,

FBE UII Paparkan Outlook Ekonomi Indonesia 2023

Pusat Pengkajian Ekonomi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (PPE FBE UII) menggelar diskusi bertajuk Strategi Kebijakan Ekonomi Indonesia 2023, Tumbuh Lebih Kuat dan Berkelanjutan. Diskusi tersebut diselenggarakan pada Rabu (7/12) di Ruangan Aula Utara FBE UII. Menghadirkan praktisi, akademisi, dan juga pemangku regulasi, PPE FBE UII berkolaborasi dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta. Di antara pematerinya adalah Dr. Y. Sri Susilo (Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta/Akademisi FBE UAJY), Prof. Agus Widarjono, Ph.D. (Akademisi FBE UII), Robby Kusumaharta (Wakil Ketua KADIN DIY), dan Rifat Pasha (Asisten Deputi Direktur BI DIY). 

Johan Arifin S.E., M.Si., Ph.D., CFrA selaku Dekan FBE UII menyebut kegiatan ini penting diadakan di tengah ketidakpastian global. Kondisi itu menurut hemat Johan Arifin akan mampu mempengaruhi kondisi perekonomian global. Johan lalu mencontohkan, “di Indonesia misal, kegaduhan ekonomi dimulai semenjak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan perubahan harga minyak,”.

Ajang diskusi lintas profesi ini dianggap dapat menjadi satu hal penting untuk meneropong kondisi ekonomi global, Indonesia khususnya ke depan. “Kita semua berharap Outlook Ekonomi Indonesia hanya terjadi pelemahan, tidak sampai kontraksi,” tutur Johan Arifin. Langkah yang diambil oleh PPE FBE UII telah menjadi satu langkah konkrit untuk merespon dan menanggapi permasalahan ekonomi global.

Sementara itu, Ketua Umum ISEI Pusat sekaligus Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, S.E., M.Sc., Ph.D menegaskan terdapat tiga pesan yang harus dipegang teguh di tengah ketidakpastian global. “Waspada, optimis, dan sinergi kebijakan dan institusi yang ada,” ungkap Perry Warjiyo. 

Lebih lanjut disampaikan terdapat lima risiko dan tantangan akibat ketidakpastian global. Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia akan turun. Kedua, dampak inflasi yang tinggi mengakibatkan daya beli masyarakat yang rendah. Ketiga, adanya risiko resesi Amerika dan Eropa. Keempat, menguatnya mata uang dollar yang akan mengganggu kinerja nilai tukar rupiah. Dan kelima, fenomena capital outflow yang akan mengiringi nantinya. 

Pesan kedua yang disampaikan adalah optimis bahwa Indonesia bisa menunjukkan ketahanan ekonomi di tengah gempuran pandemi. “Itu karena sinergi, kolaborasi dan kerja sama,” jelasnya.  Sinergitas yang ada menurut Perry Warjiyo tidak hanya dari sisi institusi, tapi juga dari sisi regulator. 

Regulasi yang tepat dinilai dapat menjadi kunci untuk mengatasi pelemahan ekonomi. Pemerintah menurutnya, terus memberikan subsidi energi, sehingga kemungkinan-kemungkinan harga energi akan naik, itu memiliki probabilitas yang kecil. “Dengan sinergi dan inovasi Indonesia akan tahan dan bangkit menahan gejolak global untuk bisa menuju Indonesia maju,” tambah Perry Warjiyo.

Terakhir, diungkapkan Ketua Umum ISEI Pusat itu untuk senantiasa memperkuat sinergi, koordinasi dan kolaborasi kebijakan maupun juga di dalam tubuh kegiatan usaha. Kebijakan sinergi diperlukan dalam berbagai lingkup; nasional maupun regional. Membangun interkoneksi antara infrastruktur pembayaran sebagai satu langkah konkrit untuk mengintegrasikan sisi finansial nantinya.

Sedangkan dalam sesi konferensi pers, Ketua Panitia sekaligus Direktur PPE FBE UII, Priyonggo Suseno, S.E., M.Sc mengungkapkan tujuan diadakan agenda outlook ekonomi tidak lain adalah untuk memotret situasi di tahun mendatang berdasarkan fenomena di tahun sebelumnya. Agenda outlook ekonomi juga hadir untuk mengklarifikasi sekaligus menyisir kemungkinan-kemungkinan negatif yang beredar di masyarakat. “Hal ini menjadi penting karena banyak suara-suara ketakutan yang beredar di masyarakat tentang kondisi ekonomi tahun 2023 yang gelap,” ungkapnya.

Turut hadir dalam jumpa pers, Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi FBE UII sekaligus pemateri, Prof. Agus Widarjono, M.A., Ph.D. menjelaskan “ekonomi kita itu tidak perlu dikhawatirkan seperti tahun 1998, tapi kemungkinan parah itu ada,”. Ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan positif sampai di kuartal empat. 

“Artinya kita masih optimis, juga perlu dilihat supporting utama dalam aktivitas ekonomi di kala dunia usaha lesu adalah anggaran pemerintah,” lanjut Prof. Agus Widarjono. Yang perlu dilihat secara rigid menurutnya adalah nilai tukar yang dianggap kemungkinan berpengaruh cukup besar. Ketergantungan Indonesia pada produksi dalam negeri menjadi sebuah masalah ketika nilai tukar terganggu. “Ketika nilai tukarnya jeblok, maka itu pasti akan berpengaruh. Itu yang perlu kita khawatirkan mengenai nilai tukar,” tutupnya. (KR/ESP)