Diskusi Imaji UII, Kampus Masa Depan di Tahun 2050
Menyambut berbagai perubahan di depan mata, Universitas Islam Indonesia (UII) terus berupaya membenahi diri. Tanpa upaya nyata berbenah, tantangan masa depan kian berat dan sulit dihadapi. Salah satunya adalah digitalisasi yang masuk ke semua lini. Untuk itu, Badan Perencanaan & Pengembangan/Rumah Gagasan (BPP) UII menginisiasi diskusi bertemakan Angkringan Rumah Gagasan Seri #2 IMAJI UII 2050 pada Sabtu (2/11) di Selasar GKU Prof. Sardjito. Diskusi ini menghadirkan para peserta sivitas akademika yang tertarik membahas bagaimana masa depan UII dan bagaimana langkah mewujudkannya.
Pemateri dalam diskusi ini dihadiri oleh Ketua Yayasan Badan Wakaf UII Drs. Suwarsono Muhammad, M.A., Rektor UII Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., dan Kepala Pusat Studi Kecerdasan Buatan (AICC) UII Dr. Raden Bagus Fajriya Hakim, M.Si.
Rektor UII, Fathul Wahid, Ph.D menyampaikan bahwa untuk merancang masa depan UII perlu menyelaraskan beberapa aspek. Ia merinci tiga hal yakni aspek masa lalu, masa kini, dan masa depan. “Past berupa Routine; Iterational, Present berupa Sensemaking; Practicalevaluative, dan Future berupa Strategic; Projective. Peran dari cendekiawan muslim sangat berpengaruh, hormatlah ke masa lalu, kritis terhadap masa kini, dan optimis serta bahagia menjemput masa depan”, ujarnya.
Ia membayangkan UII masa depan lekat dengan karakter warga global baik dari segi kualitas dan mobilitas sehingga tidak jago kandang. Selain itu, mereka juga kuat dalam etika dan akrab dengan teknologi. Penggunaan teknologi sebagai alat bantu strategis serta basis data, pembelajaran yang lebih humanis berupa konten pembelajaran aksesibel dan fleksibel sangat diperlukan.
Sementara itu, Raden Bagus Fajriya Hakim menilai Indonesia masih kekurangan SDM di bidang kecerdasan buatan. Artificial Intelligence dapat mendorong riset Indonesia. Menurutnya, untuk membangun sebuah universitas yang maju maka kondisi yang harus dipenuhi adalah Kondisi Negara/Politik Negara, Kondisi Masyarakat, Kondisi Perkembangan Teknologi, Kondisi Pelajar, dan Kondisi Mahasiswa.
“Saat ini kita terus menerapkan langkah-langkah kecil digitalisasi Universitas melalui program studi yaitu dengan kelas online. Dalam kaitannya dengan membangun pribadi mahasiswa, dosen seharusnya hadir 24 jam sehari untuk membantu mahasiswa. Namun jika mengandalkan tatap muka konvensional, dosen juga merupakan makhluk yang super sibuk, mudah lelah, dan punya penilaian unik,” imbuhnya.
Di sisi lain, Suwarsono Muhammad membeberkan langkah strategis Yayasan Badan Wakaf UII untuk menyongsong masa depan cerah UII. Pihaknya berencana membangun 3 cabang rumah sakit JIH yang tersebar di Purwokerto, Cepu, dan Semarang. Rumah sakit Pendidikan UII di Bantul pada bulan Oktober lalu bahkan telah beroperasional dan memenuhi target.
“UII haruslah mencontoh Harvard Business School yang telah memberikan The Golden Passport kepada lulusannya yang artinya kepastian akan mendapatkan pekerjaan terjamin. Serta Harvard University memiliki visi yang sama dengan UII yaitu melahirkan pemimpin tetapi disini ditekankan kepada melahirkan pemimpin yang membuat dunia berbeda,” imbuhnya.
Suwarsono Muhammad menambahkan, UII memiliki lokasi yang cocok yaitu di bawah kaki gunung. Ini mirip dengan cikal bakal Chicago University dahulu. Terjadi perdebatan akan di bangun di Chicago atau New York sebab jika dibangun di New York dengan suasana kota maka Chicago University akan terpengaruh oleh virus penguasa sehingga dipilihlah lokasi lain yang lebih kondusif. (ANR/ESP)