Dampak Pandemi Covid-19 di Bidang Sosial dan Hukum
Beragam persoalan di segala sektor mengemuka akibat dari mewabahnya pandemi Covid-19. Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA UII) bekerjasama dengan Direktorat Pengembangan Karir dan Alumni (DPKA) kembali menyelenggarakan agenda Ngobrol Bareng Alumni. Kali ini, Sabtu (16/5), diskusi yang diseleggarakan secara daring mengangkat tema Dampak Pandemi Covid-19 di Bidang Sosial dan Hukum.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., mengemukakanm Hukum di Indonesia mempunyai beberapa tahapan dimulai dari segi pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan hukum. Pembuatan hukum saat ini, dalam arti hubungan antara pemerintah dan DPR untuk membuat produk-produk legislasi masih tetap berjalan seperti biasa namun dengan pola yang berbeda. rapat dan pembahasan pun melalui media online.
“Dalam situasi seperti ini pemerintah masih bisa membahas RUU (Rancangan Undang-Undang) dan UU (Undang-Undang), selain itu persidangan di pengadilan pun berjalan seperti biasa dengan memperhatikan aturan pencegahan Covid-19 namun agak sulit untuk bergerak leluasa dan kreatif seperti sebelum ada pandemi” ujarnya.
Menurut Mahfud MD dampak yang sangat terasa yaitu tingkat kriminalitas umum di beberapa daerah mengalami peningkatan signifikan, yang disebabkan oleh situasi pandemi yang melumpuhkan ekonomi. Hal itu terlihat dari laporan aparat daerah, kriminalitas yang terjadi kebanyakan dengan motif pencurian.
Dekan Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII, Prof. Jaka Sriyana, S.E., M.Si., Ph.D. sebagai pembicara kedua membahas dari aspek Ekonomi. Menurut Jaka Perkembangan Covid-19 ini masih meningkat pesat, dan akibat dari pandemi ini adalah gejolak dan perlambatan ekonomi nasional secara masif sehingga berpotensi mengakibatkan krisis ekonomi yang serius.
“Saya memprediksi pasca panndemi ini terjadi, akan ada suatu perubahan pada sistem atau konsep ekonomi baru yang dikenal New Normal Economi, seperti The Great Depression yang terjadi pada tahun 1930 di Amerika. Konsep ekonomi baru yang lahir karena terjadinya krisis yang besar,” jelasnya.
Berbeda dari krisis-krisis ekonomi sebelumnya krisis karena pandemi ini yang terkena dampak besar adalah usaha mikro. Dibutuhkan insentif lanjutan pada kekuatan utama ekonomi nasional untuk pemulihan ekonomi di usaha mikro, pariwisata dan pangan. Selain itu dibutuhkan juga penguatan fiskal sebagai syarat mitigasi dan kebijakan moneter lebih longgar dalam bentuk relaksasi kredit dan pembiayaan kepada pelaku usaha di sektor ekonomi utama dan mikro.
Jalannya diskusi diakhiri dengan sesi sharing yang dipaparkan Restu Satriotomo, alumni yang berkarir di dunia perbankan di Belgia mengenai keadaan ekonomi saat pandemi di sana. Dikatakan, di Uni Eropa saat ini keadaannya jauh berbeda dengan di Indonesia, dilihat dari kebijakan fiskal dan moneternya. Di Belgia sendiri untuk mencegah penyebaran virus diberlakukan lockdown yang sudah berjalan sembilan minggu dan menghentikan semua aktivitas ekonomi kecuali penyedia kebutuhan pokok.
“Yang menjadi pembeda adalah pemerintah Belgia menstimulus dana kepada para pelaku usaha mikro dengan memberikan uang bulanan dan meminta perusahaan besar untuk menjaga likuiditasnya. Meskipun sudah ada jaminan tapi permintaan kredit masyarakat disini cukup tinggi, dan saya rasa PSBB memang yang paling tepat untuk Indonesia, karena jika memberlakukan lockdown pemerintah akan kewalahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya,” pungkasnya. (CSN/RS)