Belajar Kinerja Auditor di Lembaga Pemerintahan Negara
Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII mengadakan kuliah umum daring mengenai Audit pada Sabtu (16/4) secara daring. Kuliah umum tersebut bertujuan untuk membandingkan dan mengambil ilmu dari di tiga instansi berbeda yakni, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ketiga lembaga tersebut seringkali terlibat dalam mengaudit instansi pemerintahan.
Ketua Prodi Akuntansi UII Dr. Mahmudi, S.E., M.Si., Ak., CA., CMA. mengatakan kuliah menjadi penting sebagai fondasi mahasiswa untuk mendalami ilmu dan praktik sekaligus bekal motivasi bagi para mahasiswa Akuntansi UII. Terlebih para pembicara yang diundang merupakan alumni Akuntansi UII beberapa tahun silam. “Selain memberi motivasi bagi mahasiswa, ini juga bukti bahwa UII berkontribusi membangun negara melalui audit,” ungkapnya.
Narasumber pertama, Diwangkara, S.E., MMSI., Ak., CA. yang juga auditor BPK RI mengatakan dunia audit itu bukan yang mudah, tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. “Seiring berjalannya waktu audit dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Audit tidak lagi bersinggungan dengan kertas, namun dengan sistem dan data,” buka Diwangkara.
Objek audit BPK meliputi tiga entitas yang terdiri atas pemerintah pusat, daerah, BUMN, dan BUMD. Kedua ada program seperti Jaringan Keamanan Nasional (JKN), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan program lainnya. Ketiga terkait penyelenggaraan haji, pemberian bantuan sosial, dan anggaran vaksin.
Lebih lanjut, Diwangkara memaparkan tiga jenis audit yang terdapat di BPK. Pertama, audit keuangan yang bertujuan memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan. Kedua, audit kinerja yang bertujuan untuk memeriksa aspek ekonomi dan efisiensi anggaran, dan ketiga pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Ia menambahkan output opini laporan keuangan dapat berupa wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, tidak memberikan pendapat, dan tidak wajar. Dalam mengaudit laporan keuangan, auditor memiliki empat dasar pemberian opini yaitu kepatuhan, efektivitas, kesesuaian, dan kecukupan.
Penilaian dengan indikator “wajar” menurut Diwangkara karena faktor auditor belum tentu dapat memeriksa secara populasi, sehingga sifatnya tidak absolut. “Masih ada risiko audit itu terjadi kesalahan, sehingga opininya kewajaran bukan benar atau tidak sebuah laporan keuangan,” tuturnya.
Sementara itu, proses audit yang ada di OJK dikenal dengan pengawasan dan pemeriksaan di bidang perbankan dan Industri Keuangan Non-Bank (INKB). Peran auditor di OJK juga memantau aktivitas di bidang pasar modal.
Elleriz Aisha Khasandy memaparkan proses audit yang ada harus memiliki pemahaman mendasar, penilaian tingkat kesehatan anggaran, perencanaan pengawasan, pengawasan berupa pemeriksaan, dan tindakan pengawasan. “Audit di sini (OJK) berbasis pada risiko yang ada terhadap suatu industri, sehingga kami dapat memprioritaskan mana yang harus diperiksa terlebih dahulu,” jelas Elleriz.
Terakhir, Rofiq Tri Hartanto, S.E. menjelaskan kinerja audit di BPKP. Contoh penugasan di BPKP diterangkan Rofiq meliputi program pembangunan daerah seperti anggaran pelayanan pasien Covid-19 pada sebuah rumah sakit daerah, audit laporan keuangan proyek Kementerian Pertanian, dan berperan sebagai konsultan laporan keuangan daerah. “Kita juga biasanya melakukan penelitian, wawancara, dan lainnya terkait dokumen klaim yang diajukan,” ungkap Rofiq. (KR/ESP)