Apa yang Kau Cari di UII?
Milad ke-81 Universitas Islam Indonesia (UII) mengangkat tema Dedikasi untuk Negeri. Sejatinya tidak ada yang istimewa dalam tema ini, kecuali jika tema ini dilihat sebagai pengingat dan penegasan atas tujuan didirikannya UII, yang dulunya bernama Sekolah Tinggi Islam (STI) pada 27 Rajab 1364 yang bertepatan dengan 8 Juli 1945.
Komitmen kelembagaan
UII dan negeri ini dilahirkan dari rahim yang sama dan telah berkembang bersama. Sejak berdirinya, UII tidak pernah diniatkan untuk berusia pendek, tetapi terus lestari selama Indonesia masih tegak berdiri. Tidaklah berlebihan untuk berharap jika nilai-nilai yang diyakini para pendiri bangsa terus diikhtiarkan untuk dirawat di kampus ini.
Warga UII terus diingatkan akan komitmen keindonesiaan yang berjalan beriringan dengan komitmen keislaman. Kedua komitmen ini tak lengkap, dan terasa hambar dan bahkan bisa salah arah, tanpa komitmen keilmuan. Ketiga komitmen itulah yang diikat secara simbolik di dalam UII: universitas islami indonesiawi.
Renungan di atas bersifat kelembagaan untuk seharusnya menjadi perhatian semua warga UII. Tanpa kerja kolektif lintasgenerasi secara konsisten, komitmen di atas akan menjadi penghias buku sejarah dan ruang-ruang ceramah. Tentu, semua warga UII tidak ingin ketiga komitmen tersebut menjadi sekedar romantisisme sejarah yang indah dikenang tanpa bukti konkret di lapangan.
Motivasi warga
Komitmen kelembagaan tersebut tak mungkin bisa dirawat tanpa peran para warga kampus. Mendefinisikan peran yang lebih teknis setiap warga, karenanya diperlukan. Semuanya itu, sampai level tertentu, akan sangat dipengaruhi oleh motivasi setiap warga yang saat ini bergiat di UII.
Motivasi ini seharusnya melingkupi, tidak hanya yang bersifat eksoterik, seperti yang terlihat dan dipahami oleh awam, tetapi juga esoterik, yang di sana ada rahasia yang tidak selalu kasat mata.
Perenungan saya menemukan, paling tidak empat motivasi yang seharusnya bersifat akumulatif untuk memberikan dampak yang signifikan dari kehadiran setiap warga kampus. Bisa jadi, bagi sebagian warga kampus, ada motivasi yang terlihat lebih dominan pada suatu masa, tetapi akan berbeda tingkatannya di masa yang lain.
Motivasi pertama sangat mungkin yang paling terlihat dan kasat mata. Semuanya sepakat. Jika motivasi pertama ini ditiadakan, bahkan mungkin orang tidak akan percaya. Motivasi pertamanya adalah mencari ma’isyah atau penghidupan.
Niat awal para dosen dan tenaga kependidikan bergabung dengan UII adalah memperoleh pendapatan yang halal. Alasan yang sangat wajar. Pilihan bekerja di kampus tentu dibarengi dengan sebuah kesadaran terkait dengan penghargaan yang tidak sangat besar.
Saat ini, UII telah menjadi tempat mencari penghidupan sekitar 2.500 orang. Jika setiap orang mempunyai pasangan dan dua anak, maka sekitar 10.000 orang “bergantung” kepada UII. Ini merupakan amanah besar yang harus dipikirkan oleh pimpinan. Semuanya akan terasa ringan jika mendapatkan dukungan kolektif semua warga.
Ketika seorang warga sudah menyatu dengan proses keseharian, berinteraksi dengan beragam orang, biasanya akan mungkin kesadaran baru yang menjadi motivasi kedua: membangun ukhuwah. Di sana sering kali tidak hanya sekedar pertemanan, tetapi meningkat menjadi persahabatan, dan bahkan persaudaraan.
Karenanya, hubungan yang harmonis selalu diupayakan, meskipun tidak terjebak dalam pola pikir naif, bahwa konflik tidak boleh ada. Politik kantor yang memicu konflik tidak bisa dilepaskan dalam konteks berorganisasi. Dalam kasus ini, semangat kolegialitas harus dikedepankan.
Jangan sampai konflik bersifat personal yang merusak harmoni. Jika konflik terjadi, pastikan itu terkait dengan tugas atau tanggung jawab, termasuk di dalam pilihan strategi. Itu pun perlu dipastikan jika konflik terjadi dalam kadar yang masih dapat dikelola dan tidak sangar liar. Konflik seperti ini justru menjadi katalis perubahan dan menyehatkan, karena akan sangat bermanfaat untuk menguji ide dan merapikan langkah.
Motivasi ketiga yang menguatkan, terutama ketika harapan tidak selalu terpenuhi, adalah mengharap barakah atau keberkahan. Keberkahan adalah bertambahnya kebaikan (ziyadatulkhair). Bisa jadi, nominal penghasilan yang dihasilkan tidak banyak, tetapi dengan keberkahan semuanya menjadi cukup, karena semua anggota keluarga sehat dan beragam kemudahan hidup didapatkan.
Bentuknya bermacam-macam. Termasuk kesehatan seluruh anggota keluarga, pasangan yang setia, anak yang berbakti, sahabat yang mendukung, tetangga yang suka menolong, pekerjaan yang tuntas, dan lain-lain.
Keberkahan bisa didapat, di antaranya dengan banyak bersyukur dan tidak kebanyakan gaya. Menurut hukum fisika: gaya berbanding lurus dengan tekanan. Orang yang banyak gaya, biasanya sedang banyak tekanan 🙂
Terakhir, motivasi paripurna warga UII adalah merindukan jannah atau surga. Tujuan esoteris didasari kesadaran bahwa semua aktivitas yang dilakukan, termasuk meneliti, mengajar, mengabdi kepada masyarakat, melayani mahasiswa, merupakan bagian dari penghambaan kepada Allah.
Kita sudah terlanjur jadi manusia. Manusia bersifat abadi, karena akan selalu ada bahkan setelah kematian, meskipun bermula dari ketiadaan. Surga adalah tempat menikmati sisa waktu menjadi manusia dalam waktu yang tidak terbilang, dan semuanya tergantung kualitas kerja kita di dunia, termasuk ketika menjadi warga UII.
Semua motivasi tersebut dapat dirangkum menjadi empat “ah”: ma’isyah, ukhuwah, barakah, dan jannah.
Elaborasi ringan dari sambutan pada Jalan Sehat Milad-81 Universitas Islam Indonesia, pada 4 Agustus 2024.