Menjadi Mahasiswa yang Berjiwa Pemimpin dan Berintegritas

Pesona Ta’aruf (Pesta) Universitas Islam Indonesia (UII) 2024 menghadirkan berbagai macam talkshow. Untuk hari pertama Rabu (04/09) bertempat di Kampus Terpadu UII talkshow dipandu oleh Tomi Ristanto seorang MC dan moderator professional yang juga alumni Fakultas Hukum (FH) UII dan dibersamai oleh pembicara pertama yaitu Rektor UII, Fathul Wahid yang membawakan tema Nilai Ke UII-an sebagai Benteng Diri untuk Menghadapi Era Digitalisasi. Sedangkan untuk pembicara kedua dibersamai oleh Guru Besar Hukum Tata Negara UII sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia 2019-2024, Prof. Dr. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P tentang Internalisasi Nilai Ke UII-an dalam Konsep dan Praktik Kepemimpinan di Kancah Lokal dan Internasional.

Dalam penyampaian materinya, Fathul Wahid bercerita tentang sejarah terbentuknya UII karena menurutnya untuk melihat nilai-nilai cara paling mudah adalah melihat nilai-nilai yang diyakini pendirinya. Ia menyebutkan nilai-nilai yang ada di UII meliputi Islami, Mondial, Unggul, Intelektual, Indonesiawi yang disingkat dengan I’M UII yang harapannya dengan singkatan tersebut akan lebih mudah diingat. Selain itu, Fathul Wahid juga menyampaikan bagaimana nilai-nilai tersebut mampu diinternalisasi dalam diri mahasiswa.

“Cara mencapai semuanya yaitu pertama, misi mulia ke UII harus selalu diingat, berkuliah itu misi mulia yakni menuntut ilmu dan ketika orang keluar rumah untuk berkuliah maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali. Sehingga, dengan kesadaran ini, kawan-kawan seharusnya berbahagia. Bangun tidur bahagia ke kampus, bahagia ada tugas dikerjakan, ada tantangan bahagia disambut, semuanya dengan penuh kebahagiaan karena dengan demikian maka apapun itu yang didapatkan, sesusah apapun, insyaallah ujungnya adalah kebahagiaan juga,” ungkap Rektor UII ini.

Selanjutnya, Fathul Wahid memaparkan cara kedua yang sering dilupakan oleh mahasiswa ialah mengembangkan diri di luar kelas dengan terlibat dalam beragam aktivitas, organisasi, aktivitas sosial dan lain sebagainya karena banyak keahlian yang tidak selalu bisa diasah di dalam kelas.

“Cara ketiga yang juga sering dilupakan juga adalah membangun benih jaringan, perkawanan, dan persahabatan. Ketika punya kesempatan diluar kampus, gunakan dan rawat itu karena bisa jadi adek-adek akan panen bukan besok pagi, bukan minggu depan, ataupun bulan depan, tetapi beberapa tahun kemudian ketika sudah lulus dan ketika silaturahmi, kolaborasi, serta persahabatan terjaga,” tambahnya

Di tempat yang sama, Prof. Mahfud menyampaikan selamat datang untuk mahasiswa baru UII di kampus perjuangan, kampus yang dibuat dan didirikan oleh para pendiri negeri untuk mencetak pemimpin-pemimpin bangsa

“UII ini dibangun untuk menyonsong Indonesia Merdeka agar kalau Indonesia Merdeka kelak banyak anak-anak muslim itu ikut berperan mengatur dan memimpin negara ini. Saya mencoba menjadi contoh, UII mencapai tujuannya  antara lain produknya adalah saya, itu cita-cita saya dulu. Kalo UII ingin mencetak pemimpin bangsa, saya sekolah di UII dan saya harus membuktikan bahwa saya bisa. Saya belajar keras di UII, ga bisa kalo orang mau menggapai kesuksesan itu leha-leha itu ga ada,” ungkap Prof. Mahfud

Disela-sela talkshow, Prof. Mahfud juga menceritakan sedikit pengalamannya saat berkuliah di UII selain belajar di kelas. Beliau juga menjadi pengurus organisasi mahasiswa eksternal yang kegiatannya meliputi diskusi hingga datang ke seminar-seminar untuk mendengar orang-orang hebat saat itu seperti Amien Rais, Abdurrahman Wahid (Gusdur), Buya Syafi’i Ma’arif, dan lain sebagainya. Hingga saat orang-orang hebat itu menulis hingga mengeluarkan buku Prof. Mahfud dan teman-temannya.

“Kalau ada seminar datang menyelinap masuk ingin mendengar orang-orang hebat itu bicara, sehingga kalau mereka berceramah kita kejar kemanapun mereka. Kalau mereka nulis, kita cari tulisannya, baca. Kalau ada buka baru, kita baca, sesudah baca dengan teman-teman kumpul lalu diskusi,” terangnya.

Prof. Mahfud juga memberikan wejangan terhadap mahasiswa baru kiat-kiat kesuksesan yang selalu diterapkan dalam hidupnya. “Pertama kesuksesan itu kerja keras dan belajar sungguh-sungguh. Kedua, berdoa, dan ketiga percaya dengan kekuasaan dan takdir Allah karena akan menyebabkan kita tawadu’. Itu bekal untuk sukses dan terjun ke masyarakat,” ungkap Guru Besar bidang Hukum Tata Negara UII ini.

Tak lupa, Beliau juga berpesan untuk mahasiswa baru untuk selalu berhati-hati dengan selalu menjaga moralitas yang tinggi, kejujuran, etika, kesopanan, menghormati orang lain, dan tidak mengambil hak orang lain.

“Saya 24 tahun berkeliling di Jakarta sejak jadi Menteri, alhamdulillah saya selalu bisa mengendalikan diri saya untuk selalu menjaga nama baik UII. Tunjukkan kesungguhan dan keberanian dan keberanian itu muncul dari diri seseorang kalau dirinya jujur,” ujarnya.

Beliau juga menambahkan, merawat kemajuan bangsa adalah hal yang penting bagi penerus bangsa jangan sampai dalam merawat bangsa disertai dengan perbuatan curang dan korup.

“Tunjukkan integritas, kepribadian, kesalehan akan dapat semua kok. Kita punya semua kebutuhan manusia untuk bisa hidup layak di Indonesia ini seperti tambang emas, batu bara, nikel, timah, hutan, laut, panas bumi. Jadi tidak usah korupsi, jujur saja,  kelola bersama akan kebagian dan makmur semua,” jelas Prof Mahfud yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia 2019-2024.

Di akhir talkshow, Prof. Mahfud berharap mahasiswa baru UII bisa menjaga nilai-nilai perjuangan yang dibangun oleh para pendiri UII dengan belajar sungguh-sungguh, berdoa, dan mendekatkan diri selalu kepada Allah.

“Terakhir, percayalah kepada saya bahwa orang yang glamor, hebat punya kedudukan, banyak uang, kaya raya, dan sebagainya kalau diperoleh secara tidak jujur, itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan tapi menimbulkan ketakutan-ketakutan di dunia dan akhirat. Mereka yang tidak jujur dan korupsi hidupnya akan tersiksa meskipun tampak sehat, hebat, dan gagah tapi dia ada neraka dalam hatinya. Ketakutan, kecemasan, kesedihan, merasa terisolasi, dicibir oleh kerabat, dan sebagainya menyelimuti mereka,” tutur Prof. Mahfud.