,

Hamdan Zoelva: Kampus Berperan Turut Sukseskan Pesta Demokrasi

Pesta demokrasi akan segera dilaksanakan di tahun depan. Masyarakat Indonesia akan kembali menentukan pemimpinnya lima tahun ke depan. Selasa (29/05) bertempat di Majid Ulil Albab, Takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Diskuci Civitas Akademika dengan tema Supremasi Hukum di Tahun Politik Berdasarkan Kearifan Lokal bersama Dr. Hamdan Zoelva, SH., MH., (Ketua MK RI tahun 2013-2015) dengan moderator Idul Rishan, SH., L.LM.

Hamdan Zoelva menyampaikan dalam urusan pemilihan umum (pemilu) terdapat 3 aspek penting agar dalam keberlangsungan pemilu dapat berjalan lancar. Yakni tingkat kesejahteraan masyarakat, tingkat kecerdasan pemilih dalam memilih, dan aparatur negara yang mampu menjalankan hukum dengan sebenar-benarnya. Semakin tinggi 3 aspek tersebut maka jaminan pemilu yang sukses akan dapat dilaksanakan.

“Ketiga aspek ini memang saling terkait. Sebagus apapun hukum yang berlaku jika aparatur negara tidak memiliki integritas yang baik, maka sebenarnya pemilu yang dilaksanakan itu justru akan semakin menjatuhkan kedudukan negara,” ungkap Hamdan Zoelva.

Hamdan Zoelva menambahkan problematika pemilu di Indonesia hampir di seluruh daerah adalah integritas dan profesionalitas penyelenggara. Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang terjadi hingga menyebabkan penyelenggara pemilu pun kesulitan. “Masalah integritas dan profesionalitas badan penyelenggara salah satunya menjadi aspek penting dalam tegaknya supremasi hukum di Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu, Hamdan Zoelva juga mengatakan bahwa setidaknya terdapat 2 macam pemilih dalam pelaksanaan pemilu. Yang pertama yakni pemilih yang rasional dan yang kedua yakni pemilih yang emosional. Pemilih yang rasional akan memilih berdasarkan data-data di lapangan seperti rekam jejak politik serta visi misi dari calon pasangan pemimpin.

Sedangkan pemilih yang emosional akan memilih menurut latar belakang calon pasangan yang sama dengan pemilih seperti ras, suku, agama, dan lingkungan tempat tinggal yang sama. “Selama ini di Indonesia lebih banyak pemilih yang emosional. Hal ini bisa saja menunjukkan tingkat kecerdasan rakyat yang kurang,” pungkasnya. (ENI/ESP)