FTSP UII Diskusikan Robohnya Selasar Gedung BEI
Peristiwa robohnya lantai mezanin atau selasar di dalam gedung Tower 2 Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, telah menuai keprihatinan mayarakat di tanah air. Kejadian tersebut melukai puluhan pengunjung dan pegawai yang saat peristiwa terjadi, pada 15 Januari 2018, berada di lokasi. Berbagai spekulasi pun muncul mulai dari kelayakan konstruksi bangunan hingga keberadaan sertifikat gedung yang berdiri sejak tahun 1998 ini.
Merespon hal tersebut, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII menyelenggarakan Diskusi dan Konferensi Pers dengan Tema ‘Kejadian Runtuhnya Bagian Gedung BEI’, pada Selasa (16/1), bertempat di Gedung Mohammad Natsir UII.
Sejumlah pakar UII yang hadir antara lain Dekan FTSP UII, Dr.-Ing. Widodo, Wakil Dekan FTSP UII, Setya Winarno, Ph.D., Ketua Progam Studi Arsitektur UII, Noor Cholis Idham, Ph.D., Ketua Program Magister Teknik Sipil UII, Prof. Sarwidi, Ketua Program Doktor Teknik Sipil UII, Prof. Widodo, dan Guru Besar Bidang Struktur, Prof. Moch Teguh.
Disampaikan Dr.-Ing. Widodo saat membuka jalannya diskusi, standar mutu kontsruksi di Indonesia selama ini dinilai masih rendah. Ia menuturkan semua pekerja kontruksi seharusnya telah tersertifikasi, untuk mengamankan kualitas konstruksi. Berekenaan sertifikasi profesi bidang konstruksi ini menurut Dr.-Ing. Widodo untuk wilayah DI Yogyakarta baru 30 persen. Sementara bila dilihat secara nasional baru 9 persen saja yang telah tersertifikasi.
Sementara disampaikan Prof. Sarwidi, hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bangunan antara lain fungsi, keamanan struktur, keindahan, dan kenyamanan. Pelajaran yang dapat diambil dari peristriwa runtuhnya mesanin BEI ini adalah menjadi momentum pengingatan kepada publik bahwa faktor keamanan struktur, apalagi pada bangunan publik harus menjadi prioritas utama.
“Tentu saja investigasi secara mendalam oleh yang berwenang dengan melibatkan para ahli dengan menggali data secara rinci baik dalam dokumen pembangunan maupun yang ditemui di lapanganlah yang akan menjadi analisis rujukan nantinya,” imbuhnya.
Sedangkan Prof. Widodo dalam kesempatannya menggarisbawahi belum adanya kebiasaan yang baik dalam hal konstruksi, seperti audit kelayakan pada bangunan-bangunan lama. Dalam kasus robohnya bagian Gedung BEI, disampaikan Prof. Widodo struktur kabel menjadi faktor yang sangat penting.
Dijelaskan Prof. Widodo struktur kabel bila bebannya di ujung, hampir 100 persen yang menahan beban ada di kabel. Selain itu dalam musibah di Gedung BEI balok tidak didesain mampu menahan beban. ”Ketika kabel runtuh, harusnya balok bisa menahan beban konstruksi,” tandasnya.
Prof. Teguh menegaskan dalam membuat bangunan yang perlu diperhatikan tidak hanya dari segi keindahan, tetapi juga dalam hal keamanan. Selain itu penting dalam pembangunan gedung dapat mengacu pada 4 hal yakni keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Selain itu Ia menambahkan, masyarakat juga perlu memperoleh edukasi bagaimana membangun rumah, bagaimana masyarakat menyikapi bila terjadi gempa.