Dukungan Psikososial Perspektif Islam Terhadap Krisis Bencana

Pusat Studi Psikologi Islam (PSPI) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar program Extended Learning yang ke-5 dengan mengangkat tema “Psychosocial Support During Crisis for Muslim Communities” pada Jumat (28/06) di Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UII. Kegiatan ini mengundang konsultan Mental Health and Psychosocial Support (MHPSS), Jane Marie D. Samur dan Dosen Psikologi UII, Rumiani, S.Psi., M.Psi., Psikolog, sebagai narasumber.

Mengawali diskusi, Ms. Jane menjelaskan bahwa bencana dapat terjadi karena disebabkan oleh dua hal, yaitu alam (natural) atau manusia (human induced hazards). Keduanya bisa berbahaya karena secara serius dapat mempengaruhi pembangunan berkelanjutan di daerah tersebut. Berdasarkan data yang disampaikan, bencana terkait cuaca telah meningkat lima kali lipat dalam periode 1970 – 2019 dan kematian telah menurun tiga kali lipat, tetapi 91% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang.

Sebagai konsultan MHPSS, lebih lanjut ia memaparkan bahwa MHPSS memiliki tujuan untuk melindungi atau meningkatkan kesejahteraan psikososial dan mencegah atau mengobati kondisi kesehatan mental masyarakat. Selaras dengan Islam yang sangat menjunjung tinggi tujuan syariah (maqasid syariah) yang akhirnya berlabuh pada kesejahteraan masyarakat.

Menurut Ms. Jane, MHPSS dalam perspektif Islam menjunjung tinggi terkait pemahaman dan pemenuhan individu terhadap kewajiban individu (fardhu ain) dan kewajiban bersama (fardhu kifayah) masing-masing. Hal itu terjadi karena kondisi setiap individu dapat dipengaruhi oleh rumahnya, lingkungannya, bahkan negaranya. Maka dari itu, Ms. Jane menekankan bahwa Islam mengajari seorang psikolog untuk lebih sensitif terhadap pasiennya, memahami kondisi, dan situasi yang terjadi saat akan memberikan dukungan psikososial.

Mengakhiri pembahasan, konsultan MHPSS turut memaparkan terkait tantangan yang dialami ketika menerapkan perspektif Islam dalam kesehatan mental serta dukungan psikososial diantaranya: hambatan individu, budaya dan hambatan lainnya terhadap adopsi dan penerapan framework Islam secara luas, para profesional MH perlu memperoleh/memperdalam pengetahuan tentang Psikologi Islam, para pemuka agama perlu dilatih dalam MHPSS, PFA, dan strategi konseling, integrasi upaya yang sudah ada dari berbagai upaya yang ada dari berbagai pemangku kepentingan, kemudian terakhir adalah kendala anggaran.

Beralih ke pemateri kedua, Ms. Rumiani memberikan penjelaskan bahwa dalam bencana dalam Al-Qur’an memiliki banyak makna salah satunya adalah bala, dan bala adalah sesuatu yang akan berdampak baik seperti halnya erupsi Gunung Merapi yang berdampak terhadap kesuburan tanah. Namun jika sebelum bencana itu selesai, maka sampailah kepada hikmah. Dalam perspektif Islam bencana dapat menjadi pengingat bagi manusia agar kembali kepada fitrahnya masing-masing sebagai hamba Allah Swt.

Lebih lanjut, narasumber menjelaskan bahwa bencana memang memiliki dampak atau konsekuensi terhadap kehidupan manusia, diantaranya mengalami distress, perubahan perilaku, terjadinya penyakit kejiwaan pasca bencana, serta adanya trauma.

Kemudian, untuk mengatur bencana ini. Ms. Rumiani turut menjelaskan bahwa dalam mengendalikan bencana terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Yang pertama adalah pencegahan, kemudian mitigasi, persiapan, respon terhadap bencana, kemudian yang terakhir adalah pemulihan pasca bencana. (NDW/AHR)