Seminar Nasional DPPM UII Bahas Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan untuk Lingkungan Berkelanjutan

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional secara hibrida bertema “Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan untuk Lingkungan Berkelanjutan” di Auditorium Fakultas Ilmu Agama Islam UII, Rabu 16/10. Adapun peserta yang berpartisipasi pada seminar ini berjumlah 54 orang yang berasal dari 23 perguruan tinggi di Indonesia, 20 orang dari penelitian dan 34 orang dari pengabdian masyarakat.

Ketua pelaksana seminar nasional sekaligus Kepala Pusat Penelitian DPPM UII, Prof. Dr. rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. dalam sambutannya berharap bahwa acara ini menjadi panggung bagi para peserta untuk berbagi hasil kreativitas. Kemudian, hal senada pula diutarakan Direktur DPPM UII, Ir. Eko Siswoyo ST., M.Sc.ES., Ph.D., yang berpesan bahwa acara ini tidak hanya sebagai wadah untuk menyampaikan hasil kreativitas penelitian, tetapi juga sebagai ajang kolaborasi.

“Sekarang itu, kata kunci kolaborasi itu jadi sangat penting. Kalau kita mau berkembang tentu kita harus berkolaborasi, kalau kita sendiri maka keilmuan kita itu tentunya terbatas. Kolaborasi di sini bukan hanya kolaborasi dari segi keilmuan yang sama, tetapi sekarang itu ilmu harus terintegrasi dan saling melengkapi” ucap Ir. Eko.

Mengawali Seminar Nasional itu, DPPM UII mengundang dua narasumber untuk menjadi keynote speaker pada sesi pleno dan diskusi. Narasumber pertama adalah Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Novrizal Tahar, dan narasumber kedua adalah Vice President Pengembangan Teknologi II PT Pertamina (Persero),  Ismal Gamar.

Pada materi utama dengan mengangkat topik pengelolaan sampah, Dr. Novrizal memaparkan bahwa dunia saat ini menghadapi tiga krisis besar yang dikenal sebagai “triple planetary crisis”, yakni perubahan iklim (climate change), kepunahan keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan pencemaran udara (air pollution), yang semuanya terkait erat dengan pengelolaan sampah. Demikian terjadi karena perubahan iklim itu telah disebabkan oleh produksi metana yang dihasilkan dari pengelolaan sampah,  kepunahan flora fauna disebabkan oleh pencemaran sampah plastik, sementara pencemaran udara dapat terjadi akibat emisi dari tempat pembuangan akhir (TPA) yang terbakar.

Untuk itu, Direktur Pengelolaan Sampah itu menyampaikan bahwa lembaga pengelolaan sampah menetapkan dua sistem utama: “energy recovery”, dengan salah satu teknologinya “waste to electricity”  dan “recycling” atau ekonomi sirkular. Menurut Pak Novrizal, langkah ini diambil guna menurunkan emisi gas rumah kaca, mendukung komitmen emisi, dan mewujudkan target Indonesia Emas 2045.

“Mudah mudahan bisa memberikan inspirasi buat teman peserta seminar dan menginspirasi penelitian-penelitian terkait dengan pengelolaan sampah, khususnya energy recovery dan circular economy, sehingga bisa mewujudkan Indonesia yang beres dari urusan sampah sekaligus bisa menurunkan gas rumah kacanya” tutup pak Novrizal.

Selanjutnya, gelar wicara kedua membahas tentang keberlanjutan energi. Dalam presentasinya, Pak Ismal menyampaikan terkait upaya Pertamina dalam meningkatkan keamanan energi dan keberlanjutan dengan bahan bakar berbasis bio (bio-based fuels). Menurut data yang disampaikan, ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar  pada tahun 2023 tercatat sebesar 20,4 juta kiloliter untuk bensin, 0,3 juta kiloliter untuk bahan bakar pesawat (jet fuel), dan 0,9 juta kiloliter untuk solar.

Terkait solusi dari permasalahan tersebut, Pertamina menawarkan alternatif bahan bakar seperti, bioetanol, bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF), dan diesel hijau/hidrogenasi minyak nabati (HVO), yang dihasilkan dari sumber lokal seperti jagung, tebu, sawit, dan minyak goreng bekas. Pak Ismal juga menjelaskan bahwa implementasi bahan bakar ini dapat mengurangi emisi CO2 hingga 40% dan membantu Indonesia mencapai visi pengurangan emisi karbon sekitar 900 MtCO2eq/tahun.

Lebih lanjut, beliau juga memaparkan alternatif bahan baku non-makanan untuk bioetanol, yaitu dari batang sorgum dan nira nipah, yang memiliki potensi besar dengan perkiraan produksi 2500 liter/ha/tahun. Pengembangan bioetanol dari batang sorgum ini dilakukan dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi dan hilirisasi sorgum di Indonesia, dengan proyeksi 284.000 hektar lahan akan digunakan untuk produksi sorgum pada tahun 2024.

Setelah acara diskusi panel selesai, para peserta melanjutkan kegiatan presentasi hasil penelitian di empat ruangan yang sudah disediakan oleh panitia. Berdasarkan data dari panitia, sesi pertama yang berlangsung pada pukul 13.00-15.00 WIB, terdapat 32 presenter, sedangkan di sesi dua, yang dimulai pukul 15.30-17.00 WIB, terdapat 22 presenter. (NDW/AHR/RS)