BKSPTIS Diskusikan Isu Penting Perguruan Tinggi di UII
Dalam rangka mempererat kerjasama dan silaturahmi, Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta di Indonesia (BKSPTIS) melaksanakan rapat koordinasi di Gedung Kuliah Umum (GKU) Sardjito Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (30/5). Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh jajaran Dewan Penasehat, Dewan Pembina dan Pengurus BKSPTIS dari berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia.
Adapun perwakilan perguruan tinggi yang hadir berasal dari UII, Universitas Darussalam Gontor, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Islam Bandung, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Islam Riau, Universitas Muhammadiyah Tangerang hingga Universitas Nahdlatul Ulama.
Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D selaku Rektor UII sekaligus Sekretaris Jenderal BKSPTIS menjelaskan bahwa ke depannya BKSPTIS memiliki beberapa agenda yakni workshop keliling Indonesia, penguatan manajemen teknologi informasi hingga penguatan alumni perguruan tinggi masing-masing.
Agenda besar lain yang coba diusung adalah menyelenggarakan PMB bersama yang sudah dimulai sejak tahun 2021 dan diikuti 4 perguruan tinggi. Fathul Wahid menyampaikan PMB bersama ini akan semakin dikuatkan di tahun 2022 sekaligus mengajak pimpinan perguruan tinggi lainnya untuk turut serta berpartisipasi.
Pertemuan para pimpinan perguruan tinggi kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Dalam jalannya diskusi, setiap perguruan tinggi mengemukakan permasalahan, saran serta masukan untuk perkembangan BKSPTIS ke depannya.
Terdapat beberapa poin yang menjadi bahan diskusi pada rapat koordinasi ini yakni pembentukan tim ad hoc yang dinilai menjadi solusi utama untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Tim ini nantinya diharapkan mampu membidangi urusan internal, eksternal serta isu-isu yang dihadapi seperti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM).
Terkait dengan MBKM ini sendiri, segenap peserta yang hadir mengatakan bahwa MBKM perlu disikapi dengan bijak karena ada kebijakan perguruan tinggi menyesuaikan dengan kurikulum yang disusun pemerintah. Sedangkan, masih banyak perguruan tinggi di daerah yang belum bisa mengadopsi kurikulum tersebut.
Permasalahan selanjutnya mengenai LAM adalah mahalnya biaya akreditasi yang dibebankan kepada perguruan tinggi swasta. Untuk menghadapinya, terdapat setidaknya 4 skenario yang bisa dijalankan yakni membentuk LAM mandiri, mengusulkan asesor LAM dari masing-masing perguruan tinggi, hingga berbagi biaya pendanaan LAM bersama pemerintah.
Isu lain yang turut serta menjadi pembahasan adalah terbentuknya forum bersama antar program studi di perguruan tinggi Islam untuk menjadi salah satu keunggulan PTSI. Selanjutnya, BKPTSIS juga berencana untuk menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan dan penguatan kerjasama internasional untuk menunjang kemajuan setiap perguruan tinggi. (AP/HM/ESP)