,

Memahami Al-Qur’an dengan Meneladan Rasulullah

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Ngaji Bareng bertajuk Memahami Al-Qur’an dengan Meneladan Rasulullah pada Kamis (5/12) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII. Ngaji bareng ini menghadirkan Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Lc., M.A. dan K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang kerap disapa dengan Gus Baha.

Membuka acara, Rektor UII Fathul Wahid dalam sambutannya menuturkan berbeda dari pengajian lainnya, ngaji bareng UII ini diawali dengan lagu Indonesia Raya sebagai wujud UII dalam memadukan nilai keislaman dan kebangsaan.

Fathul Wahid menjelaskan, pengajian ini ditujukan untuk meningkatkan kelas dari muhibban menjadi mustami’an, bahkan menjadi muta’allimaan. “Maka dari itu, mari bareng-bareng kita yang menjadi muhibbin untuk terus ngaji. Mudah-mudahan, dengan demikian kita bisa naik kelas,” harap Fathul Wahid.

Fathul Wahid juga menambahkan bahwa tema yang diangkat ada kata meneladan tanpa huruf ‘i’, karena ‘meneladani’ artinya memberikan contoh bukan mencontoh.

“Jadi, kita mencontoh Rasulullah bukan memberi contoh Rasulullah. Dengan demikian kita bisa memahami Al-Qur’an dengan baik. Mari bersama luruskan niat pada ngaji bareng ini agar beragam pintu kebaikan, pintu kepahaman, dan ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat tidak hanya untuk kita, tapi lebih baik untuk orang lain,” paparnya.

Prof. K.H. Quraish Shihab dalam ceramahnya menyampaikan penting untuk memahami Al-Qur’an, sebab Rasulullah adalah penjelmaan dari tuntunan Al-Qur’an. Merujuk pada Al-Qur’an, Prof. Quraish Shihab memberikan tiga kosakata dalam konteks keteladanan yakni uswah, qudwah, dan ittiba.

“Pada sosok Rasulullah (Nabi Muhammad saw) dalam kegiatannya,  sunnahnya, gerak-geriknya, langkahnya itu ada keteladanan yang bisa diambil disana, itu dinamakan uswah. Kedua, qudwah ditemukan ketika Allah membicarakan nabi-nabi sebelum ini (Rasulullah) terus ada perintah kepada Nabi Muhammad,” terang Direktur Pusat Studi Al-Qur’an ini.

Lebih lanjut Prof. Quraish Shihab menjelaskan, uswah digunakan untuk menggambarkan upaya meneladani sosok/orangnya. Tetapi, qudwah digunakan oleh Al-Qur’an untuk meneladani kandungan petunjuk bukan orangnya.

“Ketiga, ada ittiba. Ittabiu (tabiah) itu beda dengan ittabia. Kalo tabia itu mengikuti tapi ittaba’a artinya bersungguh-sungguh dalam mengikuti. Kenapa bersungguh-sungguh? Sebelum bersungguh-sungguh mengikuti harus bersungguh-sungguh memahami apa yang dikerjakan oleh nabi Muhammad baru diikuti,” ungkap Prof. Quraish Shihab.

Prof. Quraish Shihab menyampaikan dalam kehidupan sehari-hari, perlu untuk membagi kedudukan Nabi Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia. “Merujuk pada sahabat Nabi, sebagian besar mereka membagi sosok Nabi dalam beberapa bagian seperti sebagai rasul, mufti, hakim, dan personal.

Lebih lanjut, Prof. Quraish Shihab menjelaskan empat hal untuk bisa meneladan Rasulullah. Pertama sifat siddiq dengan bersungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kedua, sifat amanah dengan jujur dalam segala hal.

“Ketiga, fatanah dengan memupuk kecerdasan spiritual, intelektual, dan fisik Anda. Keempat tabligh, sampaikan apa yang perlu disampaikan, ukur setiap ucapan dan tulisan apakah lebih banyak mudharatnya atau tidak,” jelasnya.

Sementara itu, Gus Baha dalam ceramahnya, untuk bisa memahami Al-Quran perlu untuk memiliki ghiroh. “Ghiroh merupakan hal paling dasar untuk bisa memahami Alquran. Kalau tidak memiliki ghiroh tidak akan bisa memahaminya,” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Tahfizul Al-Quran Lembaga Pembinaan Pendidikan Pengembang Ilmu Al-Quran Rembang ini. (AHR)