Bahas Kejahatan Pencucian Uang, Subiantoro Raih Doktor Ilmu Hukum UII

Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal korupsi dinilai masih belum optimal. Selama tahun 2003-2015, jumlah putusan pengadilan perkara tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal korupsi 40 (1,14 %) putusan, dibandingkan dengan jumlah putusan pengadilan perkara tindak pidana korupsi 5257 putusan.

Demikian disampaikan Subintoro S.H. MM pada pelaksanaan Ujian Terbuka Promosi Doktor Program Doktor Ilmu Hukum, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yang dilaksanakan di Auditorium UII, Jalan Cik Di Tiro, Sabtu (24/03).

Subintoro yang merupakan Direktur Kepala Grup Pengadaan, Departemen Pengadaan Strategis, Bank Indonesia meraih gelar doktor dengan nilai 3,69 predikat sangat memuaskan setelah berhasil mempertahankan disertasinya.

Jalannya sidang dipimpin oleh Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D., didampingi oleh Promotor Prof. Dr. Edward Oemar Sharif Hiariej, S.H. M.Hum., Co Promotor Dr. M. Arif Setiawan, S.H. M.H., beserta anggota penguji Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya S.H. M.H., Prof. Dr. Hartiwiningsih S.H. M.Hum., Prof. Dr. Rusli Muhammad S.H. M.H., dan Dr. Yunus Husein SH. LL.M..

Dalam pelaksanaan doktor tersebut, Subintoro menyampaikan disertasinya yang berjudul “Kebijakan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Tindak Pidana Asal Korupsi yang Berkeadilan“. Ia menjelaskan antara tindak pindana pencucian uang dengan tindak pidana korupsi merupakan dua kejahatan yang sama bagai dua sisi mata uang. “Tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal korupsi memiliki kesamaan. Hal ini bisa dijelaskan biasanya para koruptor hasil kejahatannya itu akan dilakukan pencucian uang” ungkapnya.

Melalui kajian disertasi ini ia ingin dapat membantu penegak hukum memahami bahwa ketika hasil korupsi itu disampaikan dan diserahkan kepada pihak terkait untuk dinikmati sama saja seperti pencucian uang. Ia juga berharap dengan model ideal yang ditawarkan, ke depannya penegak hukum dapat lebih optimal dalam menindak kasus pencucian uang dengan tindak pidana asal korupsi.

“Kalau dari kajian tadi adalah 1,14 % putusan pengadilan perkara tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal korupsi, semoga akan meningkat terus paling tidak 25 % dan ini tentu menjadi tugas kita bersama dari akademisi, penegak hukum, dan lain sebagainya”, pungkasnya. (AR/ESP).