Budaya Sebagai Pondasi Jati Diri Bangsa
Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII) pada Jum’at (14/8) mengadakan diskusi “Degradasi Budaya: Rekonstruksi Nilai Budaya di Tengah Tantangan Global”. Diskusi yang dipandu Muhammad Hilmi Adani, Trial Bidang Keilmuan dan Riset Ilmiah LEM UII ini menghadirkan narasumber Djoko Mursabdo S.Sn. Ia dikenal sebagai seniman, budayawan, dan pemilik Galeri Djoko Timun.
Hilmi menyatakan budaya sebagai salah satu pondasi negara untuk membuka cakrawala pandang akan sesuatu. Budaya memiliki fungsi yang sentral dan mendasar sebagai landasan utama tatanan bernegara, berbangsa, maupun berkeluarga. Menurutnya, negara akan besar jika nilai-nilai budaya telah mengakar dalam sendi kehidupan masyarakat. “Keragaman budaya nusantara tidak hanya bahasa, melainkan juga tari, musik, adat. Keragaman budaya yang berputar mengakibatkan ragam dinamika kehidupan,” ungkapnya.
Sementara itu, pembicara Djoko Mursabdo menjabarkan pengertian budaya dari Bahasa Sansekerta yang berasal dari kata buddhayah. Kata itu merupakan bentuk jamak buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal, adat istiadat, dan perilaku manusia.
Menurutnya budaya adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia. “Cikal bakal atau lahirnya budaya berawal dari sebuah cipta adalah pikiran, rasa adalah naluri, karsa adalah keinginan, maka munculah sebuah budaya yang banyak mempengaruhi aspek hidup kita,” sebut Djoko.
Ia menambahkan banyak ragam budaya yang membuatnya sebagai karakter suatu bangsa. Misalnya batik, silaturahmi atau berkunjung, proses bercocok tanam, maupun transportasi. Kata Djoko, aplikasi agama seperti Islam Budha Hindu Kristen, dan lainnya mencakup budaya. Politik bersiasat pula dengan budaya. Indonesia memiliki beragam pakaian adat, tingkah laku, suku dari Sabang sampai Merauke yang menjadikannya sebagai karakter atau ciri khas masing-masing daerah. “Semuanya diikat dengan Bhineka Tunggal Ika,” kata Djoko.
Lebih lanjut, Djoko menyebut budaya memiliki fungsi sebagai identitas peradaban suatu masyarakat atau negara yang menjadikannya pembeda antara bangsa satu dengan yang lain. Ia berfungsi pula sebagai pembatas, pembentuk perilaku kelompok masyarakat, dan media komunikasi.
Terdapat dua faktor hal yang membuat budaya Indonesia mulai terkikis, yakni eksternal dan internal. Secara eksternal ditandai dengan masuknya budaya-budaya luar yang menjadikan Indonesia kehilangan jati dirinya. Sedangkan internalnya adalah sikap tidak mencintai dan menghargai budaya khas Indonesia.
Ia memberikan salah satu contoh yakni perkembangan teknologi berbentuk smartphone. Setiap orang yang memilikinya, dimudahkan dalam komunikasi dan menjalankan pekerjaan. Namun, di balik kesenangan tersebut, terdapat pula tantangan yang dapat memberikan hal buruk terjadi pada pemakainya.
Untuk itu, ia menegaskan pentingnya peranan generasi milenial agar terlibat dalam melestarikan budaya. Ia mewanti-wanti agar mereka tidak menganggap hal-hal keren dan menarik adalah sesuatu yang modern atau kebarat-baratan saja. “Bangsa timur adalah bangsa ramah. Budaya adalah peradaban. Kalau tidak ada peradaban berarti tidak bermoral. Jangan sampai kita tidak tahu siapa kita sebenarnya, sebab itu membuat kita kehilangan jati diri”, pungksnya. (SF/ESP)