Belajar tentang Pemimpin yang Melayani
Manusia pertama diciptakan Allah dari tanah, yakni Nabi Adam. Al-Quran juga menyebutkan manusia pada awalnya berasal dari setetes air yang hina yang ditumpahkan ke dalam rahim. Atas kehendak-Nya, air tersebut menjadi segumpal darah, kemudian segumpal daging, hingga Allah menyempurnakan bentuknya menjadi manusia yang berkelamin laki-laki atau perempuan.
Sejak dilahirkan, manusia tidak memiliki apapun, baik ilmu, jabatan, harta, kekuasaan, ataupun lainnya. Hanya karena keutamaan Allah, manusia mendapatkan kedudukan, ilmu, dan keutamaan lain. Tidaklah semua itu mereka dapatkan kecuali karena upaya dan kekuatan dari Allah, bukan dari mereka. Oleh karena itu, alangkah baiknya manusia tidak selalu merasa tinggi dengan mengangkat dirinya dari orang lain. Karena semuanya sama di hadapan Allah kecuali iman kepada-Nya.
Demikian disampaikan Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, Ph.D ketika memberi ceramah dalam Kajian Online Penyejuk Iman Ramadhan (KOPI Ramadhan) pada Selasa (5/5). Fathul Wahid mengangkat tema ceramah “Rendahkanlah Sayapmu”. Sebagaimana Allah telah berfirman, “Dan rendahkanlah sayapmu (bertawadhu’lah) terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr: 88)
Fathul menyampaikan bahwa di dalam Al-Quran terdapat tiga ayat yang menggunakan metafora “Rendahkanlah Sayapmu”. Ayat tersebut terdapat pada Surat Asy-Syu’ara (26): 215, Surat Al-Hijr (17): 24, Surat Al-Isra (15): 88. Dari tiga ayat tersebut, dua di antaranya mengidikasikan bahwa kita harus merendahkan sayap kepada pengikut kita (QS. 26:215 dan QS. 17: 24). Dan yang satunya adalah merendahkan ayat kepada orang tua kita (QS. 15: 88).
Menurutnya, dua ayat pertama menarik untuk diulas karena Allah menyuruh kepada manusia untuk bertawadhu kepada pengikut kita seperti yang dicontohkan oleh para nabi dalam merendahkan sayapnya kepada para pengikutnya. Ini menjadi menarik ketika hal tersebut dikaitkan dengan perkembangan teori kepemimpinan yang disebut dengan servant leadership (kepemimpinan pelayan).
“Menjadi pemimpin bukan sebuah berkah, tapi justru ini adalah sebuah amanah ketika itu yang dipakai maka apa yang dilakukan pemimpin seharusnya melayani, merendahkan diri, ramah, berbaik hati kepada orang yang dipimpinnya” jelasnya.
Tidak selalu mudah melakukan pelayanan kepada pengikut, karena kita dituntut untuk merendahkan ego, meninggalkan gengsi, dan mengabaikan sifat arogan kita. Tetapi ketika itu dilakukan maka bisa menjadi wujud bahwa kita ingat bahwa kita merupakan pemimpin. Pemimpin artinya kita mendapatkan kehormatan dan kemuliaan dari orang yang dipimpin.
“Agama Islam mengajarkan kita untuk membalas kebaikan dengan lebih baik, seperti membalas kehormatan dengan kehormatan yang lebih lagi,” pesannya.
Ketika kita memberi kehormatan kepada pengikut, maka Allah akan memberikan balasan berupa kehormatan yang lebih kelak di akhirat. “…. Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu karena Allah semata melainkan Dia pasti mengangkat (derajat) nya.” (HR. Muslim no 2588) (SF/ESP)
Informasi Penelusuran Pemimpin Muda (PPM) klik informasinya di sini.