,

Dosen Fakultas Hukum UII Sampaikan Pidato Pengukuhan Profesor

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Hanafi Amrani, S.H., M.H., LL.M. dan Prof. Dr. Winahyu Erwiningsih, S.H., M.Hum., Not. menyampaikan pidato pengukuhan profesor pada Selasa (30/7) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII. Kedua tenaga pendidik ini yakni Prof. Hanafi Amrani merupakan professor dalam bidang ilmu hukum pidana dan Prof. Winahyu Erwiningsih adalah professor dalam bidang ilmu Hukum Agraria dan Pajak.

Prof. Hanafi Amrani menyampaikan pidato berjudul Pergeseran Paradigma Hukum Pidana dalam Merespons Perkembangan Ekonomi dan Kejahatan Bisnis. Dalam materinya dikemukakan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dalam bentuk pelaksanaan bisnis seperti produksi, distribusi, maupun pemasaran barang dan jasa seringkali disalahgunakan melalui praktik bisnis curang untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

“Akibatnya adalah beberapa pihak dirugikan, seperti masyarakat konsumen pada umumnya, perusahaan lain dalam bentuk persaingan tidak sehat, maupun kerugian negara dalam bentuk pajak yang tidak dibayar. Selain itu, produksi barang dan jasa dengan bahan baku dibawah standar harga sehingga merugikan kesehatan, pemberian keterangan yang keliru atas produk barang dan jasa, serta iklan yang menyesatkan,” jelas Prof. Hanafi Amrani.

Prof. Hanafi Amrani dalam kesempatannya menjelaskan begitu pesatnya perkembangan ekonomi dan sektor bisnis yang selaras dengan disrupsi teknologi besar-besaran membuat kejahatan bisnis menjadi kejahatan multidimensi dengan segala kompleksitasnya. Dalam konteks hukum pidana, pemahaman yang holistik dan komprehensif terhadap karakteristik kejahatan bisnis dan bagaimana praktik-praktiknya diperlukan sebagai core untuk mengembangkan kebijakan regulasi dan strategi penegakan hukum yang efektif sehingga dapat tercipta perlindungan terhadap kepentingan publik dan iklim ekonomi yang berkeadilan.

Lebih lanjut. Prof. Hanafi Amrani mengemukakan upaya menanggulangi praktik bisnis curang dengan kriminalisasi, pembaruan asas berdasarkan asas kesalahan ke pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan berupa strict liability, vicarious liability, dan corporate liability. Sedangkan untuk  pemindanaan korporasi secara eksplisit masih banyak yang belum mengakui pertangungjawaban korporasi dalam konteks hukum pidana.

Sebagai penutup pidatonya, Prof. Hanafi Amrani menjelaskan pergeseran paradigma hukum pidana klasik yang berfokus pada balas dendam dan hukuman ke  paradigma hukum pidana modern yang lebih berorientasi pada pemulihan, rehabilitasi, pencegahan, keadilan korektif, dan keadilan rehabilitatif yang lebih manusiawi dan efektif. Paradigma ini berbasis ekonomi yang lebih komprehensif dalam mengatasi kejahatan.

“Dengan fokus pada pemulihan kerugian, pencegahan, dan efek jera, pendekatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Penerapan paradigma hukum pidana berbasis ekonomi di Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan menciptakan masyarakat yang lebih adil,” jelasnya.

 Politik Hukum Kebijakan Pemanfaatan Tanah

Prof. Winahyu Erwiningsih menyampaikan pidato bertajuk Politik Hukum Kebijakan Pemanfaatan Tanah sebagai Agenda Reforma Agraria. Dalam pidatonya, Prof. Winahyu menyampaikan fungsi sosial hak atas tanah sebagai pilihan untuk penyeimbang dalam pemanfaatan tanah.

Pemikiran tentang fungsi sosial suatu benda untuk kepentingan bersama kemudian menjadi asas fungsi sosial hak atas tanah. Asas ini tidak mengakui adanya kepemilikan hak perseorangan atas tanah bertentangan dengan konsep liberal klasik yang berkembang saat itu. “Kepemilikan hak atas tanah bukan merupakan hak tapi lebih dari itu merupakan fungsi sosial. Pemilik berkewajiban memenuhi fungsi sosial atas tanah. Selain untuk kepentingan pribadinya, pemilik wajib menjadikan tanah miliknya produktif dan berdampak sosial-ekonomi terhadap masyarakat,” jelasnya.

Prof. Winahyu menambahkan, fungsi sosial berdasarkan penafsiran hukum agraria nasional tidak bercorak individualistik dan fungsi sosial mutlak tetapi dwi tunggal dimana kepentingan masyarakat dan perseorangan haruslah saling mengimbangi.

Lebih lanjut, Prof. Winahyu memaparkan dinamika pilihan kebijakan dan penerapan pemanfaatan tanah berbasis fungsi sosial hak atas tanah di Indonesia masih menemui berbagai masalah meliputi adanya penafsiran asas fungsi sosial hak atas tanah yang bertentangan dengan falsafah dan prinsip dasar UUPA, sehingga menafikkan asas keseimbangan antara kepentingan umum dan kepentingan perseorangan dan Belum adanya harmonisasi peraturan-peraturan hukum tentang tanah dengan fungsi pemanfaatannya berdasar asas fungsi sosial hak atas tanah

“Saat ini kondisi kesejahteraan petani terpuruk karena hasil usaha tani makin sedikit, namun nilai tukarnya makin rendah. Pemerintah juga gamang dalam melaksanakan kebijakan maksimalisasi pemanfaatan tanah pertanian baik dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi dengan alasan besarnya biaya dan hasil yang rendah sehingga pelaksanaan kebijakan pemanfaatan tanah lemah,” tuturnya

Prof. Winahyu mengusulkan untuk dibuat peraturan baru tentang penguasaan, kepemilikan, dan pemanfaatan tanah tanah berderajat undang-undang agar dapat menjadi pedoman yang kuat dalam menjalankan kebijakan pemanfaatan tanah. Untuk saat ini hendaknya instansi Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berfokus pada upaya penyadaran dan himbauan untuk memanfaatkan tanah dengan mencoba alternatif penerapan lembaga hukum kerjasama pengelolaan pemanfaatan tanah sebagaimana banyak dipraktikkan di negara lain.