UII Gelar Dialog Kebangsaan Imaji Satu Abad Indonesia
Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Republika menggelar dialog kebangsaan bertemakan Imaji Satu Abad Indonesia pada Selasa (26/7) di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII. Bekerjasama dengan Republika, dialog kebangsaan menghadirkan narasumber, Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D. (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia RI), K.H. Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), dan Prof. Musa Asy’arie (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2010-2014).
Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dalam sambutannya mengemukakan, dialog kebangsaan merupakan bentuk optimisme sebagai anak bangsa yang percaya bahwa Indonesia akan tetap terus ada. Selain itu, eksistensi kegiatan ini dapat pula dipandang dari sisi yang lebih luas. “Ini juga bisa dilihat sebagai kerinduan anak bangsa terhadap Indonesia yang lebih baik. Hari kemerdekaan akan datang dan itu sebuah momentum untuk refleksi atas perjalanan bangsa yang ada,” jelas Prof. Fathul Wahid.
Prof. Fathul Wahid menilai rasa syukur, gembira, dan optimis selama ini jangan sampai membuat setiap insan terlena. Menurutnya, kita senantiasa harus mengingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Untuk itu, kesadaran kolektif begitu penting untuk tetap dapat dioptimalkan. “Kesadaran untuk mau berkontribusi lebih untuk bangsa dan negara,” tambahnya dalam acara yang juga digelar dalam rangka Milad UII ke-79..
Selain itu kontribusi tertinggi menurut Prof. Fathul Wahid harus diwujudkan dengan menjaga nilai kemanusiaan dan persatuan demokrasi demi mencapai keadilan sosial yang menyeluruh. Rektor UII menaruh harapan besar dari terselenggaranya dialog kebangsaan ini. Harapannya, ajang ini dapat melantangkan pesan-pesan efektif kepada khalayak luas. “Selain itu, ini akan mengingatkan kita untuk mengumpulkan imaji untuk Indonesia ke depan,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia RI Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P., menyampaikan pidato kebangsaan. Ia mengutarakan, Indonesia di tahun 2045 diharapkan sudah mencapai sosoknya. “Hal tersebut akan sepenuhnya terjadi ketika usaha yang dilakukan sungguh-sungguh,” ujar Prof. Mahfud MD. Menurutnya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan menuju Indonesia Emas.
Disampaikan Prof. Mahfud, negara Indonesia menurutnya telah dibangun dengan proses yang panjang. Oleh sebabnya ketika ingin mengimaji Indonesia, ia mengajak seluruh khalayak untuk membangun negara yang bersatu di dalam perbedaan yang ada. “Kita berbeda, namun bersatu di dalam tujuan yang sama,” ujarnya. Jauh sebelum Indonesia merdeka, seruan untuk tetap bersatu tengah dikumandangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pertama (Soekarno-Hatta).
Disampaikan pula empat hal yang dapat menunjang Indonesia menuju posisi puncak. Keempat hal tersebut yakni penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; membangun ekonomi keberlanjutan; pemerataan pembangunan; dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintah. “Tanpa itu kita belum bisa sampai di titik emas,” pungkas Prof. Mahfud.
Sementara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Yahya Cholil Staquf menyampaikan hal-hal penting untuk menuju satu abad Indonesia. Di antara hal penting tersebut adalah perlunya untuk memahami ancaman yang paling menyolok. “Ancaman apa yang berpotensi merugikan diri kita secara pragamatis, tetapi secara integritas itu sendiri,” ucapnya.
Satu ancaman yang terus membayangi yaitu potensi konflik. “Bahwa kita ini beragam itu adalah realita. Di dalam keberagaman itu kita diingatkan untuk saling mengenal dan menjalin hubungan untuk hubungan yang harmoni,” tutur K.H. Yahya Cholil. Perbedaan yang ada juga diungkapkan dapat menimbulkan setiap kelompok memiliki impuls konflik. Hal itulah yang nantinya akan berujung pada persaingan antar identitas dan melahirkan perang-perang besar dalam sejarah.
Untuk itu, K.H. Yahya Cholil menekankan kedepannya sedapat mungkin mencegah konflik. “Baik itu secara domestik maupun internasional,” tekannya. Permasalahan lain yang dapat timbul adalah revolusi teknologi informasi. Kejadian itu dianggap akan membuka partisipasi universal di dalam setiap permasalahan yang ada. “Kita harus punya cara agar konflik yang ada bisa dikelola dan membangun budaya supaya konflik tidak merajalela,” singkatnya.
Hadir pula sebagai pemateri Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2010-2014, Prof. Musa Asy’arie. Ia menyatakan bahwa setiap permasalahan yang ada telah diperundang-undangkan. Akan tetapi, terjadi perbedaan yang jauh antara teori dan realitas. “Bukan persoalan imaji, tapi soal realitas. Kalau masih begitu, maka setiap regulasi dan perundang-undangan menimbulkan masalah,” tegasnya. Terkait konflik, Prof. Musa Asy’arie menyatakan konflik yang ada harus diantisipasi sedini mungkin. (KR/RS)