FIAI Menerima Kunjungan Guru Besar Universitas Al-Azhar Mesir
Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) menyambut hangat kunjungan Guru Besar Universitas Al-Azhar Mesir, Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi pada Rabu (6/3) di ruang Hukum Islam Program Doktor FIAI. Dalam lawatannya kali ini Prof. Muhammad Salim Abu Ashi berkesempatan berdiskusi dengan dosen dan mahasiswa mengangkat tema Etika dalam Nalar Hukum Islam.
Acara diskusi tersebut juga menghadirkan Dr. Ahmad Saad Ahmad Al-Dafrawi, Dosen Program S2 Fakultas Hukum UII sebagai pemateri kedua. Acara ini dikhususkan untuk Dosen Program studi Hukum Islam, mahasiswa S3 program studi Hukum Islam dan mahasiswa S1 Hukum Islam International Program dari setiap angkatan.
Mengawali acara, Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam, Drs. Asmuni MA. menyampaikan ucapan selamat datang kepada syeikh di rumah kedua sekaligus universitas kedua sebagai tanda penghormatan dan sambutan yang hangat.
“Selamat datang di Indonesia rumah kedua bagi syeikh dan selamat datang di Universitas Islam Indonesia sebagai universitas kedua. Jika diberi kesempatan semoga saya dapat berkunjung ke Universitas Al-Azhar,” ucapnya
Dalam diskusi yang berlansung, Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi banyak membahas tentang jihad dan proses lahirnya mujaddid (pembaharu). Ia menyebutkan bahwa jihad bukanlah sekedar tentang peperangan dan pertumpahan darah, namun jihad juga tentang belajar dan mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya.
“Jihad bukan hanya sekedar menggunakan pedang dan berperang, tetapi belajar dan membaca buku juga termasuk jihadm” jelasnya.
Prof. Muhammad Salim Abu Ashi menambahkan bahwa setiap 100 tahun sekali pasti ada mujaddid sebagai pembaharu di tengah ummat khususnya masyarakat yakni untuk memperbaharui semangat, pikiran dan lain sebagainya.
Selanjutnya Dr. Ahmad Saad Ahmad Al-Dafrawi dalam paparannya membahas tentang maqashid syariah dalam rekayasa genetika. Yaitu Proses manipulasi genetik pada organisme untuk mengubah atau memanipulasi sifat-sifat pewarisan.
“Rekayasa genetik pernah diletakkan pada seekor domba yang bernama Dolly pada tahun 1997 dan berhasil, namun beberapa tahun kemudian kesehatan Dolly menurun hingga mengidap penyakit semacam arthritis,” jelas Dr. Ahmad.
Dr. Ahmad bertanya kepada para peserta diskusi “bagaimana jika rekayasa genetika tersebut di praktikkan kepada manusia? Maka kita kembali ke maqashid syari’ah. Hal tersebut berkaitan dengan Hifzun al-nafs (menjaga jiwa) karena rekayasa genetika membahayakan jiwa atau nyawa maka tidak diperkenankan,” tuturnya menutup materi. (GRR/RS)