Dilema Ekonomi dan Kesehatan Saat Pandemi
Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII bekerjasama dengan Prodi Pendidikan Dokter dan Ekonomi Islam UII melaksanakan Webinar Nasional Keislaman seri 3 dengan tema “Solusi Islam pada Dilema antara Ekonomi vs Kesehatan di Krisis Covid-19”. Webinar ini menghadirkan tiga pemateri, yakni Aidil Akbar Madjid, Chairman dan President IARFC Indonesia, Muhammad Khaeruddin Hamsin, Lc., L.LM., Ph.D., Dosen Ushul Fiqh UMY, dan dr. Agus Taufiqurrohman, M.Kes., Sp.S., praktisi kesehatan sekaligus dosen FK UII.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, Drs. Rohidin, M.Ag, menyatakan respon kebijakan dari beberapa negara belum komprehensif dengan solusi yang signifikan menghadapi pandemi. Pemerintah di masa pandemi dihadapkan dengan tekanan publik untuk menyelesaikan krisis ekonomi dan kesehatan dalam waktu yang bersamaan.
Sementara itu, Direktur DPPAI UII, Dr. Aunur Rohim Faqih menuturkan zikir harus diutamakan sebelum berpikir. Oleh karena itu, dibutuhkan semua orang untuk mengingat Allah sebelum memikirkan persoalan.
Sedangkan Aidil Akbar Madjid dalam materinya berjudul Manajemen Keuangan Keluarga dalam Masa Pandemi Covid-19 menjelaskan wabah mendorong semakin meningkatnya transaksi cashless atau transfer untuk menghindari kontak fisik. Penurunan perekonomian juga turut menjadi dampak, adapun solusi yang dapat dilakukan adalah menambah keterampilan baru terutama berhubungan dengan IT untuk mendapat penghasilan tambahan dan memperluas jaringan.
Dana darurat untuk 3-6 bulan di bank syariah atau ke dalam bentuk emas juga semakin penting. “Kelola pengeluaran keuangan seefisien mungkin untuk kebutuhan primer. Kelola keuangan keluarga dengan rumus 40:30:20:10. 40% biaya primer. 30% cicilan. 20% investasi dan tabungan. 10% sosial,” jelasnya.
Selanjutnya, Muhammad Khaeruddin Hamsin mengungkapkan masalah agama harus tunduk dan melakukan relaksasi doktrin pada keadaan dan sains. Hukum Allah untuk kepentingan manusia harus disampaikan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh manusia. Menurutnya, Allah memberi enam prinsip dasar yakni unsur rabbani, syumuly, akhlaqy, insani, tansyuqy, dan waqi’iy.
Ia mengatakan kecenderungan umat beragama untuk mengikuti tuntunan agamanya adalah suatu keniscayaan. Terdapat dilema antara doktrin agama dengan realitas kehidupan dalam masa pandemi. Sebagai contoh dilema merapatkan shaf shalat jamaah apakah harus diberi jarak atau tetap dirapatkan. Ia menuturkan bahwa Allah telah mengeluarkan kemudahan di dalam Al-Quran yang dapat menjadi jalan keluar atas kebiasaan beragama pada kondisi umum/normal.
“Kini kita tengah berada dalam kondisi darurat (krisis) kesehatan dan ekonomi pada masa pandemi. Jadi mengkontekstasi agama terhadap kondisi darurat dalam realita kesehatan, ekonomi, dan lain-lain adalah hal penting yang tidak bisa kita tinggalkan,” ujarnya di hadapan puluhan peserta.
Di akhir sesi, Agus Taufiqurrahman menyatakan untuk mengurangi penularan Covid-19 dibutuhkan kesadaran yang terus disubur-kembangkan. Terdapat tiga hal yang dilakukan medis untuk mengatasi transmisi Covid-19, yakni dengan metode 3T yaitu testing (pengetesan), tracing (pelacakan), dan treating (perawatan).
Testing dengan pengadaan alat-alat tes Covid-19 yang mutakhir dan terpercaya seperti PCR. Tracing dengan melacak pergerakan dan kontak pertemuan pasien positif. Sedangkan treating dengan membuat pedoman perawatan bagi rumah sakit, disiplin protokol kesehatan, pengadaan vaksin yang memenuhi syarat medis, serta menjaga imun tubuh. (SF/ESP)