Diskusikan Makanan Halal, UII Undang 37 Pengelola Kantin
Sebanyak 37 pemilik dan pengelola kantin di lingkungan kampus Universitas Islam Indonesia (UII) mengikuti Workshop Manajemen Pengolahan Makanan Halal dan Higienis, pada Jumat (15/2), di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Kegitan yang setiap tahunnya secara rutin digelar oleh Pusat Studi Halalan Toyyiban UII ini, juga dalam rangka memperingati Milad UII yang tahun ini akan menginjak usia ke-76 tahun.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. menyampaikan, diselenggarakannya workshop merupakan upaya UII untuk turut mendidik masyarakat berkenaan dengan produk halal. “Kegiatan workshop manajemen pengolahan makanan halal dan higienis ini sekaligus mengimplementasikan UU No. 33 Tahun 2014 mengenai jaminan produk halal,” ujarnya.
Pemateri pertama Subhi Mahmashony Harimurti, M.A. dalam paparannya membahas kaidah fiqih halal dan haram dari produk makanan minuman. Menurutnya pemahaman dalam agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah, halal adalah segala objek atau kegiatan yang diijinkan untuk digunakan atau dilaksanakan dalam agama Islam.
“Dalam konteks makanan dan minuman ada tiga jenis halal, yaitu halal atau haram secara zatnya, halal atau haram dalam proses pembuatannya dan halal haram atau syubhat dalam cara memperolehnya,” jelasnya.
Sementara dr. Muhammad Kharisma, dalam materinya menjelaskan tentang kontaminasi produk babi dan khamr dalam makanan. Ia menuturkan, selain di dalam UU No. 33 tahun 2014 mengenai jaminan produk halal, di dalam Al-Qur’an juga dijelaskan dalam QS Al-Baqoroh 173, dan Al-Maidah 3.
Disampaikan Kharisma, jika melihat lebih lanjut mengenai produk haram yang berasal dari babi, tidak hanya berbentuk daging saja, namun bisa berasal dari bagian tubuh babi lainnya. “Dengan diolah sedemikian rupa menjadi benda-benda yang tanpa disadari sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti sikat gigi, kuas, jaket bulu yang terbuat dari bulu babi,” jelasnya.
Pemateri terakhir, Prof. Dr. Ir. Trijoko Wisnu Murti selaku perwakilan dari LPPOM MUI DIY menjelaskan tentang penjaminan mutu halal. Dengan memastikan semua karakteristik dan kinerja sesuai dengan standar, harapan dan persyaratan. Melalui sebuah audit atau penilaian secara internal maupun eksternal.
“Sertifikat halal sangat penting, konsumen dan pemerintah membutuhkan jaminan bahwa barang, jasa, proses, sistem yang digunakan, atau personel yang melakukan kegiatan tertentu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan,” tandasnya. (RRA/RS)