Peran Strategis Protokol dalam Menjaga Citra dan Muruah Lembaga

Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah V Yogyakarta menyelenggarakan kegitan pelatihan protokol pada Sabtu (16/11). Acara ini berlangsung di Gedung Sardjito, Kampus Terpadu UII, dengan mengusung tema “Peran Protokol dalam Menjaga Citra dan Muruah Kelembagaan”.

Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan protokol dari berbagai perguruan tinggi, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V DIY, serta pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Yogyakarta. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas, pengetahuan, dan kompetensi protokol dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan profesionalisme yang tinggi.

Pelatihan ini menghadirkan narasumber yang berpengalaman di bidang protokoler, yakni Mohammad Reza Wardy, S.S., M.I.R., Kepala Subbagian Pelayanan Protokol dan Kerumahtanggaan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) dan Firmansyah Rasyid, S.IP., M.A.P., Kepala Bagian Protokol Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI. Kegiatan pelatihan secara resmi dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Pengembangan Karier UII, Prof. Dr. Zaenal Arifin, M.Si., yang menyampaikan pentingnya peran protokol dalam menjaga citra dan kredibilitas institusi.

Materi pertama dalam pelatihan ini disampaikan oleh Mohammad Reza Wardy dengan tema “Pentingnya Protokol sebagai Instrumen Komunikasi Publik yang Strategis”. Dalam paparannya, Reza menekankan bahwa protokol merupakan wajah atau maskot sebuah lembaga. Oleh karena itu, protokol dituntut untuk selalu menjaga etika, bersikap ramah, humanis, empati terhadap tamu, serta menghormati siapa pun yang hadir dalam suatu acara. Selain itu, protokol juga harus mengedepankan kerapian dan mampu bersikap dinamis terhadap berbagai kondisi acara.

Reza juga menyoroti pentingnya tata tempat dalam acara. Penempatan peserta atau tamu harus mempertimbangkan jabatan, perlakuan yang adil, penyesuaian dengan kebudayaan setempat, dan fleksibilitas saat terjadi keadaan darurat. Ia menekankan bahwa meskipun aturan protokol penting, prinsip fleksibilitas juga harus diterapkan sesuai arahan pimpinan selama acara berlangsung.

“Yang kami (tim protokoler) lakukan di lapangan sampai saat ini dan alhamdulillah dirasa tepat kami selalu mengedepankan SOP-nya disiapkan dulu sesuai yang kita tahu untuk seluruh tamu, nanti saat menjelang acara ketika pimpinan ga mau pakai keprotokoleran, kita menyesuaikan, setidaknya, SOP sudah kita siapkan,” ungkap Reza.

Sesi berikutnya diisi oleh Firmansyah Rasyid dengan tema “Manajemen Keprotokolan: Konsepsi dan Dasar”. Dalam materi ini, Firmansyah menegaskan bahwa manajemen keprotokolan harus mencakup proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Ia menyoroti pentingnya perencanaan matang melalui rapat koordinasi dan gladi untuk mencegah pendekatan improvisasi di saat-saat terakhir.

“Perlu kita perhatikan terutama dalam perencanaan, jangan ‘tiba masa tiba akal’ makanya ada rapat koordinasi, gladi, dan lain sebagainya. Dalam pengorganisasian, jangan menjadi protokol yang individual, seakan-akan hanya dia yang boleh tampil, tidak bisa, harus membagi tugas. Protokol juga harus bisa mengarahkan pimpinan dalam acara. Pengawasan dan evaluasi juga penting,” ungkap Firmansyah.

Firmansyah juga berbagi pengalamannya dalam menghadapi komplain selama acara. Ia menekankan pentingnya tetap tenang, responsif, dan komunikatif dalam mencari solusi yang tepat. Selain itu, keberhasilan acara diukur dari pelaksanaan yang disiplin, penggunaan bahasa yang tepat sesuai situasi, serta persiapan yang tertib dan matang.

Pelatihan ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya etika dan manajemen yang baik dalam menjalankan keprotokoleran, demi menjaga citra dan kredibilitas institusi. (AHR/RS)