Ikhlas dan Sabar Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat
Kematian menjadi hal yang pasti dialami semua makhluk hidup. Setelah kehidupan dunia, setiap manusia akan kekal tinggal di akhirat. Lembaga Dakwah Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, Jamaah Fathan Mubina (Jafana) menggelar kajian online bertemakan “Siapkan Pembekalan Dunia untuk Akhirat”. Kajian yang dilaksanakan pada Selasa (20/10) ini mendatangkan pembicara Ustadz Fathurrahman Alkatitanji, S.H.I., dari Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam UII.
Rasulullah Saw pernah mengabarkan usia kebanyakan umatnya adalah berkisar antara 60-70 tahun. Meski ada yang lebih dari 70 tahun bahkan ada mencapai 100 tahun lebih, namun itu hanya sedikit. “Ini memperjelas bahwa kampung kita yang sebenarnya adalah di akhirat bukan di dunia. Kita terikat dengan akhirat. Hidup ibaratkan hanya bersinggah saja, kita sedang menggembala saja dan nanti akan pulang,” tegas Ustadz Fathurrahman.
Ustadz Fathurrahman menerangkan jika seseorang tinggal di bumi seolah-olah di negeri asing, maka ia akan melakukan beberapa hal, di antaranya hatinya tidak bergantung pada dunia, mukmin di dunia hanya untuk menyiapkan bekal menuju ke kampung akhirat, tidak pernah bersaing dengan penduduk asli atau penggila dunia, serta tidak pernah gelisah. “Ia tidak akan gelisah ketika ada yang mendapatkan dunia. Hatinya bergantung pada kampung sesungguhnya yang nanti ia akan kembali, yaitu negeri akhirat,” tambahnya.
Selanjutnya, Ustadz Fathurrahman menjelaskan jika seorang hidup ibarat musafir atau pengembara maka ia tidak akan punya niatan untuk menetap sama sekali. Orang seperti ini hanya ingin terus menelusuri jalan hingga sampai pada ujung akhirnya, yaitu kematian. Dan sepanjang di perjalanan ia akan terus mencari bekal untuk safarnya supaya bisa sampai di ujung perjalanan dan tidak punya keinginan untuk memperbanyak kesenangan dunia karena ingin sibuk terus menambah bekal.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-An’am ayat 32 yang artinya, “Dan tiada kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”
Selama di dunia, manusia seharusnya disibukkan dengan persiapan bekal untuk akhirat. Begitulah yang dikatakan Ustadz Fathurrahman Alkatitanji dihadapan para jamaah. “Jadikan setiap detik dengan amal sholeh seperti bersyukur dan bersabar. Dua ini kunci untuk mendapat amal sholeh. Ada juga amal lainnya dengan berzikir. Baca Subhanallah Wabihamdihi dua kali itu ringan sekali diucap namun berat di timbangan,” tambahnya.
Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan seseorang ketika bersyukur, yakni secara hati, lisan, dan amal perbuatan. Secara hati berarti orang tersebut meyakini bahwa segala sesuatu yang didapat dan dialami dari Allah Swt. Selanjutnya diucapkan dengan lisan minimal mengucapkan hamdalah “Alhamdulillah”. Sedangkan dengan perbuatan dibuktikan dengan memanfaatkan segala kenikmatan dari Allah Swt untuk mencari ridho-Nya.
Ustadz Fathurrahman Alkatitanji menuturkan bahwa bersyukur dan bersabar akan menjadi jalan datangnya pahala dari Allah. Sehingga semasa hidupnya, seseorang seharusnya disibukkan dengan urusan akhirat bukan terkena dengan dunia. “Kehidupan itu tidak lebih dari seekor nyamuk. Alangkah beruntung orang yang mau mendengarkan nasehat-nasehat yang penuh makna dan mengena ini. Persiapkanlah bekal sebanyak-banyaknya. Kuliah, membantu kawan, atau aktivitas lainnya niatkan karena Allah dengan ikhlas,” tegasnya. (SF/RS)