Ikhtiar Meningkatkan Inovasi di Indonesia
Berdasarkan perangkingan yang dilakukan oleh Kementerian Ristek, Universitas Islam Indonesia (UII) menempati posisi ke-2 pada kategori Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di mana unsur yang menjadi fokus perangkingan adalah inovasi. Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah mencanangkan rencana induk penelitian sebagai bentuk ikhtiar untuk meningkatkan inovasi di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun dari WIPO, Global Innovation Index bahwa skor yang didapatkan Indonesia terkait inovasi yang dijalankan masih berada pada 29,72 dari skala 100. Hal ini menunjukkan inovasi di negara ini masih relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain.
UII sebagai institusi pendidikan tinggi swasta Islam tertua di Indonesia, telah sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yaitu, berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan berakhlak mulia serta terwujudnya pengabdian masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Dr. Eng. Hendra Setiawan, S.T., M.T. selaku Direktur Penelitian & Pengabdian Masyarakat dalam konferensi nasional pada Selasa (25/8).
“Empat unsur yang tercantum dalam catur darma UII tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pendidikan sebagian diambil dari hasil penelitian, penelitian pun didasari oleh pendidikan, hasil dari penelitian ini lah yang akan direalisasikan ke dalam pengabdian masyarakat. Selanjutnya, pengabdian tidak hanya sampai disitu saja, namun perlu output yang dinamakan dengan inovasi. Sedangkan unsur dakwah pada catur darma UII akan meliputi semua unsur lainnya, yaitu semua unsur dilakukan dalam rangka berdakwah”, lanjut Hendra Setiawan.
Untuk itulah, Hendra Setiawan berharap seluruh dosen FIAI UII dapat turut berkontribusi untuk meningkatkan inovasi yang dihasilkan. “Ini menjadi masalah ketika pengabdian masyarakat tidak memberikan output berupa inovasi seperti buku, jurnal internasional, atau publikasi, karena ketika hal tersebut tidak ada, maka tidak bisa dicantumkan ke dalam data yang menjadi unsur perangkingan”. Inovasi tidak hanya diartikan pada bidang teknologi, inovasi pada dasarnya harus memiliki kemanfaatan bagi masyarakat. Disampaikan oleh Dosen FIAI UII, Lukman, S.Ag., M.Ag. “Inovasi berkelanjutan memerlukan evaluasi yang berkelanjutan pula. Evaluasi yang berkelanjutan, memerlukan penerimaan sejujurnya atas realitas diri”.
Hendra Setiawan menambahkan, beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian dan pengabdian masyarakat antara lain adalah pada aspek SDM, di mana kurangnya kompetensi dan produktivitas SDM peneliti di Indonesia serta peneliti yang bergelar S3 baru mencapai 17% dari total keseluruhan. Selain itu masalah lain hadir dari aspek manajemen riset, kelembagaan riset, dan anggaran riset. Terlebih di era pandemi ini yang menyebabkan menurunnya anggaran riset terutama pada bidang-bidang yang tidak berfokus pada penyelesaian pandemi.
Era pandemi Covid-19 melahirkan berbagai pembaharuan paradigma terkait riset, di antaranya adalah orientasi riset yang dulunya adalah pada aspek keilmuan, saat ini berubah ke orientasi kemanfaatan dan multidisipliner. Hal ini menimbulkan kebijakan inovasi riset yang menuntut luaran tepat guna, komersialisasi, dan substitusi impor dengan produk lokal. Selain itu, fokus penelitian saat ini juga diarahkan pada tema-tema yang berhubungan dengan covid-19. Tak kalah penting, saat ini penelitian lebih berfokus pada output dibandingkan input. Output ini lah yang diharapkan dapat memberikan inovasi pada masing-masing bidang. “Inovasi saat ini bersifat terbuka, bukan soal menimbun ide tapi juga soal bagaimana merealisasikan ide menjadi sebuah inovasi nyata,” jelas Hendra Setiawan. (VTR/RS)