,

Dua Dosen UII Dikukuhkan Sebagai Profesor

Dua dosen Universitas Islam Indonesia (UII) menyampaikan pidato pengukuhan Profesor pada Rapat Senat Terbuka yang digelar pada Jumat (19/5) di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir. Kedua dosen yang dikukuhkan yakni Dr.-Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc., sebagai Profesor Bidang Ilmu Teknik Lingkungan dan Dr. Ir. Sugini, M.T., sebagai Profesor Bidang Ilmu Studio Perancangan Arsitektur.

Mengawali rangkaian acara, Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., mengetuk palu sebanyak tiga kali sebagai tanda dibukanya Rapat Senat Terbuka Pengukuhan Profesor.

Prof. Dr.-Ing. Ir. Widodo Brontowiyono dalam pidatonya mengangkat judul: Ekospiritualisme, Ekomultikulturalisme, dan Pencapaian SDGs di Indonesia. Dalam pidatonya, ia menyampaikan rasa prihatin terhadap kondisi lingkungan di dunia saat ini.

“Kita tahu bahwa kondisi lingkungan kita, kondisi bumi kita, kondisi alam kita itu semakin hari semakin tidak baik-baik saja. Oleh karena itu seluruh bangsa di dunia sepakat membuat kesepakatan yang awalnya disebut dengan MDGs 2000-2015, kemudian 2015-2030 ini menjadi SDGs,” paparnya.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa kenaikan populasi di dunia akan sangat berpengaruh pada perubahan iklim. “Ketika penduduk kita naik terus secara global ini, di situ ada korelasi dengan emisi karbon, emisi karbon merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan kita, kondisi lingkungan kita yang diwakili oleh emisi karbon, dan akhirnya nanti bisa ke arah climate change,” jelasnya.

Ia kemudian mengungkapkan bahwa spiritualitas suatu negara menjadi salah satu kunci pengurangan emisi karbon. “Ada korelasi siapa yang lebih agamis negaranya itu, maka emisinya relatif lebih kecil, di situ ada China, Amerika, dan Eropa sebagian. Itu menunjukkan di dalam data ditunjukkan bahwa jumlah masyarakat beragamanya relatif kecil, di sana emisinya relatif lebih besar,” ungkapnya.

Terakhir, ia menegaskan perlunya berbudaya dan beragama dalam pelestarian lingkungan. “Selama ini yang kita amati, kita baca, kita dengarkan, kita amati bersama-sama bahwa hampir semua budaya-budaya kita di Indonesia itu menunjukkan support terhadap konservasi lingkungan. Oleh karena itu kalau kita bisa menggerakkan itu tadi (spiritualisasi dan kulturisasi) kita insya Allah pengembangan kerusakan dan polusi kita itu bisa kita kendalikan bersama-sama,” pungkasnya.

Upaya Dekarbonisasi Indonesia

Sementara Prof. Dr. Ir. Sugini berhalangan untuk hadir, pembacaan pidatonya yang berjudul “Pendekatan Desain Berbasis Kinerja dan Strategi Hibdrida dalam Pencapaian Kinerja Bangunan untuk Dekarbonisasi Indonesia“ diwakili oleh Ketua Jurusan Arsitektur UII, Prof. Noor Cholis Idham, Ph.D., IAI.

Dikatakan Prof. Noor Cholis Idham, fenomena alam yang terjadi secara masif menjadikan komitmen pembangunan berkelanjutan sebagai suatu hal yang penting. “Kesadaran dan komitmen keberlanjutan sudah sangat masif dan terstruktur saat ini, kesadaran ini muncul karena bukti pengalaman empiri yang dihadapkan nyata dalam bentuk berbagai fenomena degradasi lingkungan seperti munculnya fenomena kasad indra, antara lain pencairan es abadi di Kutub, cuaca ekstrim seperti badai tropis, fenomena la nina dan el nino,” ujarnya.

Prof. Noor Cholis Idham menambahkan, komitmen keberlanjutan sudah semestinya menjadi fokus penting untuk menunjang aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. “Tidak hanya keberadaan perubahan iklim global yang bersifat fisik, tetapi juga menyentuh sosial dan ekonomi, termasuk aspek keuangan dan struktur dasarnya seperti pertanian, kesejahteraan, dan energi. Dengan demikian secara empiris kebenaran eksistensi keberlanjutan sangat tidak mungkin ditolak,” imbuhnya.

Terakhir, Prof. Noor Cholis Idham memaparkan data literatur terkait komitmen berkelanjutan. “Lebih dari satu juta artikel membicarakan tentang keberlanjutan, 598.007 artikel keberlanjutannya dikaitkan dengan desain berbasis kinerja, 104.565 artikel keberlanjutannya dikaitkan dengan  strategi pasif, 470.309 keberlanjutannya dikaitkan dengan strategi aktif, 133.543 artikel keberlanjutannya dikaitkan dengan strategi hibrida. Gambaran tersebut mengantar pada kesimpulan akan adanya konstruksi koheren pada paradigma keberlanjutan yang relatif telah utuh, mulai dari konsep, teori, dan model turunannya. Hal ini membuktikan bahwa dalam kebenaran logis eksistensi keberlanjutannya adalah kokoh,” pungkasnya. (JR/ESP)