Guru Besar Sebagai Trend Setter di Bidang Akademik
Dalam menghadapi persaingan global, kemampuan dan kualitas lulusan perguruan tinggi menjadi barang yang wajib dimiliki setiap perguruan tinggi di Indonesia. Tidak hanya dari segi sarana dan prasarana pengajaran yang memadai, tetapi tenaga pendidik seperti dosen hingga guru besar yang kompeten di bidangnya.
Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai salah satu pionir perguruan tinggi di Indonesia, hingga saat ini terus berupaya meningkatkan kualitas pengajarannya guna menghasilkan lulusan terbaik. Terbaru, jumlah guru besar di lingkungan UII kembali bertambah. Yakni Dr. Muafi, S.E., M.Si. berhasil menyandang gelar guru besar dalam bidang Ilmu Manajemen.
Pengangkatan Muafi sebagai Guru Besar ditandai dengan penyerahan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI, Nomor 13955/M/KP/2019 oleh Kepala LLDIKTI Wilayah V, Prof. Dr. Didi Achjari, S.E, M.Com, Akt., kepada Rektor UII, Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dan diserah terimakan kepada Dr. Muafi, S.E., M.Si., pada Jumat, 20 September 2019 di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito UII.
Dalam sambutannya Didi Achjari mengatakan dengan bertambahnya guru besar di wilayah V ini menjadi sebuah kabar baik bagi civitas akademik di Yogyakarta. Mengingat jumlah guru besar di perguruan tinggi swasta khususnya di wilayah V berlum terlalu banyak. “Setelah bulan Ramadan tahun ini, Alhamdulillah jumlah guru besar di wilayah V khususnya UII bertambah lagi. Selamat kepada UII yang terus berupaya meningkatkan kualitas pengajarannya dengan jumlah guru besar yang setiap tahun harapannya bertambah,” kata Didi Achjari.
Prof Didi mengatakan LLDIKTI Wilayah V terus berupaya meningkatkan jumlah guru besar di setiap perguruan tinggi yang ada. Hal ini bertujuan agar kualitas pengajaran yang ada di wilayah Yogyakarta semakin baik lagi dan nantinya daya saing perguruan tinggi di Yogyakarta akan meningkat. “Kami di LLDIKTI terus mengajak perguruan tinggi di wilayah V agar berupaya mendorong tenaga pendidik yang sudah masuk syarat untuk mengajukan menjadi guru besar,” ungkapnya.
Sementara Fathul Wahid mengungkapkan rasa syukur dengan bertambahnya guru besar di lingkungan UII. Ia memiliki keinginan yang kuat akan potensi yang dimiliki UII dengan menargetkan 36 guru besar pada periode kepemimpinannya. “Hingga saat ini, jumlah guru besar di UII telah mencapai 19 guru besar di berbagai disiplin ilmu atau 2.5% dari total keseluruhan dosen yang ada. Dan mudah-mudahan di awal tahun 2020 guru besar UII kembali bertambah dimana saat ini sebanyak 3 kandidat guru besar telah diajukan,” ungkap Fathul Wahid.
Lebih lanjut, Fathul Wahid mengatakan menjadi guru besar bukan menjadi akhir dari perjalanan akademik. Justru menjadi momentum untuk menyadarkan diri bahwa di pundak para guru besar, tersemat tanggung jawab yang semakin besar. “Guru besar sudah sepatutnya memberikan arah, pencetus awal atau trend setter di bidang akademik. Karenanya, guru besar akan lebih sering melakukan refleksi yang dibentuk oleh situasi sosial dan kepedulian personal,” lanjutnya.
Fathul Wahid memberikan gambaran perjalanan unik Al-Ghazali yang terus berupaya meningkatkan kualitas akademiknya di usia yang cukup muda. Fathul Wahid menceritakan bahwa A-Ghazali selalu melakukan refleksi dan mempunyai mimpi yang besar meskipun telah menjadi guru besar atau maha guru.
“Al-Ghazali sebagai maha guru terus berupaya mengembangkan perjalanannya. Tak hanya mempunyai proyek personal yang tidak hanya dimulai tetapi juga diselesaikan dengan ikhtiar terbaik. Maka dari itu saya mengajak kepada tenaga pendidik agar terus berupaya melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih baik lagi,” tandasnya. (ENI/RS)