Dengan Teknologi, Pertanian Kian Menjanjikan
Siapa bilang sektor pertanian tidak menjanjikan, meski menurut Kementerian Pertahanan lahan pertanian di Indonesia menyusut 60.000 hektare tiap tahun, dan banyak anak petani yang memilih tidak melanjutkan profesi orang tuanya, nyatanya pertanian di Indonesia masih menyimpan potensi yang luar biasa besar.
Sayang potensi ini belum dimaksimalkan dengan minimnya pemanfaatan teknologi pertanian. Namun demikian, saat ini mulai bermunculan sosok-sosok inovator muda di bidang pertanian dengan usaha rintisan atau startup. Salah satunya Andi Nusa Patria, Wakil Presiden Direktur PT. Indmira, perusahaan induk dari sejumlah anak usaha yang seluruhnya bergerak di bidang agrikultur.
Lulusan Program Magister Informatika Universitas Islam Indonesia (UII) itu menjadi tamu pada salah satu sesi webinar Growth Festival 2020. Agenda dari Inkubasi Bisnis dan Inovasi Bersama (IBISMA) UII ini diselenggarakan dalam rangka mendorong semangat wirausaha dan pengembangan bisnis dengan serangkaian webinar, temu bisnis, pameran, serta pitching.
“Growth Festival ini kita adakan tiap tahun, dan salah satu tujuan kami dari IBISMA adalah bagaimana kita menumbuhkembangkan semangat wirausaha mahasiswa dan masyarakat umum,” ungkap Muchammad Sugarindra, Kepala Implememtasi Teknologi dan Inovasi IBISMA UII yang menjadi moderator webinar.
Mengangkat topik “Growing Business from the Ground: Agriculture 4.0”, Andi selaku pembicara berbagi cerita dan pengalaman membangun startup di bidang pertanian atau agrikultur pada Rabu (25/11). Ia juga menjelaskan faktor-faktor yang mendorong Agrikultur 4.0, yang disebutnya berkaitan erat dengan era Industri 4.0 saat ini.
“Agrikultur itu tentu perkembangannya agak berbeda dengan industri pada umumnya. Tetapi, perkembangan teknologi yang mendukung Industri 4.0 itu juga mendukung perkembangan agrikultur, sehingga akhirnya mempunyai sebuah karakteristik bersama antara Industri 4.0 dengan Agrikultur 4.0 yang ditandai oleh proses produksi yang mandiri atau autonomous,” papar Andi.
Autonomous berbeda dengan otomasi. Apabila otomasi berupa sistem otomatis yang secara terjadwal bekerja, maka autonomous lebih dari itu, yakni bekerja dengan ‘otak buatan’. Teknologi seperti sensor, internet of thing (IoT), machine learning, hingga kecerdasan buatan menjadi pendukung jalannya autonomous.
Sejumlah faktor pendorong terciptanya Agrikultur 4.0 disebutkan oleh pria yang 20 tahun terakhir ini berkecimpung di dunia pertanian. Faktor tersebut mulai dari peran petani muda, pertanian presisi berbasis data, sistem otomasi, inovasi dalam rantai pasokan, hingga ketertelusuran dan keamanan pangan.
“Meskipun secara umum banyak petani yang tidak meneruskan pertanian kepada anak-anaknya, namun di sisi lain banyak juga muncul petani-petani muda yang tidak berasal dari keluarga petani,” ungkanya. Mereka inilah yang menurutnya seringkali mampu menghadirkan inovasi di bidang pertanian karena memiliki sudut pandang yang baru.
Pertanian modern pun tak lepas dari pemanfaatan teknologi, seperti penginderaan jauh (remote sensing) dan IoT. Hal inilah yang menjadikan pertanian kian presisi karena segala prosesnya didasarkan pada data. Otomasi pun mulai diterapkan.
“Selama ini kita mengenal pertanian itu kan secara intuisi ya, intuisi dan hafalan, turun- temurun. Misalnya padi itu butuh NPK (jenis pupuk) 500 kilogram per hektar, tanpa kita melihat tanahnya seperti apa sih, kondisi tanahnya. Dengan pertanian presisi ini kita bisa melihat kebutuhan secara aktual, tanahnya seperti apa, tanamannya apa, dan dalam tahap umur berapa, itu memerlukan kebutuhan yang berbeda-beda. Dengan menerapkan ini maka inputnya bisa lebih efisien,” ucapnya.
Tidak hanya di hulu, faktor lain juga berasal dari hilir yakni inovasi rantai pasokan. Ia menyebut, mendekatkan pusat produksi dengan konsumsi menjadi salah satu tren yang terjadi saat ini. Contoh konkretnya budidaya ikan laut di tengah kota demi memotong panjangnya rantai pasokan yang mulai dikembangkannya.
Selain itu, kini mulai banyak bermunculan platform yang menghubungkan petani dengan pedagang. Hal ini mampu menciptakan efisiensi dan menghindari adanya informasi yang asimetris terkait pasokan dan permintaan pasar terhadap hasil pertanian.
Ketertelusuran dan keamanan pangan juga menjadi penting seiring makin teredukasinya masyarakat. “Nah ini sebenarnya tren yang dipengaruhi kondisi konsumen yang semakin terdidik, sehingga mereka merasa perlu tahu dari mana pangan yang mereka konsumsi berasal, kemudian cara produksinya seperti apa,” kata Andi.
Di awal, dirinya juga berbagi pengalaman dan pandangan dalam membangun bisnis di bidang pertanian. Ia menuturkan, masalah pertanian tidak bisa diselesaikan hanya dari satu sudut pandang.
“Dengan kami (pendiri) bukan orang pertanian, Indmira in punya banyak sudut pandang. Karena kami percaya bahwa masalah di pertanian itu tidak bisa diselesaikan dari sudut pandang pertanian saja. Ada banyak sudut pandang yang harus kita olah juga. Sudut pandang sosial, sudut pandang teknologi, sudut pandang ekonomi, finansial, dan sebagainya,” ucapnya.
Andi mengungkapkan kebahagiaannya berkesempatan menjadi pembicara di Growth Fest. Ia merasa, IBISMA UII yang fokus mendorong mahasiswa dan masyarakat luas dalam berinovasi dan mendirikan usaha rintisan memiliki visi yang serupa dengannya dan rekan-rekan yang bergelut dalam dunia startup.
“Usia mahasiswa ini usia yang paling ideal untuk kita memulai kreativitas, karena sudut pandangnya masih terbuka lebar,” sebutnya. Ia berpesan, “menurut saya, masa-masa mahasiswa itu kita membuka selebar-lebarnya pintu wawasan kita,” ucapnya. (HR/RS)