Fungsi Pajak Menurut Pasal 23A UUD NRI 1945

Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII menyelenggarakan diskusi “Bedah Pasal 23A UUD NRI 1945: Pajak dan Pungutan Lain untuk Keperluan Negara”. Diskusi daring pada Kamis (29/4) ini menghadirkan Dr. Murti Lestari, M.Si. (Pengajar Ilmu Ekonomi Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana) dan Siti Rahma Novikasari, S.H., M.H. (Pengajar Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia) sebagai narasumber.

Dalam diskusi ini, Siti Rahma mengatakan bahwa pajak diatur dalam Pasal 23A UUD NRI 1945. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Selain itu, dalam pemungutan pajak, ada prinsip-prinsip global yang harus dipatuhi, salah satunya adalah no taxation without representation yang mengandung ketentuan bahwa dalam aturan pemungutan pajak harus dapat mewakili kepentingan masyarakat.

Menurutnya, ada beberapa aspek pengaturan pajak yang harus diatur dalam UU itu sendiri. Pertama, kepastian hukum sistem perpajakan yang menentukan objek, subjek pajak mengidentifikasi basis perpajakan, tarif, dan administrasi perpajakan. Kedua, dasar kewenangan pemungutan pajak oleh pemerintah yang mencakup bestuur. Dalam menjalankan UU ada pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kemudian regelgeving yaitu adanya ada pembagian kewenangan dalam pemungutan pajak. Serta rechtspraak yaitu pemerintah harus melaksanakan upaya administrasi apabila ada masyarakat yang mengajukan gugatan administratif terhadap SKP. 

Ketiga, ada hubungan hukum antara wajib pajak dan pemungutnya sehingga memberi hak dan kewajiban antara negara dan masyarakat. Keempat, penegakan hukum dengan penerapan sanksi administrasi dan pidana. Kelima, perlindungan hukum yang diatur dalam UU KUP dan UU No 14 Tahun 2020 tentang Pengadilan Pajak.

Sementara itu, Murti Lestari mengatakan pajak di samping memiliki fungsi budgeter dan regulerend, ada juga fungsi pemerataan, yaitu mengurangi pendapatan dari yang kaya untuk mensubsidi yang miskin. Contohnya bagi warga negara yang memiliki pendapatan tinggi maka pajak dan persentasenya juga semakin tinggi. Berbeda dengan warga negara yang pendapatannya rendah tidak dikenai pajak, inilah yang akhirnya memunculkan program keluarga harapan (PKH), program-program untuk pengangguran, dll. 

Fungsi lainnya adalah stabilisasi yaitu pajak digunakan untuk mengurangi siklus ekonomi, menjaga stabilitas perekonomian negara. Misalnya pada masa resesi yaitu masa ketika kegiatan ekonomi lumpuh, pemerintah mengeluarkan dana untuk mendorong kegiatan ekonomi, dengan menyelenggarakan program padat karya, mengadakan pemberian intensif pajak, dll. guna meningkatkan perekonomian negara,” ucapnya.

“Artinya untuk mendanai kehidupan negara, dananya itu didanai oleh masyarakat itu sendiri melalui pemungutan pajak dan pungutan lainnya, sehingga terwujud APBN yang sehat dari kita, oleh kita, dan untuk kita,” pungkasnya. (EDN/ESP)