Erasmus+ iHilead Ulas Manajemen Konflik di Perguruan Tinggi
Universitas Islam Indonesia (UII) menjadi tuan rumah kegiatan Pilot of Staff Training Workshop for Leadership Management Development Program (LMDP) yang diikuti berbagai perguruan tinggi mitra Erasmus iHiLead (Indonesian Higher Education Leadership). Memasuki hari keempat pada Kamis (14/7), sesi pertama mengangkat Modul 5 Conflict Management. Pembicara yang dihadirkan adalah Dr. Dorojatun Prihandono dari Universitas Negeri Semarang dan Prof. Hendrawan Soetanto dari Universitas Brawijaya.
Dalam pemaparannya, Dorojatun Prihandono menjabarkan fase-fase konflik yaitu awal konflik, pemicu konflik, fase inisiasi, fase pembeda, dan fase resolusi. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan studi kasus dengan audiens mengenai beberapa manajemen konflik di perguruan tinggi. Salah satu peserta menjabarkan studi kasus mengenai permasalahan yang terjadi yaitu output keuangan yang berbeda.
“Berkaitan dengan keuangan mahasiswa menunjukkan output yang berbeda antara output di Departemen Keuangan dan yang diperoleh mahasiswa. Hal ini menjadi masalah antara Departemen Keuangan dan mahasiswa kami. Menurut saya masalah ini sangat kritis karena berhubungan dengan sistem. Tapi bagaimana menyelesaikannya dengan Departemen IT? Ini sangat berat karena Departemen IT juga memiliki argumen sendiri.” tutur Diyarni.
Dorojatun juga membahas mengenai manfaat mempelajari dan memahami manajemen konflik. “Dalam sesi ini saya ingin menjelaskan untuk melihat konflik dari sisi positif, atau konflik akan menjadi aspek negatif yang tidak bisa kita hadapi.” Jelasnya.
Sementara pada sesi kedua, Prof. Hendrawan Soetanto menilai konflik di perguruan tinggi dapat terjadi antara kepala yayasan, pemimpin kampus, pengajar, staf administrasi hingga mahasiswa. Konflik ini juga terjadi dengan berbagai alasan yang berhubungan dengan lingkup perguruan tinggi. “Konflik manajemen, konflik budaya,konflik nilai-nilai, konflik power dan konflik personal adalah konflik yang biasanya ditemukan di perguruan tinggi,” terang Prof Hendrawan.
Terakhir ia menambahkan saat berusaha menyelesaikan masalah dengan berdiskusi bersama orang-orang terkait, maka intonasi suara harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahpahaman. “Suara anda harus bisa disesuaikan jika tidak mungkin konflik akan bertambah panas dan kondisi menjadi semakin tidak baik,” tutupnya. (LY/ESP)