Bisnis Pertanian dan Peternakan Selama Pandemi
Bisnis menjadi salah satu ketahanan ekonomi ketika adanya pandemi Covid-19. Demikian disampaikan Suparwoko, Ph.D., IAIz, Ketua Program Studi Arsitektur Program Magister
Universitas Islam Indonesia (UII) dalam webinar berjudul Doing Business on rural or Urban Farming during The Covid-19 Pandemic belum lama ini.
Kegiatan yang digelar oleh Program Studi Arsitektur UII ini menghadirkan dua narasumber, yakni Ir. Sudarmadji, selaku owner PT Askon (kontraktor), Roemah Kita Kos, dan EL Farm (peternakan domba). Sedang narasumber kedua, yakni Dr. Ir. Rofandi Hartanto, MP, selaku Asisten Profesor Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Suparwoko menyatakan banyak bidang usaha yang langsung menurun di triwulan kedua 2020, seperti kos, penjual baju, dan transportasi umum. Namun sejak adanya new normal mulai sedikit tumbuh. “Catur wulan ke tiga akan mulai tumbuh ekonominya. Di sini ada potential losers seperti pariwisata, transportasi, pakaian, perguruan tinggi dan potensial winners seperti makanan, WiFi, kesehatan,” ungkap Suparwoko mengutip data Badan Pusat Statistik 2020.
Sudarmadji mengaku di masa pandemi pertanian sangat juara. Meskipun pada awal Maret sedikit berkurang, namun selang 20 hari keadaan mulai membaik. “Saya tinggal di kampung, jadi bisa berinteraksi dengan tani setiap hari. Apalagi di depan rumah ada sawah. Jadi kami mencoba menyiapkan bahan makanan minimal untuk diri kita sendiri dan tetangga. Misal kacang panjang, sayuran hijau,” ungkap Sudarmadji.
Sudarmadji bercerita tahun 2016 bergabung komunitas ternak kambing di desanya. Dan mulai usaha domba mandiri sejak Oktober 2017 dengan mendirikan kandang. Di usahanya itu, ia mengaku berusaha bertenak yang tidak kotor atau jorok. “Kandang berkonsep awalnya 1000 m persegi lalu bikin lahan penghijauan untuk makan domba. Domba awal 100 ekor. Bikin perkawinan juga. Di akhir bulan ini bisa nambah menjadi 900 ekor,” sebut Sudarmadji.
Bertempat tinggal di Yogyakarta, Sudarmadji mengamati sudah banyak usaha peternakan, begitu pula yang dilakukan kalangan millenial. Ia menjelaskan beberapa langkah agar bisnis berkelanjutan dan menjadi besar. Upaya tersebut di antaranya mendirikan pasar pribadi, penyediaan lahan untuk pakan ternak, marketing mengikuti perkembangan teknologi, menjalin kemitraan bersama warga setempat, dan sistem kerjasama yang baik.
Lebih lanjut, Sudarmadji menyatakan langkah agar populasi ternak bertambah dengan menyewa atau membeli lahan-lahan kosong milik warga untuk didirikan kandang atau menanam pakan ternak. Selain itu, menurutnya modal utama bisnis bukanlah uang melainkan kedua dengkul kaki. Maksudnya adalah kerja keras seseorang untuk menjalani bisnis atau pekerjaan yang dilakukannya. “Awalnya belajar dulu dari orang lain misal membantu usaha ternak tetangga, setelah dirasa ilmu cukup dapat dimulai bisnis mandiri,” kata Sudarmadji.
Selama ini Sudarmadji mengaku telah berusaha ‘meracuni’ teman-temannya di kota agar mengikuti jalan bisnisnya dengan beternak. Menurutnya ternak dapat dimulai dengan kecil-kecilan seperti pendirian kandang berukuran 1×1,5 meter yang diisi dengan kambing jantan dan betina. “Ada pergeseran orang dulu bikin kandang di depan rumah untuk ayam sekarang bisa kambing. Ini juga menarik anak-anak kecil yang dapat ‘meracuni’ orang tuanya. Kita punya konsep dengan skala besar aja bisa, kenapa kecil tidak bisa,” tegas Sudarmadji.
Di sisi lain, Rofandi Hartanto menyatakan berdasarkan data BPS per 5 Agustus 2020, tercatat pertanian tumbuh 16,24%, selain infokom naik 3,44%, air bersih naik 1,28%, sedang yang lain negatif. Menurutnya di desa perlu dikembangkan skill bisnis sebab lahan yang tersedia banyak. Sedang di kota terkendala lahan. “Di kota untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan pemberdayaan,” sebut Rofandi.
Pemberdayaan dapat dilakukan mulai dengan melihat lahan-lahan yang kosong, termasuk di sekitaran rumah. Menurut Rofandi, sekecil apapun lahan di rumah dapat dimanfaatkan untuk menanam sayur-sayuran yang dibutuhkan setiap hari, sehingga di masa pandemi ini ibu rumah tangga dapat mengurangi biaya belanja, sebab tidak perlu pergi ke pasar untuk membeli sayuran melainkan sudah diproduksi mandiri. “Pemberdayaan dengan mengumpulkan ibu rumah tangga lalu diberi pelatihan peningkatan SDM,” kata Rofandi.
Selain itu, Rofandi mengaku mendirikan koperasi sebab pada lima tahun lalu terjadi penggundulan hutan terus-terusan di Indonesia khususnya. Agar bisnis tani di perkotaan terus berlanjur, ia membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) dengan menyediakan lahan 500 meter persegi untuk menanam sayur, buah, bahkan membuat kolam. “Kami telah mendapat bantuan dari pemerintahan pusat dan juga kota,” sebut Rofandi.
Setelah dilakukan pemberdayaan, Rofandi mengatakan tidak sedikit ibu-ibu yang sudah ahli dalam bidang tertentu, seperti ternak lele, pembuatan Aloe Vera. “Jadi kalau kami kehilangan ibu-ibu yang sudah ahli atau mandiri menghasilkan sendiri ya gapapa, tidak merasa kehilangan. Jadi bagus pengangguran berkurang,” kata Rofandi. (SF/RS)