Diplomasi Sebagai Jembatan Memajukan Negeri
Memperingati ulang tahun ke-77 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) pada 19 Agustus sekaligus hari kemerdekaan RI, Kemenlu RI bekerja sama dengan Program Studi Hubungan Internasional (Prodi HI) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Kuliah Umum bertemakan “Diplomasi Indonesia: Capaian, Peluang, dan Tantangan ke Depan”. Prodi HI UII terpilih menjadi salah satu perwakilan dari tiap-tiap provinsi di Indonesia untuk menggelar acara Kuliah Umum yang diadakan oleh Kemenlu RI.
Acara yang diselenggarakan pada Jum’at (19/08) di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito UII tersebut menghadirkan Dr. Yayan G.H. Mulyana, Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sebagai narasumber dan Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc sebagai pengisi sambutan. Turut hadir melalui konferensi daring Zoom Meeting Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.
Dalam sambutannya, Prof. Fathul Wahid mengatakan bahwa adanya Kementerian Luar Negeri merupakan suatu hal yang sangat penting. “Dalam pemahaman awam saya, Kementerian Luar Negeri sangat penting dan strategis untuk memposisikan peran Indonesia dalam peta percaturan global, seperti tema Kuliah Umum pagi ini”, katanya.
Prof. Fathul Wahid juga mengatakan Presidensi Indonesia di G20 adalah salah satu bentuk pencapaian Indonesia di kancah internasional. “Peran Indonesia dalam Presidensi G20 merupakan salah satu bukti nyata kepercayaan dunia kepada Indonesia. Hadirin yang mulia, kita semua paham bahwa sejak berdirinya bangsa Indonesia tidak hanya melihat ke dalam fokus urusan domestik. Untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga sekaligus ingin berperan aktif dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”, sambungnya.
Terakhir, ia menambahkan, “Sudah sejak lama UII menjalin kerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dalam beragam kegiatan. Saya personal masih banyak diantara kegiatan-kegiatan bersama tersebut, termasuk menjadi tuan rumah diskusi antar iman bersama rombongan dari Serbia dan Myanmar beberapa tahun lalu, tuan rumah forum debriefing para Duta Besar yang baru menyelesaikan tugasnya, sudah beberapa kali di UII, dan undangan menjadi salah satu peserta pada salah satu forum diskusi tematik di Bali Democracy Forum beberapa tahun lalu”, tutup Prof. Fathul Wahid.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi dalam sambutannya juga turut mengucapkan rasa syukur dan bahagia atas terpilihnya Indonesia sebagai Presiden G20. “Tahun ini kita mendapatkan kepercayaan menjadi Presiden G20, KTT G20 akan kita lakukan pada bulan November tahun ini, dan tahun depan kita akan menjadi ketua ASEAN”, ucap Retno Marsudi.
Kemudian Retno Marsudi berharap agar keberagaman di Indonesia dapat menjadi suatu kelebihan untuk kemajuan Indonesia. “Dirgahayu Indonesia, dirgahayu bangsa Indonesia, banggalah menjadi bangsa Indonesia, dan mari kita bangun bersama Indonesia kita, mari kita rayakan perbedaan, kebhinekaan kita dengan memperkuat persatuan”, sambung Retno Marsudi.
Sementara itu, Dr. Yayan G.H. Mulyana dalam pemaparan materinya mengatakan bahwa setiap entitas negara di dunia harus bergerak untuk mencapai kepentingan masing-masing negara, salah satunya dengan cara berdiplomasi. “Masing-masing negara dan entitas ini harus bergerak, harus berinteraksi satu sama lain, dan harus merespon terhadap apa yang terjadi di lingkungan eksternalnya, dan tentu sangat dibentuk oleh determinan-determinan, pengaruh-pengaruh yang muncul di tataran internalnya atau di tataran domestik. Dan untuk itu setiap negara harus mempunyai sebuah kebijakan, kebijakan menyikapi, kebijakan menanggapi, kebijakan merespons apa yang terjadi di lingkungan internasional, dan kebijakan ini secara umum dikenal sebagai kebijakan luar negeri atau politik luar negeri”, paparnya.
Lebih lanjut Dr. Yayan G.H. Mulyana menjelaskan terkait politik luar negeri Indonesia bebas aktif yang memiliki peran penting dalam perpolitikan luar negeri Indonesia pasca terjadinya perang dunia kedua.
“Bahwa aktif dalam politik luar negeri kita adalah selalu berkontribusi dan independen, bebas dalam politik luar negeri kita adalah bahwa apapun sikap yang kita definisikan, sikap yang kita tetapkan, adalah sikap yang kita tetapkan sendiri, bukan atas desakan, tekanan, atau permintaan pihak atau negara lain”, lanjutnya.
Di akhir paparan ia berpesan, “Mudah-mudahan menjadi penuh hati dan pikiran ilmu yang bermanfaat bagi bekal adik-adik menuju Indonesia emas tahun 2045”. (JR/ESP)