Muktamar Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari berlangsung Khidmat
Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Muktamar Pemikiran KH Hasyim Asy’ari bekerja sama dengan Ikatan Keluarga Alumni Ponpes Tebuireng (IKAPETE) Yogyakarta pada Jum’at (21/9). Acara tersebut membahas Pemikiran KH Hasyim Asy’ari tentang pesantren dan pemberdayaan masyarakat.
Muktamar yang berlangsung di gedung Wahid Hasyim lantai 5 tersebut menghadirkan beberapa pembicara diantaranya KH Abdul Hakim Mahfudz pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Alissa Wahid S.Psi, M.Psi putri sulung dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Prof. Dr. Zuhri S.Ag, M. Ag dosen UIN Sunan Kalijaga, Dr. Arif Akhyat MA dosen Universitas Gadjah Mada serta Dr. Muhammad Roy Purwanto S.Ag, M.Ag dosen Universitas Islam Indonesia.
Mengawali acara muktamar, Dekan FIAI Dr. Drs Asmuni M.Ag menyampaikan sambutan di hadapan para hadirin. Ia mengaku bahagia karena mendapat kunjungan dari KH Abdul Hakim Mahfudz, Alissa Wahid, para panelis serta seluruh hadirin. Ia juga membahas pemikiran yang telah disumbangkan oleh KH Hasyim Asy’ari.
“Pemikiran yang telah disumbangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari tidak akan pernah habis, maka relevansinya dengan pendidikan dan pengabdian masyarakat, semua konsep dan teori yang telah dicontohkan beliau dapat kita jadikan pedoman. Sebagai ikhtiar kita untuk menghidupkan jiwa yang mati dengan menerapkan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari” terangnya
Pidato kunci pada muktamar ini disampaikan oleh KH Abdul Hakim Mahfudz, Ia membahas tentang perjuangan KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdhatul Ulama’ yaitu berawal dari keresahan karena masalah banyak bermunculan. Dimulai dengan perpecahan yang terjadi karena Sarekat Islam memasukkan semua latar belakang muslim menjadi satu. Kemudian pergantian kekuasaan Arab Saudi yang mekmaksa jama’ah haji untuk mengikuti paham wahabi.
“Di balik himpitan tersebut KH. Hasyim Asy’ari serta pihak pondok-pondok pesantren yang telah lama mengajarkan bidang keilmuan islam akhirnya berkonsolidasi, banyak upaya dilakukan disaat perpecahan dimana pondok tradisional tidak memiliki wadah. Dengan demikian terjadi suatu peristiwa yang sangat luar biasa, lahirnya Nahdhatul Ulama’ tanggal 31 Januari 1926” katanya
Kemudian acara disambung dengan diskusi para panelis yang telah hadir. Panelis pertama Alissa Wahid menyampaikan materi terkait peran pesantren dalam memberdayakan masyarakat.
“Kalo saya melihat dari apa yang diteladankan oleh Hadratussyaikh (Kyai Hasyim Asy’ari) bagaiman pondok pesantren Tebuireng dan pondok pada umumnya dapat menjadi lembaga pendidikan yang paling baik dan ideal karena membawa nilai agama, membangun akhlak serta menyiapkan keilmuan” terangnya
Pada sisi lain, Zuhri membawakan materi relevansi pemikiran pendidikan Kyai Hasyim Asy’ari di era digital. Sementara itu Arif Akhyat membahas tentang sejarah pemberdayaan pesantren terhadap umat di Nusantara. Sesi terakhir disampaikan oleh Roy Purwanto membahas pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang pondok pesantren. (GRR)