Efektivitas Plasma Konvalesen Sebagai Terapi Covid-19

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Tim Bantuan Medis Mahasiswa (TBMM) HUMERUS Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) mengadakan webinar mengenai Efektivitas plasma kovalen sebagai terapi Covid-19 yang tengah gencar dilakukan beberapa bulan terakhir, pada Sabtu (3/7).

“Meski sudah banyak pasien Covid-19 sembuh, tapi sejauh ini belum ada obat khusus untuk mengobati orang yang terinfeksi Covid-19,” jelas dr.Suryanto, Sp. PK, Wakil Ketua Bidang Unit Transfusi Darah PMI Yogyakarta.

Mengenai pengobatan yang saat ini banyak dilakukan yaitu menggunakan plasma konvalesen bukan lagi hal baru. Tercatat penggunaan plasma konvalesen sebagai terapi dimulai pada tahun 1892 untuk penyakit difteri.

Plasma konvalesen adalah plasma darah yang dikumpulkan dari pasien yang sembuh dari suatu infeksi,” Dalam kasus Covid-19 ini, berarti plasma konvalesen diambil dari pasien yang telah sembuh dari Covid-19,” kata dr. Suryanto.

Dalam plasma konvalesen tersebut terdapat banyak antibodi yang sudah terbentuk. Antibodi sendiri ada yang alami dan didapat. Alami jika seseorang mendapatkan antibodi setelah sakit penyakit tertentu. Sedangkan yang didapat contohnya adalah vaksinasi. Kategori didapat akan dibagi lagi menjadi aktif dan pasif.

Vaksinasi merupakan kekebalan yang sifatnya aktif. Pemberian vaksin seperti protein virus diberikan pada seseorang diharapkan tubuh akan membentuk antibodi. “Sedangkan penggunaan plasma konvalesen dari pasien yang telah sembuh dari Covid-19 adalah kekebalan pasif,” tegasnya

Dikatakan pasif karena antibodi diperoleh dari orang yang sudah sembuh lalu ditransfusikan ke orang yang sakit dengan tujuan memberi antibodi yang dapat menetralisir virus. Plasma konvalesen mengandung tidak hanya antibodi, ada juga faktor koagulasi, anti inflamasi sitokin, protein S dan C. “Utamanya adalah albumin,” jelasnya.

Tidak semua donor plasma konvalesen dapat digunakan. Sebelumnya harus mengecek kadar antibodi menggunakan alat Apheresis. “Di Jogja sendiri alat tersebut tersedia di Rumah Sakit dr. Sardjito, RSP UGM, dan PMII,” imbuh dr.Suryanto.

Ada beberapa syarat untuk bisa mendonorkan plasma konvalesen. “Syarat pertama adalah pernah terkonfirmasi Covid-19 ditunjukkan dengan hasil tes PCR yang positif yang telah sembuh dengan 14 hari tanpa gejala apapun. Lebih diutamakan pria atau wanita yang belum pernah hamil dengan rentang usia 18-60 tahun dan berat badan minimal 55 kg untuk pria dan 60kg untuk wanita. Terakhir adalah tidak menerima transfusi darah selama 6 bulan terakhir,” jelasnya. “Semua syarat tersebut harus dipenuhi,” tegasnya.

Selanjutnya diambil dosis plasma konvalesen sebanyak 400cc, sehingga satu pendonor sudah bisa mencukupi kebutuhan pasien. Alur donor plasma konvalesen ke UDD PMI hampir sama seperti donor biasa. Pendonor dapat datang langsung ke UDD PMI dengan membawa surat pernah terkonfirmasi Covid-19 menggunakan PCR dan surat keterangan sembuh dari dokter. Selanjutnya pendonor akan registrasi melalui QR yang ada di flyer dan banner.

“Kami juga memiliki aplikasi yang bernama AYO DONOR. Diharapkan dapat memberi akses yang lebih mudah kepada calon pendonor. Tersedia untuk penderita android dan ios,” jelasnya.

Sedangkan untuk permintaan plasma konvalesen ke UDD PMI dapat dengan membuat surat permintaan dari dokter yang berisi data pasien seperti nama, usia, golongan darah, dan volume plasma konvalesen yang dibutuhkan. Selanjutnya surat akan dikirim bersamaan dengan sampel darah. Jika stok ada maka akan langsung diberikan, jika tidak ada menunggu keesokan hari. “Kami juga bekerja sama dengan PMI regional dan pusat untuk membantu mencarikan donor plasma konvalesen yang dibutuhkan, namun stoknya kosong,” imbuhnya.
Saat ini penggunaan plasma konvalesen sebagai terapi untuk Covid-19 dinyatakan efektif. Oleh karena itu, diharapkan semua pihak baik pendonor, dokter, rumah sakit, pasien, dan PMI dapat saling bekerja sama untuk selamat dari pandemi Covid-19. (UAH/RS)