BPJS dalam Tinjauan Hukum, Ekonomi, dan Maqasid Syari’ah
Upaya pemerintah dalam mengatur jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat di Indonesia nyatanya tidak selamanya berbuah manis. Terlebih setelah terbitnya instruksi Presiden tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 1 Januari 2022 yang telah menyita perhatian publik. Menanggapi simpang siur informasi mengenai isu tersebut, Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII mendiskusikannya dalam Webinar Nasional Keislaman.
Dalam Webinar yang bertemakan “BPJS dalam Tinjauan Hukum, Ekonomi dan Maqasid Syari’ah” pada Sabtu (12/3) itu, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. selaku penyaji dalam acara tersebut menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah dan kinerja instansi pemerintahan terkait penanganan BPJS dirasa cukup baik dan memuaskan.
“Menurut saya pemerintah percaya diri saja dengan apa yang sudah berjalan, tidak perlu Presiden membuat instruksi yang mengesankan pemerintah ini keluar dari kerangka bangunan demokrasi yang melindungi HAM, ini malah terkesan otoritarian, masak orang mau naik haji aja dipaksa ikut BPJS, yang bener bener aja,” ungkapnya saat memaparkan materi via Zoom itu.
Dosen Fakultas Hukum UII itu juga meluruskan bahwa kesehatan merupakan hak yang harus diperoleh masyarakat di Indonesia, oleh karenanya hak masyarakat dalam memproleh kesehatan merupakan kewajiban negara untuk memenuhi hak hak rakyatnya.
“Prinsip kita mengatakan bahwa kesehatan itu adalah hak dan kesehatan di tempatkan sebagai hak dasar rakyat, kenapa disebut hak dasar, karena hakikat dan eksistensi kemanusiaan tidak ada artinya sama sekali kalau warga negara tidak sehat, jadi kesehatan itu harus dan yang dibebani kewajiban itu adalah negara. Negara itu punya kewajiban dan rakyat itu berhak atas kesehatan,” ucapnya.
Menanggapi pernyataan Suparman Marzuki, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan RI mengatakan bahwa program dan upaya kewajiban pemerataan BPJS bagi seluruh masyarakat di Indonesia itu sudah tercantum di dalam Undang-Undang.
“Program ini semacam pemaksaan, yang memaksa itu Undang Undang, jadi tolong di cek di UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS dan UU No. 40 tahun 2004 itu diwajibkan, yang memaksakan itu Undang-Undang bukan instruksi Presiden,” jelasnya.
“Adanya instruksi Presiden itu mengingatkan kembali bahwa kita sebagai bangsa itu wajib untuk bergotong royong, bukan merubah hak menjadi kewajiban tapi itu aslinya hak dasar, tentang bagaimana penerapannya itu diserahkan ke negara masing masing,” Prof. Ali Ghufron menambahkan.
Disamping itu, Prof. Ali Ghufron juga menjelaskan untuk mencapai cita cita bersama menjadi masyarakat yang berkualitas dan negara yang sehat, maka perlu dilaksanakannya upaya gotong royong antara masyarakat dengan instansi pemerintahan.
“Salah satu visi Indonesia tahun 2045, Indonesia berkeinginan menjadi negara yang berdaulat, maju, adil dan makmur yang berlandaskam gotong royong. Untuk itu peningkatan SDM Indonesia yang berkualitas maka dibutuhkan penguatan pelaksanaan perlindungan sosial,” ungkapnya.
“Memang tidak ada keadilan sosial tanpa perlindungan sosial, dan tidak ada perlindungan sosial itu tanpa jaminan sosial dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu sebagai salah satu program perlindungan sosial,” tandas Prof. Ali Ghufron.
Prof. Ali Ghufron juga mengemukakan bahwa Program BPJS merupakan program yang sudah lama hanya saja baru baru viral saat ini. “Padahal BPJS ini sudah lama, saya sendiri sudah lama berkecimpung di BPJS ini, yang belum adalah kesadaran dari masyarakat kita semua, perlu di ingat pula bahwa BPJS bukan di bawah naungan Menteri Kesehatan tapi dibawah Presiden langsung,” jelasnya. (AMG/RS)