Agama dan Negara dalam Diskursus Keindonesiaan Kontemporer
Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan MMD Initiative menggelar Seminar Nasional bertema Agama dan Negara dalam Diskursus Keindonesiaan Kontemporer. Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa (30/4) di Ruang Sayap Timur Lantai 2, GKU Sardjito Kampus Terpadu UII.
Seminar yang mengulas tentang perspektif peran agama dalam kehidupan bernegara Indonesia yang kontemporer ini menghadirkan Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H, S.U, M.I.P. sebagai keynote speaker. Narasumber seminar anatara lain Prof. Dr Masykuri Abdillah (Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat), Prof. Pdt. Tabita Kartika Christiani, S.Th., M.Th., Ph.D. (Guru Besar Ilmu Teologi), Dr. Sukidi Mulyadi M.A., Ph.D. (lulusan Studi Islam Harvard University), dan Hamid Basyaib, SH. (penulis dan aktivis).
Kegiatan seminar didahului dengan sambutan Drs. Asmai Ishak, M.Bus., Ph.D selaku Direktur MMD Initaitive yang memaparkan secara singkat terkait MMD Initiatives dan harapan dari diselenggarakannya seminar nasional.
“MMD Initiatives merupakan LSM yang bercita-cita untuk terus mewujudkan impian Prof. Mahfud dalam menegakkan keadilan, penegakan demokrasi, HAM, dan etika bernegara yang saat ini sedang sangat kita butuhkan,” tutur Asmai Ishak.
Dikemukakan Asmai Ishak, seminar nasional ini menjadi media bagi Prof. Mahfud dan UII dalam menyalurkan gagasan-gagasannya terkait tema yang diangkat. “Mudah-mudahan dengan seminar nasional ini, sebagai bentuk kerja sama ini, dapat berkelanjutan dan mampu membuat sesuatu yang bermanfaat untuk negara ini,” harap Asmai Ishak.
Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D . turut menaruh harapan dari peneyelenggaraan seminar nasional. Ia juga mengapresiasi konsistensi Prof. Mahfud sebagai lulusan Fakultas Hukum UII dalam berkiprah untuk negara
“Topik kegiatan hari ini menjadi perhatian banyak orang terutama bagi yang rindu akan hadirnya Indonesia yang lebih makmur, makin adil, dan tambah bermartabat. Dalam konteks seminar kali ini, saya yakin beragam pemikiran Prof. Mahfud khususnya bidang agama dan negara masih dibutuhkan oleh publik, pemikiran Prof. Mahfud penting karena bangsa ini butuh suluh penerang serta kader pemikir dan teladan baru untuk berkontribusi pada bangsa dan negara di beragam peran,” tutur Prof. Fathul Wahid.
“Saya berharap semoga topik kegiatan hari ini mampu menjadi katalis pemikiran serius terkait bangsa dan negara terutama menyandingkan peran agama dalam kehidupan bernegara,” harap Prof. Fathul Wahid.
Prof. Mahfud MD dalam pidato kuncinya menyinggung tentang penyelenggaraan negara pada zaman Nabi, juga mengkritisi negara beragama yang masih banyak melanggar moral dan etik.
“Agama harus menjadi sumber nilai penyelenggaraan negara. Itulah negara beragama, bukan negara agama. Di dalam hukum, banyak orang yang hanya takut dengan sanksi heteronom yang diberikan negara, sementara dalam aspek moral dan etik tidak ada sanksinya,” Terang Prof. Mahfud MD.
Memasuki sesi pemaparan materi oleh narasumber seminar nasional, Prof. Masykuri memberikan pandangan tentang relevansi agama dalam konteks global.
“Agama sebagai acuan dalam kontrol sosial, bisa menjadi acuan kehidupan politik sebagai etika dalam berpolitik, alat untuk melakukan suatu solidaritas sosial itu masih ada dan dipakai sampai sekarang walaupun di negara-negara sekuler,” ungkap Prof. Masykuri.
Narasumber berikutnya, Prof. Tabita Kartika, banyak menjelaskan tentang posisi agama dan negara serta pentingnya agama sebagai suara kenabian untuk negara. “Dalam kemitraan, agama dan negara dapat bekerja sama untuk menjawab persoalan demokrasi HAM, dan negara hukum kontemporer,” jelas Prof. Tabita
Sukidi Ph.D. yang juga hadir sebagai narasumber membawa kembali spirit Bung Hatta khususnya dalam berdemokrasi serta relasi kritis atas negara dan agama sebagai cerminan pendidikan moral masyarakat saat ini.
“Jangan sampai konstitusi akhirnya hanya sehelai kertas yang tidak punya kekuatan untuk mengubah masyarakat. Pangkal dari pendidikan karakter adalah cinta akan kebenaran dan berani untuk menyatakan salah. Dengan prinsip tersebut, akan menjauhkan masyarakat dari keruntuhan panduan moral, dimana sukar untuk membedakan baik dan buruk,” papar Sukidi, Ph.D.
Sementara itu, Hamid Basyaid dalam paparannya memberikan kritik atas suara kenabian yang dipaparkan oleh Prof. Tabita dan berpesan untuk terus berhati-hati dalam mengimplementasikan agama dalam kehidupan bernegara.
“Teliti dan penuh perhatian dalam mengenakan jubah keagamaan dilingkup kenegaraan. Hal ini dikarenakan terkadang sifatnya hanya subjektif dan menjadikan sangat mudah dimanfaatkan oleh segelintir kelompok maupun seseorang. Jangan hanya berdasarkan pada kenyakinan buta, namun tetap harus kritis dalam penerapannya,” tandas Hamid Basyaid. (AHR/RS)