Ada Pelajaran Bagaimana Berpikir Kritis dari Kisah Ibrahim
Sebagai karya ilmiah jenjang terakhir akademis, sebuah disertasi layak mendapatkan apresiasi atau penghargaan yang tinggi. Salah satu bentuk penghargaan tersebut adalah dengan mendiskusikannya dalam forum-forum akademik. Hal inilah yang mendorong Program Studi Doktor Hukum Islam (DHI) dan Magister Ilmu Agama Islam (MIAI) Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) menyelenggarakan acara Bedah Disertasi 4.
Kali ini acara membedah karya Dr. Muzhoffar Akhwan, MA yang berjudul “Perkembangan Berpikir Kritis Berbasis Al-Quran (Studi Keteladanan Nabi Ibrahim Alaihissalam di Pondok Pesantren UII Yogyakarta)”. Acara yang berlangsung di Ruang Seminar PPs FIAI UII Demangan pada Senin (23/12) ini menghadirkan Mukalam, S.Ag., M.Hum. (Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) selaku pembedah.
Pada kesempatan ini, Dr. Drs. Yusdani, M.Ag.. selaku ketua Program Studi DHI FIAI UII mengungkapkan bahwa bedah disertasi ini bukan hanya sekedar membedah tetapi juga sebagai bentuk mensosialisasikan sebuah temuan pada disertasi tersebut. “Ide-ide dan temuan-temuan penting terdapat pada disertasi. Karya disertasi adalah karya yang monumental dan tentunya ada temuan baru dan itu kita harapkan bisa diketahui oleh publik”, imbuhnya.
Sedangkan penulis disertasi, Dr. Muzhoffar Akhwan, MA menggarisbawahi kemampuan berpikir kritis yang sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Berpikir kritis tentunya dengan menggunakan argumen yang memadai dan meyakinkan.
“Dalam kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalām, terdapat pelajaran mengenai metode berpikir kritis yang ideal dan perlu dijadikan teladan,” pungkasnya. Muzhoffar melanjutkan bahwa hasil penelitian pada disertasi ini yaitu pertama, model berpikir kritis Nabi Ibrahim ‘alaihissallām berbasis Al-Quran.
Ia pun menilai berpikir kritis Nabi Ibrahim ‘alaihissalām perlu diterapkan dalam pembelajaran di Pondok Pesantren UII Yogyakarta. Kesesuaiannya dengan tujuan Pondok Pesantren UII untuk mempersiapkan seorang mujtahid rabbânîy yang memahami persoalan umat dengan benar dan mampu berijtihad serta materi kuliah yang dikaji di Pondok Pesantren UII mendukung kemampuan berpikir kritis santri, terutama mata kuliah Masâ’il Fiqhiyyah.
Menurutnya, pengembangan model berpikir kritis Nabi Ibrahim ‘alaihissalām di Pondok Pesantren UII dapat diterapkan melalui konten materi kuliah, pembelajaran formal di kelas dengan metode dialog, pembelajaran informal, berupa kajian kitab kuning secara rutin dan sharing (curah pendapat).
Sementara menurut pembedah disertasi, Mukallam S.Ag, M.Hum yang juga peneliti di Pusat Studi Islam UII, hasil penelitian pada disertasi ini menawarkan cara pandang yang menarik dalam dua transformasi penting yaitu dari teks menuju paradigma dan dari paradigma menuju aksi. Namun bila merunut skema pemikiran Kuntowijoyo, ada satu bagian yang terlewatkan yaitu teori sosial. “Skema pemikiran Kuntowijoyo adalah Teks-Paradigma-Teori Sosial-Aksi. Barangkali bagian tersebut akan menjadi bidang kajian karya ilmiah lain dari penyusun disertasi ini yang belum terwujud,” pungkasnya. (AR/ESP)