Daur Ulang Masker Medis Menjadi Geotekstil Ramah Lingkungan
Penggunaan masker yang awalnya merupakan limbah medis kini berkembang menjadi limbah rumah tangga. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) pada 9 Februari menunjukkan kenaikan sekitar 30% dengan total 7.500 ton limbah medis. Isu inilah yang mendorong Program Studi Rekayasa Tekstil Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (Rekateks FTI UII) mengadakan webinar pengabdian masyarakat dengan tema pengelolaan daur ulang masker medis pada Sabtu (21/08).
Virus Covid-19 dapat menyebar melalui cairan droplet yang berasal dari batuk atau bersin membuat penggunaan masker menjadi sebuah kewajiban.
“Limbah medis paling banyak saat pandemi adalah masker,” tangkas Dr. Eng. Rina Afiani Rebia S. Hut., M. Eng selaku Dosen FTI UII.
Rina menyampaikan provinsi penyumbang limbah medis terbanyak adalah Jakarta, disusul oleh Jawa Timur serta Jawa Tengah. Kuantitas limbah tidak diimbangi dengan penanganan sesuai standar. Banyak limbah medis dibuang ke tempat pembuangan biasa lalu bercampur dengan sampah lainnya.
“Dampak yang paling serius dari penanganan limbah medis sembarangan adalah penyebaran penyakit”, jelasnya. Akhirnya penularan Covid-19 tidak hanya melalui droplet saja namun bisa juga melalui limbah medis yang tidak dikelola dengan baik.
Menurutnya masker bedah diketahui dapat mempertahankan virus hingga tujuh hari. Lebih lama lagi masker N95 virus yang menempel dapat bertahan stabilitasnya hingga 21 hari.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini menawarkan teknologi terbaru untuk mendaur ulang limbah masker sekali pakai menjadi geotekstil. Geotekstil adalah lembaran sintetik yang berpori sehingga memiliki sifat tembus air dan fleksibel. Geotekstil sendiri terbagi dalam dua jenis yaitu geotextile woven dan geotextile non-woven.
“Fungsi dari geotekstil woven bisa menjadi bahan penguat tanah untuk mencegah terjadinya penurunan tanah dasar,” jelas Febrianti Nurul Hidayah, S.T., B.Sc., M.Sc Dosen FTI UII. Inovasi tersebut diharapkan dapat mengurangi timbunan sampah yang berbahaya bagi masyarakat dan dapat menghasilkan nilai jual yang dapat menguntungkan.
Sementara itu, Ir. Drs. Faisal RM, MT., Ph. D selaku Dosen FTI UII lebih membahas faktor penting dalam masker yakni dari segi desain. Desain yang baik harus dibuat berdasarkan tujuan dan fungsi. Seperti halnya masker bukan hanya memperhatikan estetikanya saja, namun juga fungsi masker untuk melindungi manusia dari paparan virus Covid-19.
Faisal menambahkan jika masker medis yang baik minimal memiliki tiga lapisan. Lapisan paling dalam harus terbuat dari bahan penyerap air seperti kapas dan bahan yang lembut lantaran bersentuhan langsung dengan kulit. Kemudian lapisan tengah yang berfungsi sebagai filter terbuat dari bahan seperti polipropilena non anyaman. Sedangkan lapisan luar harus terbuat dari bahan yang tahan air seperti poliester.
“Masker yang baik haruslah nyaman dipakai secara fisik dan juga memiliki risiko rendah untuk mengiritasi kulit,” jelasnya. (UAH/ESP)