tetapi idealisme sebagai dosen yang terbaik,” ungkap Prof. Allwar
Prof. Alwar mengingatkan kepada profesor baru bahwa kesibukan setelah menjadi profesor akan bertambah dan tanggung jawab menjadi lebih besar karena aktivitas profesor tidak hanya untuk universitas tapi juga untuk bangsa Indonesia. Selain itu, Prof. Alwar mengharapkan profesor baru selalu bisa meningkatkan kualitas penelitiannya.
“Saya harap profesor baru bisa banyak publikasi, mencetak buku, hingga mencetak generasi yang lebih baik karena penelitian adalah salah satu ujung tombak dari universitas,” harap Ketua Pengembangan Pendidikan YBW UII ini.
Lebih lanjut, Prof. Setyabudi Indartono selaku Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah 5 menyampaikan apresiasi kepada UII yang telah melahirkan 5 profesor baru. Prof. Setyabudi mengungkapkan LLDikti wilayah 5 memfasilitasi perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas, akreditasi, hingga mutu perguruan tinggi, salah satunya untuk memastikan kualitas dari staff pengajar yakni dosen.
“Kita tahu persisi, kondisi PTS saat ini masih 9 PTS yang berakreditasi unggul. Kemudian dari 740 prodi, catatan dari LLDikti bahwa saat ini 152 prodi yang berakreditasi unggul,” jelas Kepala LLDikti Wilayah 5 ini
Dari data LLDikti Wilayah 5, Prof. Setyabudi mengungkapkan apresiasi kepada UII yang mampu menjadi leader dari Perguruan TInggi Swasta (PTS) dalam menyelesaikan banyaknya pekerjaan rumah yang harus dihadapi oleh PTS termasuk melahirkan guru besar.
“Oleh karenanya, saya sangat yakin UII adalah sebuah kampus yang bisa menjadi prototype untuk kampus-kampus lain dalam tri dharma perguruan tinggi khususnya dalam menghasilkan guru besar dalam berbagai bidang keilmuan,” jelas Prof. Setyabudi (AHR/RS)
UII Training Ground Kembali Terpilih Menjadi Tempat Pertandingan Piala Soeratin U-13
Universitas Islam Indonesia (UII) dipercaya kembali oleh Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) sebagai salah satu tempat diselenggarakannya Piala Soeratin U13 pada 12-23 Februari 2025 yang dilaksanakan di UII Training Ground (UTG).
Kejuaraan ini merupakan agenda tahunan dari PSSI yang terdiri dari kategori U-13, U-15, dan U-17 yang dimana U-13 difokuskan pelaksanaan pertandingan di Yogyakarta yang bertujuan untuk mengasah bakat sepakbola talenta muda Indonesia dan menjadi kompetisi yang mempererat persaudaraan antar daerah
Iqbal, salah satu tim penyelenggaran Piala Soeratin U-13 menyampaikan dipilihnya UII Training Ground kembali sebagai salah satu tempat penyelenggaraan karena UII terus merawat UTG sehingga mampu bersaing dengan tiga lapangan lain yang menjadi tempat ajang Piala Soeratin U-13 ini.
“UII terus merawat UTG dari segi kondisi lapangan hingga keamanan. Segi kebersihan sudah ada petugas yang selalu menjaga kebersihan dan segi keamanan karena terletak di dalam kampus jadi tidak terlihat langsung oleh publik sehingga meminimalisir keriuhan yang berlebihan sehingga terjamin keamanannya,” ungkap Iqbal yang juga alumni Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UII ini.
Iqbal berharap UII bisa selalu menjaga dan meningkatkan fasilitas dan kualitas dari UTG. Ia menyampaikan saran untuk peningkatan fasilitas kamar wasit yang sebaiknya didekatkan dengan match commissioner (pengawas pertandingan) dalam rangka keamanan wasit selama pertandingan. (AHR/RS)
UII Kukuhkan Dua Profesor di Bidang Manajemen dan Ekonomi
Universitas Islam Indonesia (UII) mengukuhkan dua profesor dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE), yakni Prof. Drs. Anas Hidayat, M.B.A., Ph.D., dalam bidang Ilmu Manajemen Pemasaran, dan Prof. Dr. Unggul Priyadi, M.Si., dalam bidang Ilmu Ekonomi Kelembagaan. Keduanya menyampaikan pidato pengukuhan pada Selasa (11/2/2025) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII, Yogyakarta.
Prof. Anas Hidayat menyampaikan pidato berjudul “Krisis Etika Manusia dan Dampak terhadap Praktik Bisnis di Indonesia”. Ia memaparkan fakta empiris menyoroti dinamika global menyebabkan tingginya kesenjangan antara perusahaan besar dan pelaku bisnis kecil. Perusahaan besar yang saat ini populer dengan istilah oligarki mempunyai keunggulan besar dalam hal sumber daya dan pengaruh yang pada akhirnya timbul dominasi pasar dan memperparah ketimpangan ekonomi.
Mengutip Managi et al., 2021, Prof. Anas mengemukakan dalam konteks ini, muncul dilema etis terkait distribusi kekayaan. Perusahaan besar mestinya dapat memainkan peran dalam menciptakan ekonomi yang lebih inklusif tanpa mengorbankan daya saing mereka (Managi et al., 2021). “Akhirnya muncul moral dilema, maukah mereka memberikan manfaat yang lebih merata kepada berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok yang kurang beruntung atau terpinggirkan, tanpa mengurangi daya saing perusahaan di pasar?,” ungkap Prof. Anas
Lebih lanjut disampaikan Prof. Anas, etika manusia tidak hanya berfokus pada pertanyaan tentang “apa yang benar” atau “apa yang salah,” tetapi juga menyelami dinamika di balik pengambilan keputusan yang mencakup nilai-nilai, kepercayaan, dan konsekuensi tindakan. Salah satu aspek pentingnya adalah adanya ketegangan antara universalitas dan partikularitas manusia.
“Universalitas merujuk pada prinsip-prinsip moral yang dianggap berlaku secara global, sementara partikularitas mengacu pada konteks budaya, sosial, dan individu yang memengaruhi cara prinsip tersebut diterapkan. Ketegangan ini menciptakan tantangan kompleks dalam mencapai kesepakatan etis di tengah masyarakat yang beragam, terutama karena perbedaan cara pandang positivis versus profetik,” jelas Prof. Anas
Kelembagaan Pilar Kesejahteraan dan Keadilan
Di tempat yang sama, Prof. Unggul Priyadi menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Kelembagaan sebagai Pilar Kesejahteraan dan Keadilan dalam Transformasi Ekonomi Global dan Ekonomi Syariah.
Prof. Unggul mengemukakan, kelembagaan memegang peranan penting dalam era transformasi global dan ekonomi syariah yang tidak hanya menjadi tulang punggung stabiltas ekonomi, tetapi juga sebagai instrumen untuk mencapai tingkat kemakmuran dan keadilan yang tinggi. Ia juga menyoroti aspek ekonomi syariah khususnya dalam pengelolaan wakaf dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat.
“Melalui penguatan kelembagaan, pengelolaan aset wakaf dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan kegiatan ekonomi, sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Kelembagaan yang akuntabel dalam pengelolaan wakaf memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat,” terang Prof. Unggul
Lebih lanjut disampaikan Prof Unggul kelembagaan juga mempunyai peranan signifikan dalam mendukung ekonomi regional dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Kelembagaan yang solid pada tingkat regional memastikan bahwa terdapat koordinasi yang baik antara kebijakan pusat dan daerah, serta antara pemerintah dan sektor swasta.
“Kelembagaan mendukung penciptaan infrastruktur yang memadai, pengembangan sumber daya manusia, dan penyediaan layanan publik yang berkualitas. Hal ini merupakan elemen kunci untuk mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” jelas Prof. Unggul
Prof. Unggul menambahkan, kelembagaan yang kuat dan efektif adalah kunci untuk mencapai kemakmuran dan keadilan dalam transformasi ekonomi global dan ekonomi syariah. Melalui penguatan kelembagaan, lingkungan ekonomi dapat menjadi lebih stabil, adil, dan berkelanjutan sehingga membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Maka dari itu, pengembangan dan penguatan kelembagaan harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan ekonomi, agar tujuan kemakmuran dan keadilan dapat tercapai dan memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi secara keseluruhan,” tandas Prof. Unggul. (AHR/RS)
Bedah Pasal Tindak Pidana Korupsi
Perhimpunan Advokat Alumni Universitas Islam Indonesia (HIMPA UII) dari Fakultas Hukum (FH) sukses menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Membedah Pasal Kontroversial Tipikor, Jalan Menuju Hukum yang Berkeadilan” pada (8/02) di Auditorium Lantai 4 Gedung FH UII. Acara seminar ini menjadi aktivitas akademik pertama yang digelar oleh HIMPA UII dan mengundang Prof. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U, Dr. Maqdir Ismail. S.H., LL.M, Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum, Dr. Mudzakkir, S.H., M.H, Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H, dan Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H sebagai keynote speaker serta dimoderatori oleh Ramadhan Rizky Baried, S.H., M.H.
Dalam sambutan Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.H sebagai ketua organization committee (OC) menegaskan HIMPA hadir sebagai jaringan untuk memperkuat sinergitas para advokat alumni UII. Disamping itu, sambutan oleh Ketua Umum HIMPA UII yaitu Dr. Maqdir Ismail. S.H., LL.M., menyampaikan kekhawatirannya akan kehancuran praktik advokat saat ini yang disebabkan oleh tidak tegaknya etik. “Saya tadi sudah sampaikan kepada kawan-kawan pengurus HIMPA UII, yang tidak kita punya sekarang ini akhlakul karimah. Bukan hanya sebagai advokat, tapi juga sebagai manusia,” ucap Maqdir.
Ia juga melanjutkan dengan saling mengingatkan untuk menjadi advokat yang baik itu nantinya akan lahir advokat bermoral yang menjunjung tinggi kehormatan advokat. Harapannya, HIMPA UII akan melahirkan advokat-advokat pejuang, advokat yang bermoralitas dan berintegritas tinggi.
Pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi isu penting di depan mata penegak keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harusnya menjadi perlindungan bagi hak asasi manusia namun kini tak terkontrol karena kewenangan oleh para penguasa kejahatan. Diskusi acara seminar nasional berlangsung seputar tentang persiapan KUHAP serta catatan tentang KUHAP terbaru yang akan diberlakukan di tahun 2026
Prof. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U, sebagai pembicara pertama menyoroti tentang goodwill atau kemauan baik dari pemerintah untuk memberantas korupsi. Prof. Mahfud menyampaikan bahwa perbedaan tidak sinergi yang terjadi antara pemerintahan dulu dan saat ini adalah pembentukan peraturan oleh DPR yang berkuasa mengubah undang-undang secara sewenang-wenang. “Akibatnya, saudara tanya lembaga apa aja, semuanya korupsi. Eksekutif tentu sumbernya korupsi. Hampir semuanya korupsi,” Ujar Mahfud dengan lugas.
Sejalan dengan teori Maslow tentang hierarki kebutuhan, Mahfud memberi contoh bahwa orang-orang saat ini lebih takut untuk berbicara mengenai kebenaran karena takut kehilangan pekerjaan. Dengan tegas, Mahfud berkata bahwa kita harus membangun goodwill baru dan bagaimana menyelesaikan situasi ketersanderaan ini.
Selanjutnya, Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum sebagai narasumber kedua, membahas penekanan hukum dan pemberantasan korupsi yang merugikan keuangan negara. Dalam penjelasannya, Busyro melampirkan data valid peta koruptor tahun 2004-2019 yang berkaitan dengan praktik pemilu. Hal ini terjadi karena negara semakin lepas dari kontrol masyarakat sipil dan setelah KPK dibombardir melalui UU No. 30 Tahun 2002 mengakibatkan KPK sudah tidak independen. Busyro juga memberikan solusi yaitu advokat bantuan hukum struktural yang dulu diagendakan oleh Prof. Dr. (Iur) H. Adnan Buyung Nasution, S.H.
Peran jaksa dalam mengatasi ketidakpastian hukum dan memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi tema selanjutnya yang disampaikan oleh Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H dalam acara ini. Terkait dengan penghapusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, ia berpendapat bahwa negara akan mengalami kerugian.
“Kalau saya melihat ada upaya untuk kemudian menghapus Pasal 2 dan Pasal 3 nanti negara akan kehilangan, karena kita lihat kebocoran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) itu besar sekali,” ungkap Yudi. Ia memberikan paparan bahwa perbandingan APBN dari tahun ke tahun begitu besar dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebutkan beberapa kali mengeluarkan statement bahwa kebocoran yang terjadi lebih dari 30%.
Lebih lanjut, Yudi juga menampilkan data kebocoran APBN yang begitu besar dari tahun ke tahun. Dari 2011 yang hanya Rp.1.229 T menjadi Rp.3.325 T di tahun 2024. Data tersebut hanya uang yang tercover di dalam APBN belum termasuk kerugian negara yang lain. Di akhir penuturannya, Yudi menyinggung bahwa negeri ini hanya membutuhkan orang yang baik, jujur dan cerdas sehingga berani membuat terobosan hukum.
Dr. Maqdir Ismail. S.H., LL.M sebagai narasumber yang selanjutnya membahas tentang tantangan advokat dalam menangani perkara tindak pidana dan kerugian negara. Maqdir memaparkan, bahwa kekacauan pemberantasan korupsi terjadi sejak lahirnya UU No. 3 Tahun 1971.
“Menjadi pikiran kita semua bahwa arah pemberantasan korupsi ini tidak lagi difokuskan pada kerugian keuangan negara tetapi pada penyalahgunaan kewenangan penyalahgunaan jabatan kemudian suap menyuap. Karena ini semua adalah korupsi,” Kata Maqdir menutup sesi diskusi yang dipimpinnya.
Pembicara terakhir, Dr. Mudzakkir, S.H., M.H menyampaikan tentang catatan, kritik dan saran dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Beberapa catatan yang diberikan yaitu judul UU Tindak Pidana Korupsi, unsur kerugian keuangan negara, pengaturan delik suap dan gratifikasi, kesalahan dalam bentuk kealpaan diancam dengan pidana yang lebih berat, delik penghalangan penyidikan dapat membentuk sikap unprofesional penyidik, korupsi sebagai hukum pidana khusus atau hukum pidana umum, dan pasal 4 dan 14 UU Tipikor.(NKA/AHR)
UII dan Ibaraki University Kembali Jajaki Kerjasama
Setelah menggelar collouquium hasil focus group discussion (FGD), Universitas Islam Indonesia (UII) dan Ibaraki University (IU) kembali menggelar diskusi penguatan kerjasama pada Kamis (06/02) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Diskusi ini dihadiri oleh jajaran pejabat struktural dan dekan dari seluruh fakultas di UII yang berfokus pada pertukaran mahasiswa, staff dan dosen ke Ibaraki University serta kolaborasi riset hingga tahun 2028.
“Ibaraki University ini juga merupakan salah satu kampus yang lumayan tua di Jepang, era-19 mereka telah berdiri. Disana itu mereka memang ada program unggulan mereka, tadi seperti astronomi, space astronomy itu nggak semua universitas ada, seperti itu.” tutur Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng selaku Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri DK/KUI UII.
“Dan mereka juga ada satelit sendiri ya, jadi cukup banyak satelit yang mereka install di kampusnya seperti itu. Mereka sudah advance mengenai prosesor yang dipakai di mobil untuk pengembangan riset smart system seperti menghindari kecelakaan.” tambahnya.
Sebelumnya, penandatangan nota kesepahaman antara UII dengan IU telah dilaksanakan pada 5 September 2023 bersamaan dengan pertukaran pelajar (Exchange Students) antara Faculty of Humanities and Social Sciences Ibaraki University dan Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya (FPSB) UII. Di tahun yang sama, IU juga datang mengunjungi Fakultas Teknologi Industri (FTI) dan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP).
Hingga tahun 2024, keduanya telah menggelar beberapa program Guest Lecturer. UII juga mengirimkan beberapa mahasiswa Hubungan Internasional dan Teknik Lingkungan ke Ibaraki University guna memperkuat kerjasama ini.
Upaya kerjasama ini akan terus berlanjut, UII berencana untuk mendatangkan keynote speaker dari IU dalam acara International Conference IBITeC 2025 dan ICSBE 2025. Disamping itu, kolaborasi riset akan diselenggarakan untuk Program Doktoral Teknik Sipil, Program Magister Teknik Elektro, Program Studi Informatika, dan Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) UII.
Selanjutnya, UII akan mengirimkan beberapa mahasiswa Program Magister Teknik Lingkungan untuk mengikuti Short Program di IU. Selain itu, persiapan Guest Lecturer telah didukung untuk Program Magister Teknik Elektro, Program Studi Informatika Program Sarjana, Program Sarjana dan Magister Teknik Sipil. (MNDH/AHR)
UII dan Ibaraki University Angkat Isu Lokal dalam Acara Colloquium Mahasiswa Jenjang Doktoral
Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) menggelar Colloquium hasil penelitian 8 mahasiswa jenjang doktoral dari Ibaraki University, Jepang pada Kamis, (6/02) di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Melalui tema yang berjudul “Enhancing Student Engagement in Research and Field Studies: Best Practices from Japan”, para mahasiswa merumuskan hasil FGD terkait isu-isu di Indonesia berbekal pengetahuan yang mereka pelajari di Ibaraki.
“Jadi mereka kesini untuk melihat kondisi Indonesia dan menyesuaikan dengan ada social topic yang mereka dapat assign. Jadi sebelumnya mereka juga ada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan beberapa fakultas, dari FTSP dan FTI.” tutur ketua pelaksana acara, Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng sekaligus Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri DK/KUI UII.
Penguji dalam kegiatan ini terdiri dari 4 profesor Ibaraki, yakni Prof. Shigeki Takeda, Prof. Masaru Kamada, Prof. Munetake Momose dan Prof. Hiromichi Ohta. Atsumi Ito, salah satu presenter memaparkan bagaimana penggunaan Aluminium Alloy dapat berkontribusi untuk mengurangi jejak karbon yang ada di dunia. Ia menjelaskan bahwa Recycled Aluminium hanya memproduksi sepertiga puluh karbon dioksida (Co2) dibanding karbon hasil produksi Virgin Aluminium.
Selanjutnya, Galang Prihadi Mahardika, salah satu presenter dari program Magister UII, menjelaskan bahwa smart vehicle, termasuk infrastruktur dan sistem pendukung yang baik dapat menjadi solusi bagi pemerintah untuk dapat memotivasi masyarakat menggunakan transportasi umum. Menurut Galang, sarana transportasi seperti mobil, terlebih transportasi umum harus bisa terintegrasi dengan traffic, seperti pemasangan sensor pada mobil untuk memberitahu ada ambulance dibelakangnya.
“Isu sosial yang ada di Indonesia ini memang dari pihak Ibaraki sendiri yang menentukan, kite sesuaikan melihat kondisi di Indonesia seperti apa. Jadi ada beberapa yang tentang solar panel di Indonesia, dan gimana pemakaiannya, terus ada beberapa mengenai smart IT, jadi memang luas. Kita tinggal menyambungkannya,” ujar Dosen Jurusan Informatika UII ini.
Colloquium ini menjadi salah satu bentuk kerjasama Ibaraki dan UII sejak penandatangan MoU keduanya pada 5 September 2023. “Jadi sebenarnya tahun lalu itu ada kunjungan dari prodi International Relation, HI ya. Juga ada kunjungan visiting kesana itu juga tahun lalu dari prodi teknik lingkungan.” Jelas Dr. Joni. (MNDH/AHR)
UII Gelar Sosialisasi KBMK 2025, Persiapkan Mahasiswa Raih Prestasi Nasional
Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Student Achievement Mobility Center UII (SAMC) mengadakan sosialisasi Kompetisi Mahasiswa Nasional Bidang Ilmu Bisnis, Manajemen, dan Keuangan (KBMK) pada Selasa (04/02) secara daring melalui kanal zoom meeting yang diikuti oleh puluhan mahasiswa.
KBMK adalah salah satu kegiatan ajang talenta Pendidikan Tinggi yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi mahasiswa di bidang Bisnis, Manajemen, dan Keuangan. Dengan beberapa sub perlombaan diantaranya perencanaan bisnis, riset investasi, keuangan audit investigatif, komersialisasi riset dan teknologi tepat guna, serta penulisan karya tulis ilmiah.
Narasumber pertama, Ir. Faisal Arif Nurgesang, S.T., M.Sc., IPP, selaku Kepala Divisi Pembinaan Prestasi DPK UII, menekankan bahwa KBMK merupakan ajang prestisius bagi mahasiswa, sehingga persiapan sejak dini sangat penting untuk mencapai hasil optimal. Selain itu, KBMK juga berperan sebagai wadah pembelajaran yang melatih keterampilan kerja sama dan kolaborasi, membekali peserta dengan pengalaman serta wawasan yang bermanfaat untuk pengembangan diri dan profesionalisme di masa depan.
“KBMK ini adalah ajang bergengsi bagi mahasiswa, jadi penting untuk mempersiapkan diri sejak awal agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu, KBMK juga menjadi tempat belajar yang mengasah keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Pengalaman yang didapat di sini pasti akan berguna untuk pengembangan diri dan profesionalisme ke depannya.” ujarnya
Faisal juga menambahkan bahwa pendampingan yang diberikan oleh DPK UII dan SAMC UII dapat menjadi dorongan bagi mahasiswa untuk lebih termotivasi dalam mempersiapkan diri dan berkompetisi di ajang prestisius ini. Dengan adanya bimbingan tersebut, diharapkan semakin banyak mahasiswa yang berani mengambil tantangan dan menunjukkan potensinya secara maksimal.
Erlinda Firtiyani, mahasiswa UII yang berhasil meraih juara terbaik nasional V KBMK 2024, hadir sebagai narasumber kedua. Dalam pemaparannya, Erlinda menjelaskan berbagai manfaat yang diperoleh dari mengikuti KBMK, serta membagikan cara untuk memulai dan menghadapi setiap tahap dalam kompetisi dengan lebih baik dan efektif.
Dalam sesi wawancara dengan ketua SAMC UII, Fikar Maulana menjelaskan bahwa pendampingan yang diberikan akan berlangsung secara menyeluruh, dimulai sejak tahap persiapan awal hingga proses akhir kompetisi. Pendampingan ini bertujuan untuk memastikan setiap tim dapat memaksimalkan potensi mereka dan tampil dengan optimal dalam setiap tahapan kompetisi.
“Seiring dengan sosialisasi, kami juga membuka open submission seleksi internal KBMK 2025, yang mencakup pembuatan proposal/makalah dan penyelesaian kasus. Seleksi ini bertujuan untuk memilih 5 tim terbaik dari setiap bidang sebagai perwakilan UII di KBMK Nasional 2025. Pendampingan yang diberikan meliputi review proposal, fasilitas lomba, serta pendampingan nasional bagi tim yang berhasil lolos ke semi final atau grand final.” jelasnya. (IMK/AHR/RS)