Gus Baha Sampaikan Keseimbangan Agama dan Logika
Ramadan kini tinggal menghitung hari. Pada tahun ini, bulan suci Ramadan bertepatan dengan perayaan Milad ke-80 Universitas Islam Indonesia (UII). Dalam menyambut bulan puasa yang penuh berkah, UII melalui Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) menggelar Semarak Pembukaan Safari Iman Ramadan (Safir) di Masjid Ulil Albab, Kampus Terpadu UII, pada Senin (13/03).
Pelaksanaan Tablig Akbar Milad ke-80 tersebut turut mengundang K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfizul Al-Quran Lembaga Pembinaan Pendidikan Pengembang Ilmu Al-Quran (LP3iA), Rembang yang populer disapa dengan Gus Baha.
Selepas salat zuhur, kegiatan langsung dibuka oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. “Mudah-mudahan kita semuanya tidak hanya menjadi muhibbin, karena muhibbin itu levelnya masih bawah. Naik sedikit. Mustami’in. Kira-kira begitu. Dan naik lagi jadi muta’allimin,” ucapnya.
Dalam kajiannya, Gus Baha menjelaskan mengenai ilmu dirayah, yakni suatu perilaku keseharian seorang muslim yang beragama dan memahami logikanya. “Dirayat itu satu kajian analisis di mana kita percaya riwayat tapi kemudian punya logika. Punya dirayah. Ini penting supaya tauhidnya, tauhid kita ini kuat,” tuturnya.
Gus Baha juga menyoroti isu keberagaman yang bersifat niscaya di masyarakat. “Kalau kita menghadapi perbedaan itu biasa saja, karena mungkin kita bacanya banyak, lihat hal-hal seperti itu ya biasa. Karena dulu itu perbedaan itu urusan sudut pandang … ngelola sudut pandang ya kayak tadi. Enggak bisa ditertibkan,” katanya.
Selain itu, Gus Baha pula menyatakan kedekatannya dengan UII. Keakraban UII dan Gus Baha sudah berlangsung lama sejak beliau menjadi pentashih mushaf Al-Quran UII bersama almarhum mantan rektor Prof. H. Zaini Dahlan, M.A. Dalam menyoroti perbedaan pendidikan kampus dan pesantren, menurutnya, perbedaan antara sistem perkuliahan yang tertib dengan sistem pondok pesantren yang fleksibel justru menjadi keberkahan bagi Indonesia.
“Supaya ini bukti koalisi beneran. Jadi saya yang kyai enggak tertib jam, koalisi sama yang tertib jam. Jadi kalau semuanya sistem kampus nanti pertanyaan itu ndak bisa on time, ndak bisa setiap saat. Makanya Indonesia itu berkah. Kyai-kyai yang alim yang di jalan-jalan banyak. Juga kyai yang di kampus, doktor-doktor fikih banyak. Yang nekuni ilmu umum ya banyak. Macem-macem,” pungkasnya.
Seusai pemaparan materi, kegiatan berlanjut dengan sesi tanya jawab yang diikuti sejumlah audiens. Beberapa mantan rektor, jajaran pimpinan di universitas, mahasiswa serta masyarakat umum turut hadir dan menyemarakkan acara. (JRM/ESP)